Seminggu kemudian.
•
•
•
Jisung melangkahkan kakinya memasuki sebuah bar. Dia tidak sendiri, Renjun dan juga Jeno bersama dengannya. Debuman musik yang memekakan telinga serta bau alkohol yang sangat menyengat menyambut kedatangannya. Lelaki manis berusia 22 tahun itu berdiri ditengah kerumunan orang seperti anak hilang, entah dimana keberadaan Renjun dan Jeno yang tiba-tiba saja menghilang. Dan entah apa juga yang membuatnya senekat ini untuk datang ke tempat seperti itu.
Kaki jenjangnya melangkah lebih dalam, berjalan menuju bartender yang tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Setelah sampai di depan bartender, yang dilakukan Jisung justru hanya terdiam. Kepalanya mendongak menatap botol-botol alkohol yang berjajar memenuhi lemari.
Saat pikirannya tengah sibuk dengan minuman apa yang akan dipesannya. Jisung tak menyadari jika ada pria bertubuh tinggi tegap sedang berjalan tepat ke arahnya.
"Hello, Sweetheart." Bulu-bulu halus yang berada di tengkuknya meremang saat ia mendengar seseorang berbisik di telinganya dengan suara yang begitu seduktif.
Secepat kilat Jisung membalikkan tubuhnya, melihat siapa pemilik suara bariton tersebut. Dan alangkah terkejutnya lelaki manis itu saat mendapati ayah sahabatnya tengah tersenyum di hadapannya. Jaemin berdiri dengan jarak satu langkah, pria matang itu memakai kemeja kerja dengan kancing atas terbuka serta bagian tangan yang digulung selengan.
"Om Jaemin!" pekik Jisung, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Iya, ini saya." Jaemin kembali tersenyum tipis. "Kamu ngapain di sini? Dan sama siapa?" tanya Jaemin yang berteriak di dekat telinganya.
"Eumm... itu... saya cuma iseng aja, Om. Saya datangnya sama Renjun dan Jeno, tapi gak tau sekarang mereka kemana." Jisung mengumpat di dalam hatinya karena suaranya yang gugup dan terkesan ragu, ditambah lagi Jaemin yang menatapnya dengan satu alis yang terangkat.
"Kamu bohongin saya ya? Renjun dan Jeno sama sekali tidak ada disini. Mereka malam ini sepertinya akan melakukan dinner romantis." Ucap Jaemin.
Jisung menggelengkan kepalanya. "Renjun dan Jeno disini kok om, saya gak bohongin om."
"Mereka sekarang berada di Restoran yang kira-kira tak jauh dari sini. Lihat, mereka sedang merayakan hari jadi mereka berdua." Jaemin tampak menunjukan ponselnya yang sedang terhubung dengan panggilan video.
"K-kok mereka ninggalin saya disini sendiri sih Om?" Mata Jisung membulat sempurna, tak percaya kalau sahabat baiknya itu tega meninggalkan dirinya.
"Yaudah mau gimana lagi, malam ini have fun sama om aja."
"M-maksud?"
Jisung memundurkan tubuhnya saat Jaemin terus bergerak maju sambil menggerakkan tubuh tegapnya mengikuti irama musik. Kakinya terus melangkah mundur hingga punggungnya menabrak meja bar. Jisung dapat melihat senyum samar yang terpatri di wajah tegas itu saat ia sudah tak bisa lagi memundurkan tubuhnya.
"Kamu gamau seneng-seneng sama saya?" tanya Jaemin yang kini memajukan wajahnya lebih dekat ke wajah si manis. Tangannya menjulur menyentuh meja, membuat tubuh si manis terkurung di dalam kukungannya.
"Om ..." Jisung mencicit pelan saat Jaemin semakin mengikis jarak di antara wajah keduanya.
Wajah keduanya saat ini hanya berjarak dua jari. Begitu dekat hingga keduanya bisa merasakan hembusan napas satu sama lain.
Jisung tak bisa lagi menyembunyikan rasa gugupnya, wajahnya memerah padam, jantungnya pun berdegup kencang.
"Saya tau kamu waktu di mansion saat ulangtahun Renjun itu liatin saya terus kan?" Pupil mata Jisung membesar mendengar pertanyaan pria di depannya yang terkesan mengejek. "Saya juga gak bisa ngalihin pandangan saya dari kamu." Pria tampan itu berucap pelan, mengalungkan lengannya di pinggang ramping lelaki manis itu.