1. Di Sini Kita Bercerita

6 0 0
                                    

"Pak Haru, tarik nafasmu perlahan dan hembuskan... Kembali tarik dan hembuskan... Pejamkan matamu, rasakan bahwa dirimu berada di tempat ternyaman yang pernah kau rasa, beserta dengan diri yang damai dan dicintai..."

"Buka matamu perlahan,"

...

Jumat pukul 8 malam, tanganku bergetar bersimbah darah, kepalaku penuh dan berisik, sebagian menyalahkanku, sebagian membenarkan. Aku harap ini semua mimpi... karena aku yakin, kami saling mencintai.

Bodoh, bohong, ini semua gila! Ia meninggalkanku demi pria yang tak seberapa itu?

...

"Kento!" Aku berlari menghampiri pria bersurai hitam yang baru saja memasuki ruang tamu rumahku, bibirnya menarik membuat senyum kecil dan kedua tangannya terbuka hendak menyambutku ke pelukannya, hangat. Tak terasa, sudah tiga tahun aku menahan diri dan perasaan ini.

Sampai detik ini, Kento belum mengetahui bahwa perasaanku lebih istimewa dibanding sekedar teman kecil, tetapi malam ini, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa ia harus tahu perasaanku.

"Jangan berlari... Kau tahu itu tidak bagus untuk paru-parumu," Ujar Kento dan melonggarkan pelukannya agar kami dapat saling menatap, kini tangannya berpindah ke puncak kepalaku mengusapnya.

Aku tidak pernah tahu benar perasaan Kento terhadapku, terkadang seperti pria terhadap wanita atau sekedar teman pria yang membatasi dirinya dengan teman wanita. Aneh.

Tetapi ia memang harus tahu perasaanku sebelum aku kembali ke London.

"Aku tidak berlari, hanya berjalan cepat," Jawabku yang hanya direspon dengan helaan nafas, keningnya merengut, enggan berargumen dengan hal-hal kecil.

Angin berhembus lebih kencang daripada biasanya sore itu, menerbangkan ratusan daun kering yang telah disapu tukang bersih-bersih siang tadi sebelumnya. Hal itu jelas bukan hal bagus karena akan merepotkan orang lain, namun sebaliknya, aku merasa Dewi Keberuntungan sedang menghampiriku melalui daun-daun kering tersebut.

Kento menatapku lembut, kini tak ada kerutan di keningnya atau nada bicara yang menyebalkan di setiap ucapannya, "Jaga diri baik-baik ya... Karena aku akan menunggumu,"

...

One last time, we let down today

One last time, we fade away

Sebuah lagu dengan lirik aneh berputar mengisi ruang tidur Nazumi, ia tidak ingat band lokal memiliki lagu seperti ini, terlalu berduka dan pedih. 

Di tengah lamunan, pintu kamar Nazumi diketuk, tak lama suara familiar terdengar di baliknya, "Nona Nazumi tidak bersiap-siap?"

Mata Nazumi melirik ke arah jam kecilnya yang terduduk di atas nakas, menunjukkan pukul 6 sore, pesta akan segera dimulai. Ia pun langsung bangun dari ranjang dan mengambil gaun terbaiknya yang telah disimpan selama beberapa bulan terakhir.

"Sebentar lagi aku akan berangkat!"

...

Bodoh, bohong, ini semua gila! Ia meninggalkanku demi pria yang tak seberapa itu?

...

Andai tatapan dapat menusuk, tatapan pria ini telah membunuh orang-orang yang berlalu lalang di depannya. Angin di musim gugur yang kencang dan dingin tak dihiraukan, kaki-kakinya melangkah menginjak dedaunan kering.

Bagaimana Aku dan Kamu Menjadi KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang