struggle and done

825 40 0
                                    

Terlepas kebahagiaan semalam, Mouna tak ingin itu mengganggu konsentrasinya menuju tujuannya. Sejak pagi, Mouna sudah terlebih dahulu terbangun dan mempersiapkan diri. 

"Bagaimana keamanan medan yang akan kita lewati?" Tanya Mouna kepada Jayndra.

"Jelas tidak aman, karena kami membawa pembunuh." Marka menjawab.

"Salah satu panglima kerajaan sedang berjaga di area hutan. Lebih baik kita berputar mencari kawasan yang aman dari petinggi. Agar lebih mudah menghancurkan keluarga kerajaan."

"Baiklah, kalau begitu kita kirim dua kuda untuk memancing perhatian mereka."

"Ide bagus."

"Tidakkah kalian berdua terlalu jahat hingga mengacuhkanku?" Gumam Marka.

***

Kalma yang melihat persiapan kekasih lamanya bersama Ayahnya, begitu miris. Dia baru saja merasakan kebahagiaannya semalam, namun kini kekasihnya harus menjadi pion dari Ayahnya sendiri. 

"Kak, aku-"

"Maaf, Kalma. Kami sedang sibuk, penyerangan ini akan berlangsung malam ini. Sebaiknya kau bersiap juga."

Berbeda. Dia seperti bukan kekasihnya yang semalam, begitu berbeda. Hatinya seperti dihujam katana, rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa sakit saat melihat kematian Ibunya. Memang aneh.

***

Dua kuda yang akan menjadi umpan telah siap, Marka akan ikut dengan para kuda. Agar ada yang mengarahkan kuda lalu memukulnya. Dengan membuat keributan, pasti prajurit yang berjaga akan salah fokus.

"Ayo!" Dengan teleportasi, mereka bertiga langsung memasuki area kerajaan. Mouna langsung berurusan dengan ratu serta anak perempuan. Jayndra mengurus sang pangeran. Sedangkan Kalma langsung mematahkan kekuasaan sang Raja. 

Mereka menang telak dengan mudahnya. Para petinggi pun tak dapat berkutik karena ratu serta para wanita lainnya menjadi sandera. Kekuasaan tertinggi menjadi milik Kalma saat ini, karena dialah yang mengalahkan sang Raja.

"Bawa kemari mahkotanya," perintah Jayndra.

"Milikku." Lirih Kalma.

"Apa?!" Emosi Jayndra terpancing.

Kala mereka berdua memperebutkan kekuasaan, Mouna dengan diam-diam membunuh para petinggi vampir. Ratu serta anak-anak pun tidak diberi ampun oleh Mouna. Sampai akhirnya hanya mereka bertiga.

"Jayndra, Kalma. Sudahi pertengkaran ini.."

"Mouna! Jangan diam saja, bantu aku menyadarkannya." Perintah Jayndra.

"Haha, bukankah dengan mahkota ini.. aku bisa menjadikanmu permaisuri, kak?" Tanya Kalma.

"Tidak juga," Secepat kilat, katana Mouna sudah melukai tangan serta kaki Jayndra.

"APA YANG-?! KAU MEMIHAKNYA?" Pekik Jayndra.

"Aku hanya mengetes katanaku, ternyata vampir tak mampu menyembuhkan luka yang telah dilukai katanaku." Mouna tersenyum puas. Setelahnya wanita itu akhirnya membuka perang dengan Jayndra.

"Apa yang kau inginkan kak? Kenapa malah menyerang ayah?" Tanya Kalma.

"Karena dia satu-satunya bangsa vampir yang tidak akan bisa aku perbudak!"

JLEB!! Tepat di jantung Jayndra katana itu tertancap. "AKK-" Jayndra bersimpuh di hadapan Mouna.

"Hahaha, ini pertama kalinya kau bersimpuh untukku. Tapi sebaiknya kau pergilah ke surga, dan temui istrimu. Titipkan permintaan maafku kepadanya." Mouna menarik katana itu, tubuh Jayndra menghilang menjadi debu.

"Kak." Nada berat itu berasal hanya dari satu sumber suara. "Kenapa?"

"Karena tujuanku tak lain hanya memperbudak kalian, dengar itu?" Kekehan Mouna hanya dibalas sepi dari beberapa prajurit serta dayang yang tersisa.

"Kau bisa memperbudakku tanpa membunuh Ayah, bukan?!" Geram Kalma. 

"Ya, tapi setidaknya balas dendamku sudah terbalaskan. Kita sama-sama tak mempunyai orang tua, kan? Apalagi kaulah penyebab orang tuaku terbunuh, andai saja kau tak cerita ke Ibumu itu. Sekarang juga Kalma, pergilah dari sini. Aku akan membiarkanmu hidup karena kau pernah membahagiakan aku sebelumnya."

Kalma tak pergi, dia hanya mengepalkan tangannya dan menyerang Mouna. "Kenapa? Bukankah kau mencintaiku, kak!?" Dengan emosi yang meluap, serta pukulan yang berubah menjadi amukan. Kalma justru mudah dikalahkan.

"Tidakkah kau diajari Ayahmu untuk tidak menyerang orang dengan gegabah dan malah emosi seperti ini?" Tanya Mouna dengan enteng.

"Jangan bicarakan Ayahku lagi, Kak!" Kalma mengerahkan semua kekuatannya, Mouna hanya menghindari serangannya.

"Kak? Berhenti memanggilku seakan kau mengenalku dengan baik. Ayo menjadi orang asing lagi." Kalimat perpisahan dari Mouna justru membuat Kalma semakin terpuruk. Kakinya lemas, dia tak mampu bertarung.

"Tidak.. aku tak bisa hidup tanpamu, Kak. Aku tak ingin hidup linglung seperti dulu." Lanjut Kalma.

"Kita tak kan seperti dulu, kini berbeda. Mungkin kita tetap akan menjadi orang asing seperti pertama kali kita berjumpa. Tapi kini kita menjadi orang asing dengan membawa 'kenangan' ini."

"Let's begin a new chapter, honey." Mouna tersenyum. "You and me, together. But our role is to be stranger, okay?

Kalma mengepalkan tangannya, dia masih tak menerima kenyataan. 

"Aku harus pergi sebelum kakakmu tiba," elak Mouna. 

"Dan untuk terakhir kalinya.."

CUP! Mouna mencium pipi Kalma. "Thank you, this ends here."

Wanita itu beranjak, kemudian berlari keluar kerajaan lewat pintu belakang. Tampak taman bunga dandelion tersebar disana dan di bawah sinar bulan purnama total malam ini. Angin menerbangkan bunga-bunga itu dan hanya tertinggal tangkainya.

END

The Submissive VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang