Terungkap

7 1 0
                                    

Pada pagi hari, aku terbangun dengan posisi badan yang sudah tidak karuan, rambut acak-acakan dan juga sprei yang sudah behamburan. Untung saja nenek tidak memarahi ku.

Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul gozen-roku-ji yang berarti dalam bahasa Indonesia pukul sembilan pagi.

“kayaknya langka banget aku bisa bangun jam segini, apalagi di hari libur, pasti nenek ku bangga” ucap ku seorang diri dengan tampang yang sangat percaya diri.

“hari ini aku ngapain ya?, pasti kakek dan nenek belum bangun, biasanya kalau kakek dan nenek bangun, lantai bawah sudah di ramaikan dengan benda-benda dapur yang berbunyi”.

Tiba-tiba, aku teringat akan anjing yang berada di dalam gudang, aku ingin bermain dengannya, semoga saja nenek belum terbangun dari tidurnya. Sebelum pergi ke gudang, aku terlebih dahulu merapikan kamar ku yang hampir seperti kapal pecah.

Saat ini, aku sudah berada di ruang tamu. Pandangan mata ku menjelajahi sudut-sudut ruangan untuk memeriksa bahwa tidak ada siapapun yang bangun pagi ini selain diri ku.

Saat ku rasa sudah aman, aku pun menghela nafas lega “mungkin nenek sama kakek kecapean jadi masih belum bangun, bagus lah kalau begitu jadi aku bisa puas-puasin main sama anjing nya”.

Aku berjalan menuju gudang dengan cara mengendap-endap sambil sesekali mengecek seisi ruangan agar tidak ada yang tahu kalau aku pergi ke gudang.

Sesampai di gudang, aku memutar knock pintu dan melihat anjing itu sedang berlompat-lompat di depan ku, seperti nya itu adalah kode supaya aku mengajaknya bermain.  Aku mencari-cari apa yang anjing sukai, aku melihat ada bola kasti yang tidak terpakai “hmm, kayaknya kita bisa bermain dengan ini, bagaimana?” ucapku sambil melirik anjing tersebut.

“gukk gukk gukk” anjing itu menggonggong sambil berputar-putar menandakan bahwa ia setuju dengan perkataan ku.

Aku keluar dari gudang dan berlarian di taman sambil membawa bola, lalu aku melemparkan bola tersebut ke arah anjing itu. Ia sangat cekatan, bukti nya ia bisa menangkap bola yang aku lemparkan. Aku melakukannya berulang-ulang, dan ia terus menangkap nya.

Kali ini, aku melemparkan bola nya dengan sekuat tenaga akan tetapi, aku tidak memprediksikan lemparan ku, akibatnya bola tersebut melambung tinggi dan cepat mengenai jendela kaca. Jendela tersebut mengarah langsung ke ruang tamu. Aku terkejut bukan main, suara pecahan kaca tersebut terdengar keras di telinga ku, bahkan serpihan-serpihan nya berserakan dimana-mana.

“OMG, maafkan aku Tuhan. Selamatkan lah aku dari amukan nenek” ucap ku setengah berteriak.

Aku segera berlari cepat menghampiri jendela tersebut tetapi, alangkah terkejutnya aku saat melihat anjing itu juga berlari kencang menghampiri bola yang telah masuk ke dalam rumah, kali ini aku sangat-sangat panik, belum selesai kepanikan ku yang tadi, sekarang bertambah lah insiden yang membuat nyawa ku di ujung tanduk.

Batin ku berkata “Tidakpapa Tuhan, ambil saja nyawa ku sekarang, aku tidak sanggup berhadapan dengan nenek” ucap ku spontan, dan langsung menggelengkan kepala ku karena tidak memikirkan dampak dari ucapan yang buruk itu.

Baru saja kaki ku melangkah masuk ke dalam rumah, aku sudah di sambut oleh kakek dan nenek, mereka menatap ku seolah meminta penjelasan atas kejadian tadi. Nenek yang sedang berdiri dengan mendekapkan tangannya, sedangkan kakek sudah menggendong anjing itu layaknya anak bayi.

“bagaimana? puas bermainnya?” pertanyaan ini seharusnya biasa saja, dan seharusnya aku bisa menjawabnya dengan mudah. Tetapi karena melihat tatapan nenek dan suara nya yang tegas, membuat lidah ku kelu dan tidak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa pasrah, dan menundukkan kepala ku saat ini.

“sekarang nenek tanya lagi, ini anjing siapa? kenapa bisa-bisanya anjing ini di rumah?!!” ucap nenek dengan nada yang sedikit tinggi.

“a-anu.. ituu nek..” sial, aku tidak dapat menyelesaikan kalimat ku.

Aku menatap kakek dengan tatapan memohon, berharap kakek dapat membantu ku menjelaskannya kepada nenek. Aku menunggu-nunggu respon kakek, tetapi sepertinya bukan aku saja yang takut, mungkin kakek juga. 

“kenapa kalian jadi bertatap-tatapan?!!” tatapan nenek sugguh mengintimidasi diri ku dan juga kakek.

Kakek tiba-tiba menurunkan anjing tersebut dan membiarkan anjing itu berlari bersama bola nya menuju gudang.

Kakek mengelus-elus punggung nenek, dan mengarahkan nenek untuk duduk di sofa terlebih dahulu. Sepertinya, cara ini sangat ampuh untuk menetralisir emosi yang ada di tubuh nenek.

“jadi gini, anjing itu ku temukan di peron kereta. Aku tidak tahu siapa pemiliknya, aku sudah mencari-cari dan tidak ketemu. Jadi aku berpikir untuk membawa anjing itu terlebih dahulu, aku tadi berniat mencari tahu soal anjing ini dan mencari pemilik aslinya, ku pikir aku sempat melakukan nya sebelum kamu mengetahuinya. Maafkan aku istriku” ucap kakek panjang lebar dan diakhiri kata-kata pemanis di akhir ucapannya.

Nenek yang mendengar pun menjadi luluh. “yasudah, semoga pemilik aslinya ketemu biar kita ngga ribet juga meliharanya” ucap nenek ketus.

Hachikō StatueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang