Kalau aku marah
aku akan kehilangan semuanya
Part 4 semoga suka, selamat membaca
Vania masih duduk ditempat yang sama, setiap kali wajahnya menengadah langit air matanya selalu mengucur bebas, dadanya bergemuruh, Vania tidak tau harus menjalani hidup seperti apa, semua orang memberinya penghakiman tentang sebuah persoalan yang ia sendiri tidak melakukannya, dulu setiap kali Vania sedang hancur ada Janu yang selalu meyakinkan dirinya kalau ia mampu, tapi sekarang Vania tidak punya siapa-siapa.
Ketika Vania sedang memainkan kuku-kuku jarinya, tiba-tiba sebuah benda dingin menyentuh pipinya, sontak membuat dirinya terkejut dan langsung melirik ke samping "Raga," ucap Vania dengan mata berkaca-kaca, sedangkan Raga tersenyum lebar sembari memberikan botol air yang awalnya di tempelkan di pipi Vania "Lo suka rasa jeruk kan?," Tanya Raga dan di jawab anggukan oleh Vania.
Vania menerimanya, kemudian Raga duduk disamping Vania. "Tadinya mau bawain lo bakso juga tapi susah," Raga tersenyum tipis, kemudian ia membuka tutup botol minuman teh yang ia bawa, sedangkan Vania menatap Raga yang sedang menikmati minuman segarnya, melihat Raga minum membuat Vania Haus, ketika ia kesusahan membuka botol minuman itu Raga membantunya tanpa banyak bicara, tapi insiden itu malah membuat Vania menangis, sontak membuat Raga bingung.
"Lo kenapa Van?," Tanya Raga
Akhirnya Vania punya alasan untuk menangis, yaitu karena kebaikan Raga "Lo baik banget Ga," ucap Vania dengan suara terbata-bata dengan tangis yang masih belum berhenti, nafas nya tersengah-sengah "Di saat orang-orang lagi nggak baik sama gue, lo tetap baik sama gue, diam-diam lo mau menemani gue," ucap Vania sembari mengucek ucek air matanya "Makasih Ga," dan nyatanya di saat seseorang sedang hancur, hanya butuh perhatian kecil dengan begitu ia tidak akan merasa sendiri.
Ucapan itu malah membuat Raga tertawa "Lo kenapa sih Van? Mana Vania yang galak? Mana Vania yang selalu kuat?,"
"Gue nggak tau harus pergi ke mana Ga, tapi semenjak Janu pergi gue kaya oran yang kehilangan arah, gue nggak pernah menyangka kalau Janu akan setega ini, bahkan gue sendiri nggak pernah punya bayangan tentang hari dimana janu pergi, gue seperti sudah menaruh seluruh perasaan gue untuk Janu,"
"Gue udah kehilangan banyak Ga," Vania menghela nafas sesak. "Gue nggak pengin ngeluh , tapi keadaan selalu memaksa gue untuk mengeluh, bahkan saking capeknya menjalani hidup ini gue pernah mikir, kalau di dunia ini gue nggak di harapkan kenapa gue harus di lahirkan?," Vania menunduk sembari kaki kakinya di mainkan di tanah, air matanya tidak bisa ia bendung "Ternyata pura-pura kuat itu capek ,"
"Terlahir dengan beban sebagai pelaku itu melelahkan, segala bentuk pembelaan yang kita ajukan pun hanya dia anggap sebagai bualan, di mata mereka gue selalu salah, sekolah yang gue kira bisa jadi tempat pelarian paling nyaman justru menjadi tempat yang memberikan banyak tekanan dan penghakiman,"
Ada rasa sesak yang ikut menerjang Raga, Kemudian dengan ragu Ia mengusap pundak Vania, ia seperti kehilangan kata-kata "Gue akan selalu ada di sini kok Van, bahkan ketika seluruh dunia nggak suka sama lo gue akan tetap suka, lo itu berharga van," Raga menghela nafas "Soal Janu lo bisa cari cowok lain Van, di dunia ini masih banyak cowok yang lebih baik dari Janu,"
Vania menatap Raga "Ini bukan soal orang baru , tapi soal gimana perasaan ini, Janu itu udah kaya rumah buat gue," Vania mengepalkan kedua tangannya "Pacar, keluarga, sahabat, semua ninggalin gue, ada satu yang nggak ninggalin gue tapi memberikan beban yang luar biasa untuk gue yaitu semesta,"
"Gue pengin hidup normal kaya cewek lain , yang ketika menginjak masa SMA hanya memikirkan main, tugas sekolah, kumpul bareng teman-teman, tapi sayangnya gue nggak bisa, bahkan hal yang paling dekat kasih sayang keluarga pun gue nggak punya, bahkan semenjak lahirpun dunia sudah mendikte gue kalau gue manusia yang kotor dan tidak baik,"
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU
Teen FictionSeorang remaja yang menggunakan seragam putih abu-abu duduk di samping makam, wajahnya terlihat tampan dan karismatik ia duduk sembari mencabut rumput yang sudah lumayan panjang, Anehnya pemuda tersebut mengunjungi makam di pagi buta, disaat semua...