"Dari mana aja sih? Lama banget dari tadi gue tungguin," sambut Jeno pada kedatangan Karina dengan omelan. Padahal Karina baru saja menghentikan laju motor matic-nya tepat di depan gerbang rumah Jeno dan menemukan pemuda itu sedang menunggunya dengan wajah kusut.
"Abis main bareng Giselle. Lagian motor lo mana sampe mesti manggil gue dadakan gini?" tanya Karina yang sejak tadi belum mendapat jawaban dari chat Jeno yang tiba-tiba memintanya datang karena membutuhkan tumpangan.
"Lagi masuk bengkel, penyakitnya kambuh," jawab Jeno dengan cukup jelas yang membuat Karina merasa tak perlu bertanya lebih jauh lagi. Selain karena mereka adalah teman sekelas, jarak rumah mereka yang dekat sudah cukup menjadi alasan mengapa Jeno selalu teringat nama Karina untuk meminta pertolongan.
"Terus ini mau ke mana?" tanya Karina sembari turun dari motornya dan membiarkan Jeno berkendara, sementara Karina naik ke boncengannya. Tentu saja ia tidak sebaik itu membiarkan dirinya membonceng dan mengantar Jeno sampai ke tempat tujuannya. Ia bukan teman yang mau-mau saja dimanfaatkan sepenuhnya oleh Jeno.
"Ke rumah kepsek."
"What the actual fuck?"
Karina hanya bisa menghela napas berat memikirkan harus menemani Jeno ke rumah kepala sekolah malam-malam begini. Sudah bisa dijamin dan tak bisa dihindari, kalau bukan diceramahi dadakan, mereka pasti akan kena kenyinyiran sang kepala sekolah. Apalagi Karina yang sehabis pergi bermain mengenakan pakaian dan dandanan yang tidak mencerminkan citranya sebagai siswa teladan di sekolah. Karina sangat sadar diri untuk tak menampakan dirinya di depan mata kepala sekolah jika tak ingin mendapatkan ceramah malam. Karina terlalu malas dan mengantuk untuk itu sekarang.
"Lagian ngapain ke rumah kepsek malem-malem sih? Gak sopan amat," komentar Karina yang masih enggan. Kalau saja ia tahu Jeno akan ke rumah kepala sekolah, mungkin tadi Karina akan berpura-pura tidak membaca pesan dari Jeno.
"Terpaksa. Besok pagi kepsek mau keluar kota. Kalo gak minta tanda tangan malam ini, besok gak bakal sempat. Dana kegiatan nanti gak bisa cair kalo gak dapet tanda tangan." Terdengar dari nada suara Jeno kalau sebenarnya dirinya juga enggan datang ke rumah kepala sekolah. Tak ketinggalan juga gambaran jelas dari wajah Jeno yang terus-terusan kusut. Namun Jeno bisa apa, ia tak bisa menghindari tanggung jawabnya sebagai pengurus OSIS.
Jika saja Karina bukan termasuk pengurus OSIS, mungkin dirinya tidak akan peduli pada keperluan Jeno dengan kegiatan OSIS dan akan menjawab bodo amat, bukan urusan gue. Lalu ia akan cabut pulang dengan berbagai alasan daripada harus ke rumah kepala sekolah. Sayangnya Karina kembali mengingat statusnya yang juga terikat sebagai pengurus OSIS. Walaupun ia hanyalah sekadar anggota bidang yang tak memiliki jabatan penting dalam pengurus inti seperti halnya Jeno, Karina merasa dirinya perlu membantu setiap kegiatan OSIS ketika tenaganya dibutuhkan. Selain juga karena Karina menganggap dirinya adalah teman yang sangat setia, ia tak mungkin tega meninggalkan Jeno meski ia sangat ingin pulang sekalipun.
"Yakin lo mau nunggu di sini?" tanya Jeno pada Karina begitu mereka telah sampai di depan gerbang rumah kepala sekolah.
Karina menjawab dengan anggukan tanpa keraguan atas pertanyaan Jeno. Padahal Jeno sendiri tampak ragu dan keberatan meninggalkan Karina untuk menunggu di luar sendirian. Namun Jeno sepertinya tak bisa menggoyahkan pertahanan Karina yang bersikeras menunggu di luar gerbang karena tak ingin bertemu kepala sekolah dengan penampilannya sekarang.
"Serem loh kalo nunggu sendirian." Jeno mengelilingkan matanya ke lingkungan sekitar rumah kepala sekolah yang terlihat agak menyeramkan akibat suasananya yang sepi dan banyak pohon rimbun, apalagi lokasi rumahnya berada dalam gang yang minim penerangan. Memang kedengarannya Jeno sedang menakuti Karina, tapi bagaimana pun Jeno peduli pada Karina yang tidak seharusnya ia tinggalkan sendirian di luar malam-malam begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITKAT <nct dream ft. aespa>
Fanfic00'dream-aespa high school oneshot collection - 🐰⭐, 🦊🦋, 🐶❤, 🐻🌙