Prolog

73 30 89
                                    

"Suatu hari, aku akan tumbuh menjadi orang tangguh yang besar sampai kau tak lagi bisa menyakitiku. Dan saat itu tiba, kau yang telah jahat hanyalah tetap menjadi orang jahat."

•••  biru  •••

"Rumornya, dulu pernah ada siswa yang meninggal di sekolah ini," ucap Murid A membuka suara. Membuat beberapa teman akrabnya yang tengah berbincang halus seketika hening. Berganti menjadi tatapan terkejut yang tertuju padanya.

"Yang benar?!" tanya Murid B.

"Siapa yang bilang?" timpal Murid C.

"Kau tidak sedang bercanda, 'kan?" tambah Murid D.

"Kupukul kau kalau kau bohong lagi!" hardik Murid E.

"Wow, tenanglah kalian," ucap Murid A sembari tertawa. Separuh tak menyangka kalau ucapannya barusan ternyata bisa langsung menarik perhatian teman-temannya. "Ini sungguhan, aku berani bersumpah."

"Sungguhan? Bukankah kau bilang tadi itu rumor?" tanya Murid D dengan tatapan menyelidik.

"Jadi mana yang benar?!" timpal Murid C lagi.

"Ah maksudku, itu sungguhan rumor. Aku kapok berbohong pada kalian," ucap Murid A yang sudah selesai dengan tawanya.

"Makanya jangan berbohong," nasihat Murid E.

"Dari mana kau tahu soal rumor itu?" tanya Murid B, membenarkan posisi duduknya tanda dirinya mulai tertarik mendengarkan.

Murid A pun berdeham. Mimiknya seketika berubah menjadi serius. "Tadi, aku tak sengaja dengar ada kakak kelas yang membicarakannya."

"Wah, benarkah?" tanya Murid C.

"Ya, mereka bilang anak itu meninggal karena kelalaiannya sendiri. Kakinya salah injak ketika sedang berdiri di tepi rooftop," jelas Murid A.

"Dan dia terjatuh?" tebak Murid E.

"Tepat sekali," sahut Murid A. Yang kemudian membuat semua orang yang duduk mengelilingi depannya itu semakin terkejut.

"Astaga, kasihan sekali," Murid C refleks menutup mulut dengan tangan.

"Aku turut berduka," ucap Murid D berbela sungkawa.

"Kenapa dia bisa berdiri di sana?" tanya Murid B.

"Aku tidak yakin, karena kakak kelas itu bilang kejadiannya sudah sangat lama," tutur Murid A sambil mengingat-ingat.

"Seberapa lama?" tanya Murid C.

"Mereka tidak bilang," sahut Murid A singkat.

Mereka semua pun terdiam. Antara masih tak menyangka bahwa ternyata ada cerita semacam itu di SMA Sejahtera. Dan masih berpikir apa alasan sebenarnya di balik kematian seorang murid yang sedang mereka bicarakan itu.

"Tunggu, rooftop gedung perpustakaan kita itu maksudmu?" celetuk Murid D tiba-tiba.

Murid E spontan menjentikkan jari. "Sepemikiran. Secara hanya di sana satu-satunya gedung sekolah kita yang punya rooftop."

"Hm, mungkin saja?" Murid A tampak ikut berpikir.

"Ah, kudengar dulunya tempat itu bukan perpustakaan?" ucap Murid B.

"Benar, katanya tempat itu dulunya adalah kelas bertingkat," tambah Murid D. "Tapi aku tak yakin kelas berapa yang ditempatkan di sana saat itu."

"Tak bisa kubayangkan," ucap Murid C. Raut wajahnya sungguh prihatin.

"Aku merinding," Murid B memeluk diri sendiri.

"Apa itu artinya gedung itu kini berhantu?" tanya Murid E.

Murid A tampak menggumam sejenak. "Sepertinya tidak? Karena kakak kelas juga ada menyebutkan hal lain soal itu."

"Hal lain?" Murid C mendekatkan duduknya.

Murid A mengangguk. "Soal ruhnya yang bergentayangan di sana atau tidak, rumornya sosok anak itu malah sering terlihat di beberapa kelas yang memiliki kursi kosong," jelasnya.

"Apa dia akan terlihat duduk di sana?" tanya Murid B.

"Benar," singkat Murid A.

"Ya Tuhan.." Murid C tampak cemas.

"Mustahil," Murid B tak menyangka.

"Semoga saja rumor yang kedua itu tidak benar," ucap Murid E. Semua mata pun tertuju padanya.

"Kenapa begitu?" tanya Murid D.

"Kau lupa?" tanya Murid E balik dengan tatapan menyelidik. Lalu dagunya menunjuk ke salah satu kursi kosong di samping seorang murid perempuan yang ada di pojok belakang kelas. "Kelas kita juga punya satu kursi kosong omong-omong."

Semua mata langsung tertuju pada tempat yang dimaksud oleh Murid E. Tak terkecuali dirinya sendiri. Tentu itu membuat pergerakan sang murid perempuan di pojok kelas itu ikut terhenti. Membalas menatap mereka dengan raut melongo yang kebingungan.

"Argh, hentikan!" Murid B bergidik dan langsung berdiri. "Lebih baik kita ke kantin saja, bulu kudukku terus berdiri sudah seperti hamparan sawah."

"Benar, aku juga," Murid E setuju.

"Lagipula aku sudah lapar," ungkap Murid A mengubah topik.

"Ah dasar kau ini," Murid D tertawa sembari menepuk pundak temannya itu.

Anak-anak itu berdiri dari tempat duduk mereka. Menghilang satu per satu di ambang pintu kelas sembari masih bersenda gurau setelahnya.

Suasana kelas pun menjadi sepi. Secara memang jam sudah menunjukkan jam istirahat sejak lima menit lalu. Hanya seorang murid perempuan berambut hitam sebahu yang masih tertinggal di sana. Duduk sendirian di pojok kelas yang sempat hendak menyantap bekalnya, namun tertahan.

Raut wajahnya masih sama. Masih tertuju bingung pada maksud para murid lain tadi yang menghilang di ambang pintu.

•••  biru  •••

To be continued~

Heyyo semuaa!
Gimana nih prolognya?

Semoga tetep suka yaa <3

Makasih udah mampir! Jangan lupa buat vote, tinggalkan komentar, dan bagikan cerita ini kalau kalian suka!

See you on the next chapter!

- Hie ♡

BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang