Part 5

3.8K 294 61
                                    


Pintu itu tertutup rapat, menyisakan Kazuya dengan helaan napasnya. Ia kembali membaringkan diri, memandang langit-langit kamar yang ia tempati. Lelaki itu tak habis pikir pada perbuatan yang Arai lakukan. Ia memiliki wanita secantik Mio disisinya, bagaimana bisa ia masih berniat untuk mendaratkan tangannya pada seorang pria?

'Kutunggu saat dimana kau bisa membunuhku.'

Saat mata itu terpejam, kalimat terakhir Arai kembali terngiang. Zuya ingin lepas dari pria itu, ia ingin kembali bebas, menikmati hidupnya, kembali kepangkuan Ibu yang amat dirindukannya. Tapi jika harus mengalahkan iblis seperti Arai... bagaimana mungkin?

Dalam hidupnya, sekalipun Zuya tak pernah memegang senjata. Pedang dilarang digunakan para penjaga kuil. Mereka hidup untuk mengasihi sesama. Memikirkan kemungkinannya untuk lepas dari jerat iblis itu membuat Zuya mendesah kesal.

.

.

"Hanya satu orang yang masuk dalam penjara." Youzen memandang Arai yang balas menatapnya. Ia tahu Arai pun menyadari kenyataan itu dari jejak kaki yang tertinggal. "Dan menghabisi belasan orang tanpa menimbulkan keributan, hanya ada satu orang yang bisa melakukannya."

"Ryousuke Yamana," Arai menyela. "Bedebah itu bangkit dari kematian, heh?!"

"Kematian?" Mio yang tak mengerti turut menimpali.

Tak ada yang bersuara dalam beberapa lama. Ruangan luas yang berisi tiga orang itu terasa begitu beku.

"Musim dingin dua tahun lalu kami terlibat pertempuran. Kami berhasil membuat mereka terdesak. Aku masih ingat bagaimana pedang Arai menancap didadanya, dan tubuhnya yang melayang jatuh ke jurang. Tapi pertempuran itu berakhir sia-sia, karena rencana penyerangan itu telah mereka ketahui, dan Shogun yang asli berada dalam lindungan Kaisar."

"Ahh... aku dengar Shogun memiliki beberapa tubuh pengganti. Bagaimana dengan yang berhasil kita tangkap?"

"Arai tak akan semurka ini jika itu adalah barang palsu."

"Kenapa kita tidak langsung membunuhnya jika itu benar-benar Shogun?"

"Itu..." Youzen tak melanjutkan kalimatnya, ia justru memandangi sosok Arai yang tengah meneguk sake. "Pertanyaan yang paling penting, apa yang selama ini Yamana lakukan, alasan yang membuatnya berpura-pura mati, hingga ia meninggalkan tempatnya sebagai orang kepercayaan Shogun. Dan yang paling buruk, jika ini bagian dari rencananya selama ini, bukankah kita memakan umpan yang sengaja dia pasang?"

Ketiganya bungkam.

"Menjadikan Istana sebagai lautan darah. Mengumpankan Shogun sebagai pion dalam rencana pembunuhan. Bukankah itu terlalu berlebihan? Jadi istana ini penjara kita?" Mio terkekeh begitu saja. Pemikiran Youzen sungguh mengada-ada.

"Itu masih kemungkinan. Aku hanya menebak kemungkinan terburuk." dan pria itu yang menyadari nada bicara Mio membalas tak kalah sarkas.

"Tingkatkan penjagaan. Kita lihat apa yang bisa para bedebah itu lakukan. Mereka harus siap mati jika berani melangkah ke sini."

Dengan kalimat itu Arai beranjak pergi. Mio dan Youzen yang tertinggal di belakang sengaja tak mengikutinya. Mereka tahu Arai sedang dalam kondisi yang buruk. Mendekatinya hanya akan menyulitkan mereka saja.

***

Arai kembali memasuki ruangan yang Zuya tempati saat hari telah gelap. Lelaki yang tengah memandangi halaman dari jendela itu terkejut, namun tak butuh waktu lama hingga ia berlagak tak peduli akan kehadirannya. Yang membuat Zuya membelalak, saat dengan enteng Arai melepas pakaian yang tengah pria itu kenakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang