Suara lantunan piano terdengar lantang. La Campanella karya Franz Liszt terdengar indah menyeruak ke seluruh ruangan.
Tangan cantik itu menekan dengan lihai. Tatapan tajam dibelakang tidak pernah terlewat satupun untuk gadis itu. Rambutnya berikatan kuda poni bergoyang menandakan ia sudah selesai.
Wanita tua menaruh lembar pelatihan gadis diatas panel piano. "Belajarlah lebih giat, hasil mu semakin meningkat."
Setelah langkah wanita tua tidak terdengar kembali di ruangan, gadis yang awalnya tersenyum menjadi murung melihat nilai yang didapat. Terlukiskan angka 71 dengan tinta merah.
"Sulit ya untuk mendapatkan kepercayaan." Kepalanya ia tumpu di atas tuts piano. Tanpa disadari, name tagnya terjatuh. Bukan suatu pertanda yang baik. Jari-jarinya memerah, tak terhitung gadis berapa kali menekan tuts.
Bakat yang dibilang sudah sangat indah ini dikatakan belum sempurna. Angka berwarna merah membuatnya semakin banyak tekanan.
****
"Nevada, apa yang kamu akan kamu lakukan jika impianmu terkabulkan?" tanya gadis berambut lurus tergerai. Lesung pipinya terlihat manis. Suasana sejuk membuat keduanya merasa nyaman mengerjakan tugas.
Nevada ingin menjawab, namun, maniknya terpaku dengan satu hal. Kertas tugas milik Melody bercak merah pucat dan terlihat sudah mengering. "Apa ada seseorang yang menumpahkan sesuatu ke kertas tugasmu?"
Pertanyaan Nevada membuat Melody menggeleng antusias. "Aku tidak sengaja menumpahkannya di kamarku." Pemuda itu menghembuskan nafasnya, ia menatap Melody yang berbohong padanya.
"Lebih baik kamu jujur ... aku tahu ada seseorang yang melakukan hal itu padamu." Melody hanya menganggukkan kepalanya. Senyumnya menjadi canggung ketika ketahuan berbohong.
Saat keduanya tengah hampir menghabiskan setiap lembaran buku yang dibaca, tetesan darah terjatuh tepat di atas cermin kecil milik Melody. Nevada yang menyadari hal itu refleks menggulungkan tisu terdekat dan memberikan ke Melody. Tangan lainnya perlahan membersihkan darah yang berceceran di meja.
Melody mendongakkan kepalanya agar darah tidak terus keluar dari saluran pernafasan. Nada dering terdengar sebelum Nevada mengangkatnya. Pemuda mencoba menghubungkan petugas kesehatan Penthouse Class. Melody mencoba menutup matanya pelan.
'Maafkan aku, ibu. Melody mimisan lagi.'
****
"Sudah Mama bilang jangan peduli dengan urusan orang lain!" Wanita paruh baya berteriak sambil mencengkram tangan anaknya. Nevada terus menundukkan kepalanya.
"Kenapa kamu bisa bersama Melody?" Keheningan tanpa jawaban membuat wanita itu tidak terima. Nevada semakin tertunduk, ia tidak berani menatap wajah mamanya.
"Sudahlah, Nona Deralia. Dia hanya membantu." Bibi Sua menyahut sambil membersihkan tas dan perlengkapan milik Nevada. Tatapan wanita tajam mengarah ke pembantunya.
Deralia melepaskan cengkramannya dengan kasar, dan meninggalkan anaknya sendiri di ruang tengah. "Kalau mama mengetahui kamu kembali berteman dengan Melody, jangan harap kamu bisa kembali ke rumah ini!"
"Apa salah Nevada berteman, ma? Nevada hanya bisa berteman dengan siswa Penthouse Class saja."
Tepat saat pemuda itu berbalik. Sebuah pelukan mendarat sempurna. Tangan putih mulus mengelus punggung Nevada dengan lembut. Tangisan semakin terdengar. "Kan ada kakak disini. Sudah ya, jangan nangis ... kok ranking empat nangis, sih."
Suara lembut membuat Nevada sedikit tenang, ia melepaskan pelukan kakaknya. "Kak Nathan, jangan pernah tinggalkan Nevada, ya."
Sosok kakak itu mengangguk kuat dan tersenyum. Ia begitu sayang kepada adiknya, mau sekuat apapun orang tua mereka memisahkan mereka. Keduanya adalah saudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]
Random[Dibukukan ✓] Penthouse Class adalah istilah yang tidak asing bagi seluruh pelajar di kota Nevulie. Sebuah kelas yang berada di ketinggian 100 lantai di gedung Heraza High School. Dimana di lantai bawahnya terdapat asrama untuk ditempati oleh 7 oran...