°17°

454 72 4
                                    

.
.
.
.
.

"Katsuki! Kau bertengkar lagi dengan anak-anak di dojo, kan?!"

Mitsuki mengomel begitu putranya kembali dari dojo milik keluarga Todoroki. Dengan berkacak pinggang dia menatap Bakugou yang memiliki bekas luka di sudut bibir dan rambutnya yang acak-acakan.

Si kecil Bakugou berdiri di depan ibunya dengan membuang wajah ke arah lain dan manyun sebal. "Mereka yang mulai duluan." Jawabnya jutek.

Sang permaisuri menghela napas panjang. "Sudah berapa kali ibu bilang, kau harus jaga sikap. Entah apa yang membuatmu kesal, tapi jangan sampai menghajar mereka! Kekuasaanmu sebagai putra kaisar tidak boleh disalahgunakan untuk memukul anak lain."

Bakugou hanya diam, masih membuang wajah dan manyun sebal.

"Katsuki, apa kau mendengarkan ibu?!"

"Hish, iya aku dengar!" Sentak Bakugou kesal.

Mitsuki mendengus, meski barusan Bakugou masih menyentak tapi itu lebih baik daripada tidak menjawab sama sekali.

"Jadi, mau beritahu ibu alasan pertengkaranmu kali ini?"

Bakugou menatap kakinya dengan kening yang berkerut marah. "Mereka menjahili anak-anak perempuan di sekitar dojo."

Mitsuki mengerjap. "Huh?"

"Aku mengatakan sikap mereka sangat payah. Mereka tidak terima dan kami bertengkar."

Mendengar penjelasan itu, si permaisuri tersenyum. "Aduh, ternyata putraku manis juga."

"Jangan mengejekku!" Raung Bakugou, tapi kemudian Mitsuki menepuk puncak kepalanya.

"Pertengkaranmu kali ini rupanya memang tidak terelakkan. Ibu tetap tidak suka kau sering berkelahi, tapi sikapmu membela anak-anak perempuan itu sudah benar."

Bakugou kembali membuang wajah. "Aku bukan membela mereka, aku hanya mengejek anak-anak payah itu."

"Haha, jangan malu-malu begitu." Mitsuki mengusak rambut anaknya dengan gemas, berhenti tak lama kemudian karena Bakugou mengomel risih.

Dengan lembut Mitsuki mengusap sudut bibir Bakugou yang sedikit berdarah. "Nee, Katsuki, berjanjilah pada ibu kau akan selalu melindungi mereka yang lebih lemah darimu, ya? Terutama perempuan dan anak-anak."

Dia mengambil obat dan mengurus luka di bibir putranya itu. Bakugou mendesis kecil saat sengatan perih terasa. "Kemudian, saat kau memiliki seseorang di sampingmu nanti, perempuan yang akan mendampingimu, lindungi dia dengan sungguh-sungguh."

Bakugou kecil mendengus. "Apa sih, menyusahkan saja."

Mitsuki tersenyum, selesai mengobati. "Sudah sana, ganti pakaianmu yang kotor dan berantakan itu."

.
.
.
.
.

Midoriya membuatnya mengingat pada apa yang ibunya katakan saat dia kecil dulu.

Sosok di sampingnya, seseorang yang akan menjadi pendampingnya. Midoriya adalah calon permaisuri, calon istrinya. Itu cocok dengan kriteria yang ibunya katakan.

Meski mereka hanya dijodohkan, tapi toh Bakugou tetap akan menikahinya. Awalnya dia memang malas dengan perjodohan itu, tapi dia kini lebih malas jika harus mencari sosok lain sebagai calon istrinya. Midoriya juga bukan tipe perempuan yang menyusahkan, jadi dia tidak terlalu terganggu.

Namun selama awal Bakugou mengenal Midoriya, dia lupa akan perkataan Mitsuki. Karena kesibukan dan tidak tertariknya dia untuk menikah buru-buru, dia seperti membiarkan saja gadis itu.

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang