Setelah bermain air cukup lama tentunya aku mengantuk dan tertidur saat bangun aku sudah ada di pangkuan ibuku.
Aku sangat senang~~
Di bulan Agustus tanggal 16.
"Leana," panggil ibu.
"Kenapa, ma?" Tanya Leana.
Ibuku memberiku sebuah kotak, dari gambar luarnya sih ponsel ya.
"Buat Leana, di jaga baik-baik ya nok." ujar mama.
Ponsel terbaru keluaran 2019, aku mendapatkan ponsel terbaru!
"Makasih mama." ucap Leana.
Ibuku lantas memelukku erat, "Anak gadis mama udah besar~ mama sayang Leana,"
"Oh, iya. Mama bawa anting buat Leana." ujar mama pergi mengambil anting-anting.
"Ponsel.. anting-anting.." batin Leana.
Mungkin dengan ibuku menjadi seorang TKW kebutuhan hidup keluarga ibuku bisa tercukupi.
Membeli rumah sendiri, membiayai kuliah adik-adiknya, membeli motor untuk adiknya, membeli komputer, laptop untuk adiknya, perhiasan untuk nenek.
Aku pernah dibilang bodoh hanya karena, "enak saja mereka nikmati uang ibumu, tapi kamu anaknya nggak dapet apa-apa."
"Minta motor ke ibu kamu, masa adiknya dibeliin motor, tapi kamu anaknya nggak."
Aku hanya terus menjawab, "biarin aja kan uang ibuku, mau di pake apapun terserah ibuku."
Rasanya saat itu aku ingin marah, tetapi aku tidak berani melawan mereka, karena kami masih kerabat dekat.
"Bapaknya Leana dulu tuh ribut sama keluarga Mamanya Leana, bapaknya Leana sampe di lempar kursi sama pamannya Leana!"
"Leana juga pernah di suapin sama mamanya Leana sampai muka Leana ungu! Untung nenek dari bapak Leana sampai teriak-teriak liat muka Leana!"
"Leana ingat? Dulu Leana pernah di tinggal di pasar malem sendirian untung ada bibi dari ayah."
Aku sungguh tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ada banyak sekali omongan, entah dari keluarga ayah ataupun ibu.
Ini sungguh anjing, aku tidak tau mana yang benar! Aku kan masih kecil saat itu! Bagaimana bisa tau mana yang benar dan salah?
Kembali ke saat dimana ibu memberikan anting-anting padaku.
"Nah ini anting yang mama beli di Arab. Kekecilan nggak ya? Mama nggak tau telinga Leana," ujar mama.
"Kayaknya kekecilan.." batin Leana.
"Kekecilan antingnya mba." ujar bibi, "Telinga Leana besar sih."
"Kan, udah lama mama nggak ketemu Leana." gumam Leana.
"..." Mama.
Aku sungguh tidak tau, apa ibu mendengarnya saat itu.
Setelahnya anting-anting tidak jadi diberikan padaku, tetapi aku berfikir saat itu.
"Loh kok nggak di kasih ke aku? Ya walau nggak muat senggaknya kasih saja kek, kan buat aku." batin seorang yang serakah...
Lalu aku bercermin, "telinga aku normal-normal saja, kok. Malah keliatan kecil.. gede dari segi mana coba?!" Batin Leana.
Saat malam.
Aku sedang duduk di sofa bersama dengan ibuku, bibi, dan satu saudara perempuan.
Tentunya semuanya bermain ponsel! Kumpul tanpa bermain ponsel itu tidak mungkin.
Aku mencoba membuka kamera di ponsel baru, kameranya jernih~ saat itu aku merasa paling cantik~ saat foto dengan kamera biasa.
Aku lantas mengajak ibuku dan bibi untuk berfoto, lalu kalian tau seterah melihat hasilnya. Aku tau wajahku yang paling tidak enak~~
Aku juga berfoto dengan saudara perempuan yang bernama Sindi, Sindi berbeda 3 tahun lebih muda dari aku.
Dan hasil fotonya.. yah lumayan lah ya wajahku agak bagusan.
Besoknya aku pulang ke rumah bapak.
Aku menceritakan tentang aku yang diberi ponsel, aku yang tadinya ingin diberi anting-anting tapi tidak jadi.
"Kenapa antingnya nggak diambil saja?" tanya bapak.
"Nggak muat di telinga Leana," jawab Leana.
"Terus kenapa disimpan lagi? Kan, judulnya di kasih buat anak." ujar bapak.
"Nggak tau, padahal bagus antingnya," ujar Leana.
"Leana kan tinggal bilang, buat di simpan gitu." Kata bapak.
"Nggak berani, pak." elak Leana.
"Leana berani ke bapak,"
"Itu kan beda bapak, Leana udah sering ngomong sama bapak. Beda sama ibu yang 3 tahun sekali ngobrol?" jawab Leana.
"Sama saja, sama-sama orang tua."
"Beda bapak."
Saat aku membuka ponselku sudah ada notif pesan baru.
Ibuku mengirimi aku pesan untuk pertama kalinya.
Aku kira dengan aku mempunyai nomor telepon ibuku, aku akan semakin dekat dengan ibuku. Dan akan selalu mengirim pesan.
Nyatanya, khayal tetaplah khayalan belaka. Leana hidupnya dengan realita yang ada, jangan kamu jadikan khayalanmu menjadi sebuah realita yang kamu anggap nyata.
Mungkin inilah pesan untuk diriku sendiri.
[Mama] "Leana, ini nomor mama ya."
[Anda] "Iya ma."
Aku sungguh tidak tau caranya memulai obrolan. Mana mungkin aku memulai obrolan dengan membicarakan teman sekelas, kan.
[Bibi] "Leana, mama ngirim pesan ke Leana tah?"
[Anda] "Iya bibi."
[Anda] "Bibi, ulang tahun mama kapan?"
[Bibi] "Bulan ini, tanggal 18."
[Anda] "Okeh."
"Apa aku harus buat kado?" batin Leana.
"Tapi apa ya?" celetuk Leana, "Oh!"
Itulah saat aku mendapatkan ide yang bagus tapi sulit, untuk isi kantong seorang anak SMP kelas 1 yang uang sakunya hanya 10.000 ribu.
♫♫♫
Hari terakhir PAS yeee🥳
YOU ARE READING
Cerita hidupku, Leana
Non-Fiction[On Going] Cerita tentang leana dan teman-teman dekat Leana. Prolog tanpa epilog. Awal tanpa akhir, karena sesungguhnya cerita ini belum berakhir. Walau sudah berganti season cerita ini belum berakhir, sampai season terakhir pun belum ada akhir dari...