Baru satu hari setelah Masa Orientasi Sekolah. Sudah banyak kabar burung. Bahkan yang tidak masuk akal sekalipun, apapun itu. Bagaimana pun macamnya, dan yang paling terkenal adalah senioritas, penindasan.
Yang paling ia tau. Baru-baru ini, bahkan tokohnya sering lalu-lalang di depannya. Hanya saja, orang tersebut tidak pernah sadar tangan kanan petinggi mengawasinya. Kasusnya baru ditindaklanjuti tadi pagi. Namun, itu belum selesai. Penindasan ini masih terjadi setelah para tokoh keluar ruangan Bimbingan Konseling.
Mungkin pihak guru salah menetapkan tersangkanya. Ia yakin itu. Apalagi satu orang yang paling mencolok, bahkan penampilannya sering disalahfahami. Siswa tinggi yang kulitnya sering bersua dengan matahari. Rambutnya lebih legam dari yang lain. Mata setengah lingkarannya teramat sendu. Lirikannya penuh makna. Rahangnya pun tegas dan kokoh. Perawakannya juga bisa dibilang besar. Tidak heran, semua guru menuduhnya sebagai pelaku. Pentingnya berlaku objektif dan tidak melihat seseorang dari penampilannya saja. Askara yang sudah mengumpulkan banyak bukti tak punya kuasa untuk mengubah keputusan. Kasus ini sudah di awasi petinggi.
Guru pembimbing juga kebingungan, entah bagaimana mengatasinya. Sebab, siswa yang terlibat bukan hanya itu-itu saja. Kadang berbeda dan tak terduga. Askara tak pernah benar-benar tahu namanya, tapi yang ia tahu lelaki yang seling disalah fahami sebagai pelaku sering disebut 'anjing gila'.
Rapat kedisiplinan terus dijalankan, tapi siswa kelas 11 IPS 2 itu merasa amat bertanggung jawab. Kepercayaan ditumpuk di atas pundaknya. Memang ia bukan ketua, tapi lelaki kurus nan semampai itu yang paling bisa diandalkan untuk pengondisian sekolah.
"Kapan selesainya ?"
"Ga tau."
"Noh, lihat laporannya, ga ada yang waras."
"Pokoknya bullying gitu lah. Horor sih ngelihat orang-orang pada babak belur. Hih. Tiap hari anying ! coba bayangin, apa lu pada ga-"
"Sumpah ye, syukur banget guru-guru masih ngurusin kasus ini, kalo kagak ? dibuang ke kita ? mampus dah."
"Ga bakal lama gua kira."
Kurang lebih begitu percakapan antara sekitar 40 anggota kedisiplinan, kalau tidak ada pertambahan mendadak. Kritis, tapi tidak berguna. Kesimpulannya tidak ada. Jangankan guru, tak lama lagi mungkin mereka akan menyerah.
"Lanjut ?"
"Jalan buntu." jawab siswa di sebelahnya sembari mengehela nafas berat.
"WOILAHH !! jan nyerah dong! kelen mau ni sekolah kek yang ada di sebelah-sebelah, noh, hah !? bully ampe bundir mau ? Terus ga lama giliran kita yang jadi korbannya. Njirrr.. Gua sih ogah ya." Siswa berambut cepak menggebrak meja, syukurnya tidak sampai terbelah, dan membuat hampir seluruh peserta rapat tersentak.
"Kalemm... sekarang ni emang masa-masa sulit." Tengahi sang ketua.
"Njirrlah semua ini gegara Anjing gila itu. Mending mati aja dia. Nyemplung jurang juga seneng gua. Kelar nih kasus." Seorang siswa disebelah ketua dengan tahi lalat di bawah mata kirinya menyolot.
"Mulutlu gua sobek lama-lama." Askara, mata tajamnya menusuk dalam. "kalo ga bisa profesional, seenggaknya gaperlu nyolot."
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimity for Us
ActionPreman juga punya perasaan. Gua belum sepenuhnya tobat, tapi kalo lu mau jadiin gua lebih baik. Gua bakal terima lu dengan senang hati. Gua cuman berusaha jadi apa yang mereka mau, Osis ? Tim Olim ? Makasih udah nerima gua apa adanya, makasih udah m...