5.

49 10 0
                                    

-Happy Reading.

Satu kata untukku. Sempurna. Malam ini aku benar-benar sempurna dengan pahatan bagai Dewi Yunani. Tak ayal banyak prajurit yang menatapku lapar. Eh, aku hanya becanda.

Setelah selesai aku langsung pergi menuju kamar Xaverius. Aku sudah memberi tahu pada pelayan jika sekarang Xaverius dan aku akan menghadiri pertunangan anak Grand Duke.

Mereka menjadi heboh setelah kukatakan itu. Sangat berlebihan dan alay. Sudahlah aku tak peduli dengan reaksi para pelayan. Yang terpenting aku harus pergi bersama Xaverius.

Sebenarnya alasan aku datang karena Grand Duke Ravedals adalah pihak netral. Dia adalah sekian orang yang tidak menginginkan untuk mengerjakan tugas kekaisaran seperti yang dia inginkan. Dia juga bangsawan terkaya di kekaisaran ini. Dan aku akan membangun relasi dengan orang sepertinya.

Aku benar-benar harus membangun relasi dengan dua duchy netral dan satu Marquess untuk kedepannya. Aku berniat berdiri disamping Daendels hingga kapanpun. Jika dia akan mencari perempuan lain aku tak peduli, aku hanya peduli dengan bisnisku nanti.

Dari sini aku bisa melihat Xaverius tampak sangat gagah menggunakan jas hitam itu. Padahal dia baru menginjak tiga tahun setengah ini tapi mukanya sangat menyeramkan.

Aku tersenyum tipis kala badan Xaverius yang kontras dari umurnya. Jika orang yang tak tahu pasti akan mengira dia anak berumur tujuh tahun. Aku lupa memberikan makanan apa yang membuat tubuh dia lebih berisi.

"Salam Yang Mulia Permaisuri permata kekaisaran. Semoga Matahari memberkati anda." Aku hanya berdehem singkat.

"Ibunda!" Seru Xaverius.

Aku tak menyahut seruan dari Xaverius dan mulai berbalik badan meninggalkan dia bersama para pelayan. Aku tak tahu ekspresi apa yang ada di wajah anak itu.

Sesampainya didepan kereta kuda akupun masuk di ikuti oleh Xaverius yang berdiam. Aku tak mencoba menanyakan dia kenapa, aku juga tak mencoba mencairkan suasana karena aku lebih menyukai keheningan.

Sebenarnya aku mau memberikan kasih sayang seperti ibu pada umumnya. Tapi terbiasa tak di pedulikan oleh orang tua membuat diriku tak bisa berekspresi didepan sang anak.

Aku tahu rasanya di abaikan, tapi aku juga tak bisa seperti apa yang di inginkan oleh orang lain. Mungkin jika orang lain merasakan perpindahan jiwa yang tak masuk akal seperti ini dia akan lebih banyak berekspresi. Bahkan jika dia orang yang tak bisa di sentuh sekalipun, orang itu akan menyesuaikan diri dilingkungan barunya.

Berbeda denganku yang masih selalu terbawa masa lalu ketika di dunia modern. Aku lebih cenderung jarang bicara dan tertutup tapi bukan berarti pemalu. Orang luar akan mengenalku sebagai perempuan bermulut tajam. Sedangkan orang rumah akan mengatakan bahwa aku adalah anak pembangkang yang sering menatap orang lain dengan sinis.

"Apa kita akan kepesta,Ibu?" Tanya Xaverius tiba-tiba.

"Menurutmu?" Aku mengutuk mulutku yang dengan gamblang berbicara seperti ini.

Menghela nafas sejenak lalu aku menatap Xaverius intens, "Kau adalah laki-laki mengapa menunduk? Aku tak mengajarimu begini." Kataku.

Ternyata mencoba lebih lembut sangat sulit. Padahal aku ini bukan orang yang memiliki ego tinggi. Tapi ya memang pada dasarnya saja aku ini orang yang sangat kaku tapi akan banyak bicara dengan orang terdekat.

"Bukankah aku salah?" Cicit bocah yang duduk didepanku.

Sialan! Apa aku semenakutkan itu? Sampai anak kecil pun menunduk. Xaverius ini masih anak kecil yang bahkan umur saja belum genap empat tahun tapi aku sudah keras demgan dirinya. Jiwa keibuanku ternyata sangat berguna juga. Tapi tetap saja kalah dengan jiwa diriku yang kaku.

RETURN OF THE RULER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang