Widya melihat nur tengah tidur, hari itu di akhiri rapat dengan semu anak, lalu kembali ke kamar untuk mengerjakan laporan.
Sore menjadi malam nur sudah bangun. Saat itu juga, Widya memintanya untuk mengantarkan dirinya pergi ke kamar mandi di bilik samping sinden. Awalnya nur tampak tidak mau, tapi Karna di paksa, akhirnya dia pun ikut dengan catatan, nur adalah yg pertama masuk bilik.
Widya setuju. Ia gak berpikir aneh aneh .
Selama perjalanan, ia melihat setiap rumah yang di lewati rata- rata sama, semua rumah Tapan ( tembak di depan), kiri kanan dari gedek( bambu dianyam) , langit sudah merah, dan setelah menempuh jarak lumayan, akhirnya mereka sampai di sinden.
Bangunan sinden itu menyerupai candi kecil. Bedanya, kolam nya persegi 4 dengan air yang jernih tapi berlumut, setelah mencari- cari dari sinden, ketemulah bilik itu tepat dk samping pohon asem, yang besar sekali, rindang tapi mengerikan.
Sempat ragu, tapi Widya bilang lanjut. Rupanya benar, ada kendi besar di dalam bilik itu.
Air juga sudah penuh di dalam kendi, nur pun masuk sementara Widya menunggu di depan bilik, mata nya tidak bisa melepaskan diri dari bangunan sinden yang entah kenapa Seoalah menarik perhatiannya , di sampingnya ada sesajen itu.
Dari dalam bilik terdengar suara air bilasan dari nur, setelah mencoba mengalihkan perhatian dari sinden, Widya baru sadar, ada aroma kemenyan di dekat tempatnya berdiri, di telusurilah wewangian itu, benar saja, di samping pohon asem itu pun ada sesajen.
Yang lebih parah, bara dari kemenyan baru saja di bakar.
Antara takut dan kaget, Widya kembali ke pintu bilik, dan dari dalam sudah tidak terdengar suara air bilasan.
" Nur, nur," teriak Widya sembari menggedor pintu kayu, anehnya , hening, tidak ada jawaban dari dalam.
Masih berusaha memanggil, terdengar sayup suara lirih, lirih sekali sampai Widya harus menempelkan telinga nya di pintu bilik.
Suara orang sedan berkidung.
Kidung nya sendiri menyerupai kidung Jawa, suara nya sangat lembut , lembut sekali seperti seorang biduan.
" Nur buka nur!!
" Spontan Widya menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu terbuka, nur melihat Widya dengan ekspresi wajah panik." Nyapo to, wid( kenapa sih wid)?"
Ekspresi ganjil Widya membuat nur kebingungan, terlebih wajah ny mencuri pandang bagian dalam bilik. " Ayo Ndang adus, gantian aku sing gok jobo( ayo cepet mandi, ganti biar aku yang jaga di luar)
Kaget, Widya sudah ragu, melihat samping bilik ada sesajen, Widya tidak tau apa harus cerita ke nur soal itu, namun dengan ragu, Widya akhirnya bergegas masuk bilik menutup pintu.
Bagian dalam bilik sangat lembab, kayu bagian dalam ny sudah berlumut hitam, di depannya ada kendi besar, setengah air nya sudah terpakai, meraih gayung yang terbuat dari batok kelapa dengan gagang kayu jati yang di ikat dengan sulur, Widya mulai membuka baju nya perlahan.
Masih terbayang nyanyian kidung tadi, Widya mencuri pandang ia tidak sendiri.
Suasananya seperti ada sosok yang melihat dan mengamati nya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, sosok itu seperti wajah seorang wanita nan cantik jelita, masalahnya Widya, tidak tau siapa pemilik wajah.
Ia sudah di depan kendi, bajunya sudah tertanggal, meraih air pertama yang membasahi bandannya, Widya merasakan dingin air itu membilas Badan nya.
Sunyi, sepi, nur tidak berusuara di luar bilik, memberikan sensasi kesendirian yang membuat bulu kuduk merinding. Setiap siraman air di kepalanya, membuat Widya memejamkan matanya dan setiap ia memejamkan mata, terbayang wajah cantik nan jelita itu sedang tersenyum memandanginya.