1. Sesuatu yang terjadi

10 0 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhirku, aku masih belum ikhlas harus mati secepat ini. Tapi aku bisa apa? Saat tubuhku sudah hancur dan bersimbah darah.

Aku membencinya, laki-laki yang membuatku jadi seperti ini. Laki-laki yang tiba-tiba pergi begitu saja.

Dari kejauhan, aku melihat tubuhku dibawa oleh beberapa orang ke dalam mobil. Tentu saja aku ikut masuk, kalau tidak aku bisa lenyap.

Dalam perjalanan aku hanya mengamati tubuhku yang tidak berdaya. Aku juga mendengar teriakan Ibu dari ponsel.

Aku semakin menunduk, meneteskan air mata dengan tatapan kosong. Aku harus apa? bahkan aku tidak tahu dimana keberadaan laki-laki yang membuatku jadi seperti ini.

Aku juga bingung dengan keadaanku saat ini, kenapa aku bisa terpisah dari tubuhku. Aku transparan, apakah sekarang aku sudah menjadi hantu.

Aku terus saja berusaha memegang apapun yang ada di sekitarku, namun sia-sia. 

Aku tahu akan dibawa kemana, tempat yang paling aku hindari. Karena disana, aku kehilangan ayahku.

Begitu sampai di rumah sakit, tubuhku segera dibawa ke UGD untuk segera ditangani. 

Sesaat sebelum ikut masuk ke ruangan, aku melihat Ibuku yang berlarian sambil menangis.

Hatiku tersayat begitu melihat air mata Ibu yang tak berhenti menetes. Bahkan matanya mulai sembab, kali ini akan bersama siapa Ibuku tinggal.

Aku tidak kuat melihat semuanya, aku berusaha berlari menjauh. Aku tidak tahu harus kemana, aku hanya ingin menjauh dari rasa sakit ini.

Namun, ditengah jalan yang dilalui banyak kendaraan. Kepalaku mulai pusing, pandanganku memudar dan tiba-tiba badanku lemas.

Aku terduduk di jalanan, banyak kendaraan yang menabrak tubuhku. Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi, aku pasrah dengan rencana Tuhan.

***

Aku tidak tahu apa yang terjadi, ketika bangun aku sudah berada di jalanan yang dilalui banyak kendaraan. Tapi anehnya, semua benda seperti menembus badanku.

Dengan penuh kebingungan, aku berjalan ketepian. Mencoba duduk di halte yang terlihat cukup ramai.

Aku berusaha memegang mereka, atau berusaha muncul di depan mereka. Tapi mereka tetap saja tidak menyadari keberadaanku.

Aku frustasi, aku kesal. Sebenarnya apa yang terjadi padaku. Aku lupa rumahku dimana, terakhir kali yang ku ingat hanyalah halte ini.

Aku duduk dipojok halte sambil menangis, aku membenci semua ini. 

Aku terkejut begitu merasakan energi yang sangat besar, energi itu membuatku ciut. Bahkan sudah menjadi hantu pun aku lemah.

Saat aku mulai ketakutan, ada seorang anak laki-laki yang menghampiriku dan mengajakku berlari.

Awalnya aku bingung, tetapi begitu anak laki-laki itu menunjuk sumber energi yang membuatku takut aku segera mengangguk.

Saat ini aku lebih baik ikut menyelamatkan diri, masa iya aku harus mati dua kali. Tidak, aku belum mati.

Begitu aku sudah tidak merasakan energi itu, aku berhenti. Anak laki-laki itu juga ikut berhenti dan mengamatiku dari atas sampai bawah.

Aku berusaha biasa saja, tapi lama kelamaan aku risih. Akhirnya aku menaikkan alisku membuat anak laki-laki itu menggeleng.

"Aku Sean, kakak jangan takut. Kakak ikut aku saja, karena di halte banyak energi jahat yang akan menyerap energi kehidupan kita," ucap anak laki-laki itu yang masih kucerna baik-baik.

PararelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang