Jiya merasa harus mengerahkan seluruh tenaga extra penuh kesabaran menghadapi Yoongi yang suka tiba-tiba kambuh sifat cueknya. Sudah dikirim pesan berkali-kali oleh Jiya, tetapi balasannya hanya 'hm, ya, ok, dan tdk, sudah seperti seorang perempuan yang sedang mendiamkan kekasihnya saja. Panggilan juga sudah coba Jiya lakukan, namun satu pun panggilan tidak ada yang di jawab oleh Yoongi. Dia jadi merasa dilema dengan perasaannya sendiri. Apa dirinya sudah terlalu jauh mengejar Yoongi?
Bahkan demi Yoongi, Jiya mampu membuang seluruh rasa malunya. Agar Yoongi selalu bisa berdekatan dan menjadi miliknya.
Beribu pikiran dan pertanyaan muncul di benak Jiya, mungkin saja karena kemarin Yoongi lelah sekali mengajar Jiya yang semakin lama semakin susah untuk memahami teknik melukis yang lain. Yoongi kemarin memang banyak diam di penglihatan Jiya. Bukan diam dengan raut wajah dinginnya, wajah Yoongi hangat bercampur senyum sendu menyiratkan kalau dia sedang lelah dengan segala urusan kehidupannya. Maka dari itu, saat ini Jiya tengah khawatir dan berusaha untuk menghubungi pujaan hati walau terus di abaikan begini.
Senyum manis Jiya terukir dikala netranya bertemu dengan hasil lukisan mereka berdua kemarin. Sebuah lukisan yang sudah di beri bingkai oleh Jiya agar tidak mudah rusak. Jadi kemarin sebagai penutup pembelajaran, Yoongi meminta Jiya untuk melukis satu apapun yang terlintas dalam pikiran, boleh memakai teknik apapun senyaman mungkin. Sebagai orang yang di sebut guru bagi Jiya, Yoongi tentu mau tau perkembangan Jiya bagaimana sejauh ini.
Sembari menunggu Jiya melukis, Yoongi juga ikut mengambil pensilnya dan sedikit-sedikit mengarsir di media lukis berukuran kecil. Entah mengapa, wajah Jiya lah yang sedang berkelana kesana kemari dalam pikirannya, sehingga fokus tangan kanan Yoongi beralih untuk menggambar wajah Jiya saat itu.
Ketika mereka sama-sama menunjukkan hasil lukisan masing-masing, senyum Yoongi yang sangat Jiya hindari itu kembali lagi saat mendapati lukisan Jiya ternyata adalah wajah seorang wanita. Kalau Yoongi tidak salah ingat, Pilnam pernah memberitau lewat foto. Ternyata benar, itu wajah sang Mama. Meski lukisan Jiya belum cantik sempurna, garis-garis wajah dalam lukisan itu bisa di lihat dengan jelas.
Yoongi tersenyum bangga penuh haru bercampur dengan semua masalah yang sedang di alami olehnya. Senyum yang sangat tidak di sukai Jiya dari Yoongi, beda dari senyum Yoongi biasanya. Bagi Jiya, senyum Yoongi saat itu sangat mengerikan karena matanya tidak ikut tersenyum. Seperti Joker.
Jiya jadi memiliki ide cemerlang sekarang, apa dia harus mengunjungi apartemen Yoongi saja?
****
Berbanding terbalik dengan pemikiran Jiya saat ini, Yoongi malah sedang tidak ada di kediaman.
Dia berjalan kaki tanpa tujuan menelusuri jalan yang di laluinya. Yoongi penat, sedang banyak pikiran ini dan itu. Tadi pagi sebelum pergi bekerja, Yoongi menyempatkan waktu luang untuk melihat Ibunya dari kejauhan. Maksud hati, jika keadaan memungkinkan ia ingin meminta restu. Iya, Yoongi mau meminta doa dan maaf kendati ia tidak memiliki salah apapun.
Ia hanya mau mengalah sekaligus mencoba memperbaiki keadaan. Pria Min itu sadar, ia tidak memiliki usia yang terbilang muda lagi, lagi pula ia ingin menempuh hubungan dengan seseorang ke jenjang yang lebih serius.
Namun, alih-alih mendapatkan semua keinginannya, Yoongi malah mendapatkan hantaman keras di hatinya lewat kalimat-kalimat kebencian yang di keluarkan sang Ibu untuknya.
Nyatanya memang masih seperti dulu, Yoongi tidak pernah mampu untuk menahan sedikit saja rasa sakit yang Ibu berikan. Dia susah untuk memperjelas keadaan hubungan keluarga mereka yang sangat rumit ini. Suatu saat jika Yoongi siap dan kuat, ia akan ceritakan.Selain bertemu Ibu, ada satu hal lain yang sangat mengganggu pikirannya. Dan satu hal itu menjadi topik utama mengapa ia bisa jadi uring-uringan begini. Kalian tau apa? Pilnam mendiamkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINTER | Min Yoongi FF
RomanceSELESAI, 16 FEBRUARI 2023 -Min Yoongi- "Berhenti membuat otak ku terus memikirkanmu, kau begitu candu dan menyebalkan di waktu yang sama." -Shin Jiya- "Apa aku berhenti saja?"