Fiction became real?! Part 2

4 2 0
                                    


Sensasi jatuh yang saat ini kurasakan nyaris sama dengan sensasi ketika aku menaiki roller coaster. Bedanya, aku bukan melaju ke depan, tapi ke bawah. Plus, aku tidak dijaga oleh sabuk pengaman.

Suara angin menghalangi pendengaran dan aku menolak untuk membuka mata. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku merasa ada sesuatu yang meraihku dan guncangan yang kualami bukan guncangan karena tubuhku membentur aspal dingin.

"Ups, kalian tidak apa-apaaa?" tanya seseorang dengan nada bicara yang ramah.

Aku membuka mata, melihat sepasang manik biru laut milik laki-laki yang mengaku sebagai Reaper. Ya Tuhan, aku sering membayangkan manik biru ini, tapi melihatnya secara langsung benar-benar membuatku ... candu.

"Azuki ...," gumamku yang deg-degan setengah mati.

Matanya membulat. "Kau benar-benar mengenalku," ungkapnya.

Suaranya membuatku sadar kalau aku kini berada dalam gendongannya. Kulihat sekitar. Azuki menapak pada cabang kokoh dari pohon besar yang tumbuh di atas trotoar jalan. Di bawah sana, ada laki-laki berjaket hijau army yang menyapaku di tukang kebab, sedang menyentuh batang pohon dan mendongak pada kami sembari menyeringai.

Aku menatapnya tidak percaya. "Kau—"

"Kamu mengenalku, kan?" selanya.

Ya ... aku punya dugaan kuat soal identitasnya setelah mengetahui kalau tokoh fiksi yang kusuka menjadi nyata.

Kalau dia orang yang menumbuhkan pohon ini, maka dia adalah ....

Enma mendarat di aspal tak jauh dari kami, membuat jalanan retak dan hancur di bawah kakinya. Dia menengadah padaku. "Hah? Apa-apaan ini? Kalian mengincarnya juga?"

"Juga?" ulang Azuki. "Kau siapa?"

"Kau yang siapa," kesal si laki-laki iblis. "Lepaskan dia. Aku ada urusan penting padanya. Kalau tidak—" Dia mengambil kuda-kuda, siap untuk beradu tinju. "Jangan salahkan aku kalau tulang kalian patah."

Laki-laki yang memakai jaket hijau bergidik iseng. "Gak perlu bertengkar. Kita bisa membicarakan ini baik-baik," ungkapnya.

"Baik-baik?" Enma mendengus. "Kedatangan kalian sama sekali tidak baik-baik."

"Kamu bilang begitu setelah melepas gadis ini di udara? Kamu gila, ya?"

Kututup mulut, tidak percaya sekaligus kagum. Kepribadian itu ... tidak salah lagi. Itu Saga, dari 'Forestesia'! Laki-laki green flag pujaanku setelah 'Lofi' dari cerita yang sama!

Kudengar suara langkah lain dari arah belakang. Azuki membalik badannya dan kami mendapati dua orang pria Eropa yang tadi.

"Waduh, mereka rekannya? Banyak juga," ungkap pria yang tinggi, melihat ke Enma dan Saga. "Kau serius kita akan melawan ketiga remaja ini, Levine?"

Pria di dekatnya membalas. "Apa boleh buat. Minimalkan serangan yang berujung luka parah."

Aku terkesiap. "LEVINE?!"

Kedua pria itu langsung melihatku.

"Kau kenal dengan mereka?" tanya Azuki, tidak menunjukkan perubahan ekspresi—astaga, dia benar-benar seperti yang aku baca di novel—!

"D-dibilang 'kenal', sih, tidak juga ...."

Bagaimana menjelaskannya, ya?

Pria yang kutebak bernama 'Harold' agak melantangkan suaranya dan bicara padaku. "Kalau kau mengenal kami, kenapa kau lari dari kami tadi siang?"

"Aku—"

Enma melompat tinggi dari jalan, mendarat di cabang pohon di seberang kami tanpa kesulitan. Wajah angkuhnya masih terpasang. "Aku tidak punya waktu meladeni kalian, monster."

I'm No Longer '𝙵𝚒𝚌𝚝𝚒𝚘𝚗𝚊𝚕' [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang