Part 2

5.5K 344 18
                                    

Zuya menulikan pendengarannya, pada pekikan demi pekikan yang disuarakan Ibunya. Ia tetap melangkah, digiring menuruni tangga. Hingga pria tinggi tak berhati itu menaiki kuda dan mengulurkan tangannya. Tanpa kata Zuya hanya menuruti keinginannya.

Ringkik kuda itu terdengar. Berderap dibawah kelamnya malam. Meninggalkan Ibunya yang tersedu. Menuju takdir baru yang tak pernah terlintas dalam benak lelaki itu.


***


Darah berceceran. Pedang berserakan. Mayat bergelimpangan. Sejak kuda hitam itu memasuki kawasan istana Zuya serasa berada dalam neraka. Seumur hidup baru kali ini lelaki itu melihat pembantaian didepan matanya. Perutnya melilit nyeri, melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan keji para pemberontak yang memisahkan kepala demi kepala para penjaga istana.

Hanya iblis yang bisa melakukan hal seburuk itu. Menyiksa mayat untuk kesenangan sesaat. Mereka tenggelam dalam tawa, dengan tentengan kepala ditangannya.

"Suka pada apa yang kau lihat?" Arai membuka suara saat keduanya turun dari punggung kuda. Pria itu sengaja memancing emosi Zuya. Ia tahu tatapan ngeri lelaki bersurai panjang ini melihat seberapa besar terror yang telah terjadi.

"Bahkan dikehidupan fana ini Iblis itu benar-benar ada." dan Zuya yang melihat senyum culas pria itu membalas dengan gumaman pedas.

Arai hanya menatap mata sekelam malam itu dalam diam. Mengintimidasi lelaki dihadapannya ini dengan pandangan yang tajam. Sampai sosok bayangan seseorang tampak menghampiri keberadaannya saat ini.

"Kau darimana saja, Arai?" Youzen yang bertanya. Pria gagah itu tampak bersih. Berbeda dengan sekumpulan bawahannya yang gila. Sepersekian detik pandangan Zuya bertemu dengannya. "Ahh... kau mendapatkan barang baru," angguk Youzen seolah mengerti kemana Arai pergi.

Hidup bersama selama bertahun-tahun tentu membuat Youzen paham kebiasaan Arai disamping hobinya membantai. Sebagai pria, tentu ia butuh lubang wanita. Entah itu wanita gila yang rela membuka belahan pahanya, atau wanita yang datang karena sebuah paksaan.

Arai hanya balas menyeringai. Mendorong kasar punggung Zuya untuk berjalan dihadapannya. Kini kedua pemberontak itu mengikuti langkahnya. Zuya sama sekali tak mengerti, apa tujuan pria yang dipanggil Arai itu akan keberadaannya ditempat ini.

Tak butuh waktu lama hingga langkah kaki Zuya terhenti, begitu juga Arai dan Youzen yang berjalan dibelakang punggung sempit lelaki ini. Beberapa langkah dihadapan ketiga orang itu berdiri seorang wanita. Bersandar pada tiang kayu. Menatap ketiganya dengan pandangan penuh napsu. Terlebih Zuya. Ia menilai. Menelisik dari atas kepala hingga mata kaki, apa yang menjadi nilai lebih lelaki ini. Celah bibirnya terbuka. Asap dari pipa rokok yang berada dalam jerat jemari lentik itu mengepul diudara. Dengan langkah pelan ia berjalan. Senyum enggan ia buang. Belahan kimono yang terbuka membuat dada berisi wanita itu tampak sedap dipandang mata. Mengitari Zuya tanpa membuang kerlingan nakalnya. Bibir semerah darahnya berbisik mesra. Menghembuskan asap rokok itu pada diri Zuya yang memilih diam mengatupkan rahang.

"Seleramu berubah," ujarnya tiba-tiba. Bukan pada Zuya, melainkan pria yang berdiri dibelakangnya.

Arai kian menyeringai. Menarik pinggang si wanita yang tak sungkan melemparkan tubuhnya untuk dibelai. "Aku hanya mencoba untuk memungut kucing liar," balas Arai terlampau santai. Berbanding terbalik dengan remasan nakal pria itu pada bokong si wanita yang sintal.

"Kunci dia dimanapun tak ada celah untuk kabur, setelah itu datanglah keruanganku. Kau mengertikan, Mio?"

Mio balas menggesekkan tubuhnya. Menggigit bibir dengan tatapan binalnya. Melenguh liar saat remasan Arai membuat sekujur tubuhnya membara akan napsu dunia. Tak mau membuang waktu lagi, Mio menyeret Zuya mengikuti gerak tubuhnya. Siluet kedua orang itu menghilang dari penglihatan saat berbelok pada lorong istana.

Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang