6.

3.7K 544 24
                                    

"Siapa keparat yang..."

Situasi mendadak tegang.

"... membuat makananku jatuh?"

Fredi Aldianolic. Pria bersurai merah dengan netra hijaunya melirik Raka tajam. Bulu kuduk Raka seketika berdiri saat mendapati tatapan tajam itu.

"Kau?"

Raka sontak menggeleng tegas. "Memang aku yang menubrukmu hingga makananmu jatuh. Tapi percayalah, dia yang memukulku duluan."

Pandangan Fredi mengikuti arah telunjuk Raka. Laki-laki itu mendekat ke arah Mexi, membuat Mexi dan antek-anteknya mundur.

"F-Fredi..."

Dengan emosi yang begitu kentara, Fredi mendaratkan pukulan pada Mexi membuat tubuh laki-laki itu menubruk meja yang berisi hidangan-hidangan makanan.

Bruk!

Prang!

"Kyaa!" semua orang berteriak histeris. Antek-anteknya Mexi yang melihat itu, bergetar ketakutan.

"Kau..." Fredi mendekat, menarik paksa kerah seragam Mexi. "Harus diberi pelajaran."

Bugh!

"Bagaimana cara."

Bugh!

"Untuk menghargai."

Bugh!

"MAKANAN!"

DUAGH!

Mexi terbatuk. Mulutnya mengeluarkan darah. Wajahnya saat ini bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Orang-orang yang menonton tidak berani mengambil tindakan untuk menolong. Semuanya bergidik ngeri melihat penampakan Fredi yang mengerikan.

Napas Fredi memburu. Tatapannya menghunus tajam. "Masih belum cukup."

Bugh!

"Arghh!" Mexi mengerang.
Lagi, Fredi menyerang dengan membabi-buta.

Raka yang menyaksikan membulatkan bibirnya. Ngeri.

Kerumunan itu diselip paksa oleh anggota Dewan dan beberapa Professor. Semuanya langsung bubar seusai perintah. Pukulan Fredi berhenti saat mendapati anggota Dewan datang dengan para Professor.

"Karena hari ini sudah malam, kalian istirahatlah ke asrama masing-masing. Tapi ingat, besok datang ke ruang Kebijakan! Mengerti?!" titah Professor. Ucapan itu ditujukan untuk Mexi dan antek-anteknya, Fredi, dan Raka.

Mampus. Raka mengumpat dalam hati. Niat hati tidak ingin mencari masalah, kini ia harus terjebak masalah di luar alur cerita aslinya.

***

Setelah mandi, Raka memakai piyama tidur. Laki-laki itu melihat pantulan diri di cermin, menekan luka yang ada di pipinya akibat mendapat pukulan dari Mexi. Sontak, Raka meringis.

"Sialan. Aku ingat, tidak pernah menulis plot dimana adegan barusan terjadi."

Raka mendengkus. Meski begitu, nama Mexi sedikit familiar. Ia seakan pernah menciptakan karakter dengan nama Mexi.

"Ah!" Raka berseru. "Aku ingat, ibarat kata di dunia dulu, dia si tukang bully. Dia sumber kemalangan dari Farrel yang saat itu dikucilkan."

Raka menghela. Tangannya bergerak mengacak rambutnya, "Sialan. Kenapa sekarang aku malah berurusan dengan mereka? Apalagi tadi si rambut merah terlihat mengerikan."

ISEKAI : The Second Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang