Friday Red

12 0 0
                                    

Aku menangis terlalu kencang di dalam mobil dekat tempat beribadah.  Aku berteriak ketakutan tak karuan.  Aku berusaha untuk menampar semua yang ada dalam pikiran.  Tentang aku orang yang penuh alasan, aku yang lemah, aku yang tak pernah bersyukur, aku menampar semua hal mengerikan dengan semua pikiran itu, namun kenyataanya semakin aku ingin lupakan dan menyatakan bahwa aku tak perlu menangis, aku tak perlu seperti ini, tak akan ada yang mempedulikan, segalanya hanyalah kesalahan dari diriku, semua alasan yang ku buat agar aku terlihat lemah dan tak melakukan apa-apa.  Nyatanya, aku terlalu hancur untuk dikatakan lemah, lebih lemah dari yang sudah dinyatakan.

Aku bertanya kepada diriku sendiri, apa maksudmu? Apa kamu melakukannya lagi? Tolong hentikan semua!

Mereka datang dari berbagai kejadian, dia datang saat satu jentikan ketakutan, membuat seluruhnya datang secara tiba-tiba.

Perutku keras, mulutku tak henti berteriak, tenggorokanku terus mendorong semuanya keluar, entah apa yang sedang ku lakukan, upaya mengeluarkan seluruh ketakutan tetapi itu malah menjepitku semakin sempit sehingga teriakan itu memecahkan segalanya. Menyakiti hatiku sangat hancur dan lebur. Aku terus menyebut nama tuhanku, bahwa aku percaya, semua ini adalah pemberianNya untukku, aku memuji dirinya seraya meminta pertolongannya, aku tahu semua dan seluruhnya adalan Cinta, aku tahu tuhan memiliki Cinta.

Tanganku mencengkram wajahku sangat kencang, teriakanku yang kencang hingga titik tertinggi suaraku menghilang, tarikan napasku terlalu kencang sehingga aku sesak, aku tak bisa menghentikannya, air mata yang membasahi seluruh lenganku, tangan yang gemetar, wajahku yang terluka, tisu yang ku pegang hingga hancur, rambutku yang berantakan. Aku tak melihat semuanya. Hanya memejamkan mata, berusaha menghilangkan semuanya, semua gelap, dingin, bergetar, pusing, sesak, perih, lemas. Aku membuka mataku dan tak menyangka tanganku sudah penuh dengan darah, tisu yang basah karena air mata kini berubah menjadi warna merah. Aku tak tahu, dari mana darah itu. Aku merasa penuh, sempit dan keras. Aku hanya terus mengulang kejadian hingga aku merasakan aku di berbagai tempat sedang merintih dan meminta tolong. Menarikku untuk pergi, namun kenapa masih menunjukkan hal itu.

Aku kira aku sudah tenang, aku mampu melewati semuanya, aku juga bisa melupakan dan terlupakan hal ngeri. Tapi, nyatanya mereka muncul hanya dengan satu ketakutan akan sesuatu dan terpaksa, hingga semuanya muncul kembali menyapaku, seluruh keperihan dan ketakutan itu.

Indah, namun hanya sesaat. Rusak terlalu lama hingga hancur dan tak menghilang. Mampu melihat tak mampu membawa.

Pergilah dan melangkahlah, jangan berlari!

"Selamat pagi" Ucapnya membawa sesuatu.

Aku terkejut melihatnya lagi, kemarin mataku sudah perih karena balon sabun yang ia bawa. Sekarang, lelaki berambut panjang tak beraturan ini akan melakukan apa lagi? Apa ia tak lelah? Mengajakku bermain terus menerus.

Padahal aku sedang membersihkan tanaman dari rumput liar dengan pisau.

"Lihatlah ini" katanya memberikanku sebuah kertas berbentuk bunga. "Ini adalah kertas origami, buatlah sesuatu dari kertas ini" katanya dengan senang sambil meletakkan seluruh barang yang ia bawa di depanku.

Aku tak mengerti, apa yang lagi ia buat lagi, dan untuk apa?

"Lakukanlah, temukan dirimu disana" katanya.

Lagi-lagi tak nyambung dengan keadaan. Pembicaraanya ngawur semua.

"Taraaa" ia membuatkanku sebuah bintang yang bagus dari kertas itu. "Bintang ini, akan meleleh di bawah kakimu. Menunjukkan cahayanya kemana langkah kamu pergi" katanya sembari meletakannya di tanganku.

Aku mencengkramnya, saat aku membuka lagi, tanganku terluka.

"Aku meletakkan bintang itu di tangan kananmu, kenapa kamu mencengkram tangan kirimu?!" Katanya panik karena tangan kiriku sedang memegang sebuah pisau tanaman. Aku sudah salah mencengkram sesuatu? Dan, itu melukai diriku sendiri.

Ia kemudian mengambil pisau itu disaat aku akan panik, ia memengan tanganku pelan. "Diam, lihatlah bintang yang ku buat. Jangan lihat tangan kirimu" katanya sambil menutup tangan kiriku agar aku tak melihatnya.

Aku sebagai manusia yang penasaran dan berpikir seperti apa yang di ucap dan melakukan seperti apa yang di katakan, terus melihat tangan kiriku.

"Jangan lihat ini!" Katanya memarahiku.

Ia terus bilang kepadaku untuk jangan melihat tangan kiriku, namun aku terus melihatnya walaupun aku takut.

"Jangan lihat tangan kirimu!"

Manusia akan melihat tanda tebal itu, bukan seruan itu.

Dia membawaku ketempat cuci tangan untuk membersihkan lukaku dan memotong sebuah lidah buaya besar, dan menempelkan jel lidah buaya pada lengan kiriku.

Dingin dan perih, aku tak kuat melihat darah itu, namun bintang itu meleleh di tanganku. Seketika ia menerangi seluruh kegelapan ini. Apakah aku akan melangkah bersama bintang ini?

 Apakah aku akan melangkah bersama bintang ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
we meet again in MarchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang