16. Liburan Manis

306 17 0
                                    


"Yeiiihhh ... akhirnya liburan, liburan!" Miya meregangkan tubuhnya kemudian duduk santai di atas koper miliknya sembari menatap Tita dengan manik cerah. Di awal Miya sebenarnya malas, tetapi tiba-tiba saja dia bersemangat. Mungkin karena dengan berlibur ini Miya bisa menghindari Brien untuk beberapa saat ini.

"Baru setelah pulang liburan, kamu dan Pak Damien akan menikah yah, Ta? Berarti rencana kita kemarin bisa dikatakan berhasil yah." Miya bercelutuk pelan, menoleh ke sana kemari. Yah, siapa tahu Damien menguping pembicaraan mereka. Jadi jaga-jaga saja.

"Ummm." Tita menganggukkan kepala dengan malu-malu.

Miya memicingkan mata, menatap Damien sekilas yang terlihat sedang berbicara dengan Ellan. Kemudian Miya kembali menatap Tita. "Kurasa ini akal-akalan Pak Damien saja sepertinya. Pak Damien nggak sebaik itu sampai sampai mau menyewa penginapan serta membayar biaya liburan staff pilihannya. Yah, meski dia ngumpet dibalik kata liburan sambil kerja. Tapi aku rasa Pak Damien hanya sedang menutupi niatan terselubungnya."

"Bicara yang simpel, Mi. Jujur Mbak nggak paham ini. Maklum otak Mbak otak swasta." Lily berucap sedikit kesal. Akan tetapi sorot matanya terlihat happy dan gelik.

"Haih. Gini loh mbak." Miya mengangkat kaki kanan, meletakkannya di atas paha kirinya. "Ini semua hanya akal-akalnya Pak Damien saja. Agar dia dan Tita yang dipingit bisa ketemuan. Pekerjaan hanya sebagai alasan saja. Paham?"

Tita dan Lily menganggukkan kepala. "Bisa yah kamu samper mikir ke arah situ. Tapi ... ckckck, kamu memang pintar deh kalau soal beginian."

"Hehehe ... kelihatan jelas kali tak tiknya Pak Damien. Hafal aku." Miya menepuk dada dengan bangga, langsung memakai kaca mata hitamnya agar dia terlihat lebih cool.

Kalau kata Boboboy ... terbaik!

"Trus kamu naik bus apa naik mobil sama Pak Dedemit?" tanya Miya kemudian.

"Aku mau berangan dengan kalian saja."

"Kamu kan nggak tahan naik bus, Mbak." Miya mendelik, menurunkan kaca mata hingga ujung hidung lalu menatap remeh pada Tita.

"Huuh." Tita mendelik dengan bibir yang memanyun. "Aku sanggup, Mbak Miya! Lihat saja nanti."

"E'eleeeh." Miya meledek gelik. "Yaudah, ayok. Aku mau duduk di depan soalnya. Biar bisa lebih leluasa lihat jalan."

"Iya-iya." Tita dan Lily hanya ikut-ikut saja, berjalan di belakang Miya yang terlihat dengan semangat menarik koper menuju bus.

Namun langkah Miya tiba-tiba berhenti, reflek membuat Tita maupun Lily ikut berhenti; malah mereka saling bertabrakan akibat rem kaki mereka yang kurang berfungsi.

"Miya!" Lily menjerit setengah kesal. Begitu juga dengan Tita. Ck, sendal Tita putus karena rem mendadak tadi. Jadi dia harus mengambil sandal baru. Untung saja dia menyediakan sandal cadangan di tas ranselnya.

Jadi tak sampai membuka koper juga.

Sedangkan Miya, dia malah bengong sembari menatap seorang pria yang terlihat sedang sibuk dengan handphonenya.

Masalahnya ada seorang perempuan tak dikenal yang tengah memeluk lengan pria itu.

'Ck, perasaan niat aku ikut liburan ke Bali agar bisa menghindar dari tuh monster. Tapi dia malah ikut juga. Si Dedemit pasti yang ajak.' Miya membatin, menatap tak suka pada Brien yang berada di seberang; masih sibuk dengan ponselnya. 'Trus itu perempuan siapa sih? Ngapain dia peluk-peluk lengan Pak Brien?"

"Kamu lihatin siapa sih?" tanya Tita yang sama sekali tak didengar oleh Miya.

Dia masih terus menatap Brien dengan wajah datar dan tatapan mata yang benar-benar sinis. Tak suka saja jika pria yang mendekatinya beberapa minggu ini malah dipeluk oleh perempuan lain.

Obsesi Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang