𝙸 𝙻𝚘𝚟𝚎 𝙵𝚒𝚌𝚝𝚒𝚘𝚗 𝙶𝚞𝚢

74 11 4
                                    

Halowa :)

Cerita ini adalah cerita paling absurd yang pernah aku tulis, really :v Tokoh yang ada di sini berasal dari ceritaku yang lain, so, ini kayak PELARIAN aku yang kangen sama mereka setelah ceritanya tamat.

Bear with me :")

Kalau benar Tuhan-lah yang menuliskan kehidupan manusianya, pasti dia menulis kehidupanku dengan setengah hati.

Bukan berarti kehidupanku ada kejadian besar atau turning point-yang biasa terjadi ke tokoh-tokoh di novel agar mereka berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk-yang membuatku protes pada Tuhan akan betapa sengsaranya hidup ini.

Justru, kehidupanku berjalan terlalu datar.

Kututup novel berjudul 'Forestesia', mendorongnya di atas meja agar agak menjauh dariku dan menatap ke jendela yang tepat berada di depan.

Sembari menatap langit mendung yang selalu ada, jalan Buccleuch-diucap book-loo- yang basah dan orang-orang berjaket atau berpayung, aku membayangkan narasi dalam novel yang barusan kubaca.

Jantungku berdegup cepat memikirkan dialog antar dua tokoh yang kuharapkan bakal menjalin kisah cinta nantinya. Ototku berkedut ketika ada yang dipertaruhkan di dalam kisah mereka. Semua indraku otomatis menerapkan deskripsi gestur tokoh-tokohnya seolah akulah yang ada di sana.

Haaah, aku berharap aku di sana.

"Boleh, gak, aku jadi kau aja, Athyana?" keluhku dengan muram.

Selama tujuh belas tahun aku bernapas, aku pernah jadi juara kelas juga yang terpayah di kelas. Aku pernah berteman dan bertengkar. Aku punya mantan pacar dan rival-yang entah siapa orangnya, tapi mereka tidak menyukai keberadaanku. Keluargaku masih lengkap meski tak memiliki saudara kandung.

Dengan bangga aku bilang aku memiliki hidup yang normal dan ... aku mulai muak.

Aku butuh sesuatu yang lain, sesuatu yang dahsyat dan membuatku merasa benar-benar menjadi 'tokoh utama'. Orang yang 'satu-satunya'!

Misal, seperti di 'Forestesia', aku akan jadi 'Amara' menemui ras manusia berkemampuan dan berteman dengan mereka. Lalu, aku akan tinggal di istana terbang Iredale, menjadi Putri ras Api, dan mengencani prajurit-prajurit putih yang tampan!

Atau, jika aku tinggal di Nascombe, aku jadi menjadi peri Daun dan meminta penduduknya agar mengadakan sayembara calon suami untukku!

Kuhempaskan napas dan menyenderkan dagu di meja. "Yaaa, mana mungkin itu terjadi di dunia nyata."

Kudengar suara langkah disusul perkataan. "Aku tau kau masih ada di sini."

Tanpa aku menoleh pun, aku tau itu Om Fran, salah satu staf di toko buku 'Joel's library'. Pria empat puluhan, bersurai cokelat gelap, mata berwarna abu gelap agak biru dan janggutnya terlihat baru tumbuh itu menaikkan alisnya dua kali, terkesan menyapa. "Sedang berfantasi dengan villain tampan lagi?"

Aku menambah kesan muram di wajahku saat menoleh padanya. Dia ber-ugh, "jelek sekali. Kutebak kau sudah membaca bagian di mana orang tua Athyana adalah robot."

"Salah, aku sudah membaca bagian ketika Athyana diculik lagi sama Karma." Aku mengetuk buku bersampul keras itu. "Sejauh ini aku menikmatinya. Meski ada beberapa plot hole. Ini Duologi, kan? Mungkin pertanyaanku akan terjawab di buku kedua."

Pria itu menautkan alis. "Sudah sampai sana? Kau baca dari awal, kan?"

Kuhempaskan napas lelah lagi. "Kalau novel yang Anda rekomendasikan, pasti langsung aku baca," ujarku dengan bangga. "Membaca lima ratus halaman dalam sehari tidak sulit."

I'm No Longer '𝙵𝚒𝚌𝚝𝚒𝚘𝚗𝚊𝚕' [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang