Saya Bukan Tukang Pijat

23 1 0
                                    

DINIKAHI DEMI MENUTUP AIB MEMPELAI PRIA

Part #2

"Bu, mau buang air kecil nggak?" tanya Nadia mencari-cari alasan supaya ia bisa mengundur waktu untuk menemui Bayu di lantai atas sana.

"Nggak, Nad. Kamu kalau capek
istirahat aja." Ani memperhatikan putrinya yang tengah gelisah dengan tatapan sayu. Sesekali, penyakit dalam membuatnya tak henti batuk kering.

"Enggak, Bu. Nadia nggak capek. Ibu mau dipijitin? Mau makan buah-buahan? Atau apa aja deh, Bu. Tolong kasih kerjaan gitu buat Nadia." Gadis berdagu lancip  itu mendekati Ani dengan penuh harap.

"Kamu kenapa, Nad?" 

"Bu, bikin Nadia sibuk, please!"

"Ada apa, Nadia?" tanya Ani dengan suara serak.

"Den Bayu nyuruh Nadia ke lantai atas buat bicara, katanya."

"Ya terus?"

"Ya ampun Ibu, kayak yang nggak tau sifat Den Bayu aja. Tolong lah, Nadia takut banget ini." Ia beranjak kemudian bersandar di dinding kamar.

"Jangan dibiasakan suudzon dulu Nad, mungkin dia memang ada penting sama kamu," ucap Ani sambil diselangi batuk.

"Kok bisa ya, Ibu setenang itu saat anaknya mau ketemuan sama raja hutan? Ibu sih nggak ngerasain perasaan Nadia."

"Hei, sini deketin ibu," pinta Ani melambaikan tangan. Nadia yang sedari tadi berdiri bersandar pun mendekat dengan mulut mengerucut.

"Naad ...." Ani mengusap bahu putri cantiknya. Gadis itu mengangkat dagunya perlahan kemudian menatap penuh beban.

"Gini loh, umur nggak ada yang tau. Meskipun kamu berkorban apa pun itu. Kalo takdirnya ibu harus meninggal ya kamu nggak bisa ngapa-ngapain," tutur Ani tegar.

"Ya, Ibu. Kok ngomongnya gitu sih Bu?" Nadia terisak, segera ia memeluknya erat.

"Naad, uhuk!" Ani sampai merasa sesak dibuatnya.

"Maafin Nadia. Tapi, Nadia mohon jangan ucapin sepatah kata pun tentang kematian. Yang Nadia punya cuma Ibu. Tolong lah, Bu. Jangan bikin Nadia takut."

"Iya, iya. Denger dulu makanya kalo ibumu ini lagi ngomong. Maksud ibu, kamu pikirkan lah lagi tentang tawaran Nyonya Ambar. Meski pun kamu tidak menerima lamarannya. Kalau ibu harus berumur panjang ya ibu pasti baik-baik aja. Ya kan? Nyawa manusia itu Allah yang berkuasa. Bukan manusia, sekali pun ia seorang kaya raya."

Ani berusaha meyakinkan Nadia untuk tidak membebani diri sendiri dengan apa yang tak sanggup anaknya jalani.

"Udah ya, kalo kamu takut mau nemuin dia, ya udah nggak usah. Semua akan baik-baik aja kok, Sayang." Wanita sepuh itu mengusap pipi merah milik Nadia.

Tiba-tiba saja, Ani mengalami batuk berat disertai sesak nafas. Tangannya berusaha menggapai lembaran tissue yang diletakan di atas nakas samping pembaringan. Nadia pun bergegas mengambilkannya.

"Ya Allah, Bu. Nadia ambilkan minum hangat ya, tunggu bentar!" Langkah Nadia terasa melayang karena hatinya dilanda rasa cemas yang teramat.

Nadia sampai di ruang dapur. Gadis itu mengalami tremor di tangannya. Setelah berhasil menuangkan air hangat ke dalam cangkir, lengan bagian sikutnya tak sengaja menyenggol sebuah guci antik yang sengaja diletakan Ambar di sudut dapur elit nya sebagai penghias ruangan.

Hampir saja benda tersebut mengenai lantai, Bayu yang tak sengaja keluar dari kamar mandi di sebelah ruang dapur reflek melihat situasi tersebut. Untungnya ia berhasil menahan benda tersebut sehingga tidak sempat membentur lantai.

"Astaghfirullah," teriak Nadia.

"Den Bayu, maaf." Reflek Nadia memegangi bahu Bayu. Pandangan mereka pun saling bertemu. "Maaf Den, nggak sengaja," Nadia melepaskan sentuhan tangannya kemudian memangkas jarak dengan anak tuan majikannya.

Menyadari hal itu, Bayu segera bangkit perlahan sambil menahan benda tersebut dan menempatkannya ke posisi semula.

"Nggak sengaja, nggak sengaja mata lu disimpen dimana hah?" Tubuh tinggi tegapnya melampaui tubuh semampai Nadia. Tinggi gadis itu hanya sampai di ujung dagu pria di depannya.

"Lagian lu ditunggu dari tadi, ngapain aja sih? Lama amat?" hardik Bayu dengan tatapan sinis.

"Tadi, saya ...," ucap Nadia terhenti. Ia teringat ibunya yang saat ini tengah menunggu segelas air hangat.

"Ya Allah, sebentar Den. Ibu sakit parah. Saya ke kamar dulu," pamit Nadia tak memperdulikan pria yang masih geram kepadanya.

"Sshh, dasar! Heh, urusan kita belum selesai ya, cepat temui gua!" teriak Bayu sambil bertolak pinggang.

***

"Bu maaf kelamaan, ini minumnya." Nadia merangkul wanita sepuh itu yang masih menutup mulut menahan batuk dengan tissue di tangan kanan. Saat wanita sepuh itu menurunkan telapak tangan, nampak bercak darah membekas di lipatan tissue. Sontak, melihat hal tersebut Nadia terkejut nan panik. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Seketika teringat pesan Ginanjar pagi tadi, ia meminta Bayu mengantar ibunya ke klinik terdekat.

Tanpa berfikir panjang, tanpa memperdulikan perbuatan apa yang akan ia terima dari anak majikannya itu. Ia pun segera mencari Bayu ke lantai atas.

Langkah tergesa bercampur dengan rasa segan, takut, tak enak, khawatir dan perasaan lainnya saat ia menapaki satu demi satu anak tangga.

Tiba di ruang keluarga yang dijanjikan oleh Bayu. Nadia mengetuk pintu dengan ketukan tergesa.

"Permisi ...," sapa Nadia.

"Masuk aja kagak dikunci!" Teriakan dari ruangan itu terdengar lantang. membuat nafas Nadia terjeda sesaat.

Gagang pintu ditekannya. Kemudian Nadia masuk, ia tak berani mengangkat wajah. Bau alkohol sekilas tercium di ruang tersebut. Semakin membuat jiwanya gentar.

"Duduk," pinta pria yang tengah bersantai di kursi sofa sambil menopang kaki. Sandaran sofa dijadikan penopang kedua lengannya.

"Bisa pijitin gua?" tanya Bayu setelah Nadia menuruti titahnya seraya merubah cara duduk menjadi condong menatap gadis kaku di depannya.

"Em, saya ... pekerja rumah tangga Den. Bukan tukang pijat" Nadia merasa tak suka dengan perintah di luar tugasnya.

"Iya, lu pikir gua nggak tau apa? Eh denger ya, mijitin gua itu emang bukan tugas lu. Tapi, ingat bentar lagi lu kan jadi istri gua, itu bakal jadi kewajiban buat elu. Nah  sekarang kita latihan aja, gimana?" Bayu beranjak dari tempat duduknya kemudian mulai mendekati Nadia.

Tak dapat ia sangkal, di mata Bayu gadis kaku itu memang cantik mempesona. Hanya saja ia tertutup pakaian syar'i. Bayu tak dapat melihat bagian tubuh yang dibalut pakaian tertutup.

Tentu saja itu sangat membuatnya penasaran. Ia mulai menebarkan pesona dengan mengibas rambut, melukis senyum di bibirnya, dan menegapkan postur tubuh agar terlihat gagah. Ia berharap dapat meluluhkan hati Nadia seperti yang ia lakukan pada  gadis-gadis di luaran sana.

"Den Bayu mau ngapain?" Nadia bergeser menghindari pria yang berusaha meraih bahunya.

"Latihan, gua mau latihan," paparnya lemah dan lembut tatapan lekat. Bayu mulai mengerahkan tenaganya untuk mengalahkan pertahanan Nadia yang terus menghindar dan hampir kalah.

"Saya mohon lepaskan saya, Den!"

***

Thanks for support,🙏🌹Lanjut nggak nih?🌹










DINIKAHI DEMI MENUTUP AIB MEMPELAI PRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang