Story of JYN
——"
"Afii, gue sedih..."
"Nara lagi?" Yafi bertanya dengan senyum tipisnya.
Jian mengangguk lesu.
Jian tahu akan selelah ini mencintai dalam diam, Jian tahu akan selelah ini mencintai orang yang bahkan melihatnya untuk lebih dari sekadar teman pun tidak. Tapi inilah Jian, wanita terumit yang pernah ditemui oleh Yafi—teman Jian sedari kecil.
"Coba mau ngeluh apalagi. Sini gue dengerin," ucap Yafi.
Jian tertegun sebentar, matanya membulat, alisnya terangkat, memastikan hal yang Ia dengar barusan tidaklah salah.
"Fi, lo sakit kah?" tanya Jian.
"Sial gue disumpahin sakit, padahal sehat begini."
"AFI KOK LO TIBA-TIBA LANGSUNG SURUH GUE CERITA?! BIASANYA LO NGOMELIN GUE DULU KALO ITU SOAL NARA??"
Yafi hanya bisa terkekeh karena semua yang dikatakan Jian benar adanya. Yafi adalah orang yang pertama kali akan memarahi Jian jika wanita itu sedang galau karena masalah perasaannya sendiri.
"Percuma juga kan Ji kalau gue marahin lo? Ujung-ujungnya lo bilang gue jahat dan nyuruh gue minimal buat dengerin curhatan lo yang sebenernya ya nggak beda jauh dari sebelumnya. Soal Nara, Nara, dan Nara lo itu."
Jian terdiam. Teman masa kecilnya itu tidak pernah bicara dengan nada datar sekaligus dingin seperti itu. Yafi atau yang sering Ia panggil Afi adalah teman masa kecil Jian yang akan senantiasa berbicara dengannya dengan nada bersahabat walau dimulai dengan omelan terlebih dahulu.
"Sorry Fi, kayaknya lo lagi nggak mood ya. Gue balik aja deh."
Jian baru saja akan beranjak dari duduk ketika selesai menyelesaikan perkataannya itu. Namun, tangan Yafi menahan Jian dengan cepat.
Yafi menghela napas kasar. Kali ini mungkin Yafi akan berbaik hati lagi pada Jian. Mendengarkan kisah cinta wanita itu tanpa berbaik hati pada dirinya sendiri.
"Duduk."
Jian kembali duduk di samping Yafi yang kemudian menundukkan kepalanya.
"Fi, lo nggak perlu dengerin gue dulu kok sekarang. Keliatannya lo lagi capek banget, nggak tega gue liatnya. Lain kali aja gue ceritanya hehee. Makan ajalah yuk kita? Oiya, apa beli gelato yang kata lo waktu itu? Seberang kampus kan toko nya? Gue butuh yang manis-manis selain liatin Nara, soalnya gue lagi sebel sama dia."
Tidak bisa. Yafi tidak bisa.
Yafi menggaruk kepalanya dan kembali menghela napas kasar.
"Lo capek banget apa weh? Hela napas mulu daritadi, mending ki–"
Belum sempat Jian menyelesaikan perkataannya, Yafi berdiri dari duduknya dan menatap Jian.
"Fi?"
"Ji kayaknya gue nyerah sampe sini deh. Soal 'lain kali' yang lo bilang tadi, gue rasa juga nggak bakal ada 'lain kali' lagi." Yafi mengusap mukanya kasar. Menahan rasa sesak di dadanya.
Jian terdiam. Dia bingung dengan apa yang dikatakan Yafi. Apa maksudnya Yafi menyerah? Apa maksudnya tidak ada kata 'lain kali' lagi?
"Bentar, bentar Fi... Gue lola nih, maksudnya gimana? Lo nyerah sama apaan woi? Emang lo ada ikut lomba? Perasaan lo lagi nggak mau lomba dulu kan? Cuma acara akhir tahun nanti yang lo bilang ke gue? Kok nyerah? Trus itu apalagi dah, nggak ada lain kali tuh maksudnya gimana??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Paragraf
Random▪▪▪ Seperti 'Kata', cerita ini hanya yang ada dalam pikiran saya. Isi dari cerita bersifat random. Update tergantung mood saya jadi tidak bisa dipaksakan. Masih banyak kesalahan dalam penulisan jadi meminta bantuan untuk diberi saran atau kritik yan...