Part 3

5K 351 18
                                    

Dengan pakaian terkoyak Zuya meringkuk ketakutan disudut ruangan. Dan didepan lelaki itu berdiri Arai yang membabi buta menjagal kepala bawahannya. Pria itu tiba-tiba saja datang menghunus pedang. Melempar tubuh pria yang menindih Zuya. Menebas lehernya. Mengoyak jantungnya. Memburai ususnya. Menulikan telinga pada harap pengampunan para bawahannya.

Kengerian Zuya semakin menjadi, saat melihat Arai mencongkel mata salah satu diantaranya. Dia bahkan menginjak kepalanya. Berkali-kali. Memotong tangan dan kakinya. Mencincang tanpa belas kasihan. Ia bahkan tak peduli pada jiwa dan raganya yang bermandikan darah manusia.

Saat serpihan raga kelima orang itu terbujur kaku. Arai berjalan pada diri Zuya yang kini membeku. Pria itu memandang Zuya sama seperti saat membantai orang-orang itu. Matanya... tak ada kehidupan disana. Dia seolah bukan manusia. Ditengah ancaman yang datang, Zuya berusaha merangkak dalam ketakutan. Hingga sebilah pedang tajam berlumur darah menancap tepat didepan matanya, menghentikan gerak tubuhnya begitu saja.

Saat dimana Arai menyambar kerah kinagashi yang terkoyak dari tubuhnya, lelaki itu sontak memejamkan mata.

***

Bugh!

Youzen menoleh pada tubuh Zuya yang menghantam bahunya. Pria itu nyaris saja tersedak. Ia menelan protesnya saat melihat sepucat apa rupa Zuya. Tak butuh waktu lama hingga tatap matanya beralih pada diri Arai. Tuannya itu tampak begitu menakutkan. Berkali-kali ia melihat sorot mata itu saat keduanya berada dalam medan peperangan. Dan kini, sepagi ini, didepan semua bawahannya yang tengah sarapan bersama, Arai melempar sebuah kepala yang Youzen yakini sebagai salah satu dari begitu banyak bawahannya.

"Nyawa kalian akan berada diujung pedangku jika berani menyentuhnya!" Arai menunjuk Zuya dengan pedangnya. Para pengikutnya menelan ludah susah payah. Sebagian menajamkan mata hanya untuk sekedar menyimpan sosok Zuya dalam memori otaknya, tak ingin membuat kesalahan yang berujung dengan kematian mengenaskan.

Arai kembali menyeret Zuya dan menghempaskan tubuh itu tepat disamping Youzen. "Makan!" perintahnya dengan satu bentakan.

Zuya menggeleng. Bagaimana dia bisa makan jika apa yang tampak dalam matanya hanya genangan darah manusia. Perutnya melilit nyeri sedari tadi.

Melihat penolakan itu membuat Arai kembali naik pitam. Cawan sake yang berada dalam genggaman tangannya hancur begitu saja. Mio yang duduk diseberang meja makan itu hanya diam memandang, wanita itu justru menunggu apa yang akan terjadi dimeja makan pagi ini.

"Kau benar-benar menguji kesabaranku." Arai mendesis berbahaya. Tatap matanya beralih pada Mio yang duduk diseberang sana. "Kurung dia ditempat ia semula! Jangan memberinya makan. Biarkan dia mengemis untuk mendapatkannya."

Mio yang mendapatkan perintah itu mengulas senyum diwajahnya.

"Ehnn..." Youzen berdeham. Memutus niat Mio berdiri dari tatami yang wanita itu duduki. "Biar aku yang mengantarnya. Kau temani saja Arai."

Youzen menyambar lengan Zuya. Menggiring lelaki itu meninggalkan ruang makan yang tak tampak lagi sebagai bagian dari sebuah istana. Dan dibalik tindakan itu, Arai mengatupkan rahang saat melihat punggung keduanya meninggalkan ruangan. Pria itu mengalihkan pandangan saat tiba-tiba saja Mio menggelayut manja dilengannya.

Masih dengan menundukkan kepala Zuya berjalan dengan genggaman Youzen dilengan kanannya. Lelaki itu tenggelam dalam kesedihan, saat menyadari keberanian dan kekuatannya menghilang dalam semalam. Raga ini seolah bukan miliknya. Sulur-sulur fana seakan menjerat jiwanya yang terjebak diluar sana. Tak dapat kembali, hingga yang tersisa saat ini sosok yang tak lagi Zuya kenali.

Kedua kaki itu berhenti saat menyadari Youzen tak bergerak lagi. Pria itu berdiri didepan ruangan dimana Zuya disekap semalam. Mengrenyitkan dahi saat melihat potongan tubuh manusia berserakan dimana-mana.

Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang