"Balik kelas ya, aku anterin."
Abyan mengecup dahi Asya dengan lembut dan tulus, lalu mengelus rambutnya perlahan.
Pemuda itu selalu begitu, emosinya selalu tidak stabil. Namun Asya yang sudah terbiasa dengannya pun seperti sudah kebal akan sifatnya yang mudah berubah-ubah.
Kini ia membantu Asya untuk membersihkan wajahnya lalu ia menyemprotkan parfum keseluruh tubuhnya dan tubuh kekasihnya itu.
"Ayo sayang," ujarnya sembari menggenggam tangan Asya.
Asya tersenyum tipis lalu mengikuti langkah Abyan, gandengan tangan mereka terlepas setelah seseorang memanggil Abyan dengan manja.
Jessie, gadis itu terkenal karena kecantikan serta keluarganya yang merupakan salah satu pengusaha sukses yang cabangnya berada di setiap kota di negara ini.
Juga jangan lupakan fakta bahwa ia yang mengejar-ngejar Abyan sejak saat mereka duduk di bangku kelas sepuluh.
"Hai Byan," ujarnya menggoda. Gadis itu memakai baju yang ketat dan rok sepaha, serta makeup yang natural. Cantik memang, tapi tidak bagi Abyan.
Menjijikan.
Itu adalah kalimat yang pantas untuk Jessie, dari Abyan.
Jessie mendekat kearah pemuda itu, lalu menyalip tangannya di tangan Abyan. Sengaja ia ingin mengelus pemuda itu dengan lembut.
Namun Abyan segera menepis itu semua, Byan bergidik ngeri. Perasaannya campur aduk, mual, jiji, hampir muntah. Ditepisnya tubuh Jessie yang baginya menjijikkan itu dengan kuat, hingga perempuan itu terjatuh karenanya.
Asya yang melihat itu hanya bisa menutup mulutnya dengan jemari lentiknya itu.
Tanpa berbicara apapun, segera Abyan membawa Asya ke dekapannya lalu meninggalkan Jessie yang tersungkur di tanah itu.
Bagi Abyan, Jessie itu tak pantas bahkan jika hanya untuk sekedar berbicara dengan dirinya.
Jessie yang terjatuh itupun segera bangkit lalu mengecek tubuhnya, yang ternyata sudah ada lebam di tangan gadis itu.
"Asya sialan!" geramnya. "Liat aja suatu saat gue bakal bikin hubungan lo berdua hancur!" ujarnya marah.
Sementara itu disisi lain, Abyan mempercepat langkahnya hingga tak sadar Asya yang mengekorinya dibelakang.
"Kak!" ujar Asya.
"Kak jalannya jangan cepet gitu!" sahutnya lagi mencoba menghampiri Abyan.
Mendengar ucapan itu sontak Abyan menoleh padanya dan menggandeng tangan gadis itu.
Asya tersenyum tipis pada Abyan.
Gadis itu menghangat, ia menyukai segalanya tentang Abyan. Kecuali sifatnya yang sering moodyan itu.
"Kenapa lo senyam-senyum gitu?"
Asya tersentak, lalu segera menggelengkan kepalanya.
"Kak Aby, kenapa kasar banget sih sama Jessie?" ujar Asya bertanya dengan nada takut. 'Sama aku juga si' sambungnya dalam hati yang tak berani dia ungkapkan.
Aby adalah nama panggilan sayang Asya untuk Abyan, selain Asya dan keluarganya tak seorangpun yang boleh memanggil Abyan dengan sebutan seperti itu.
"Jangan ngomongin dia, jijik gue!" bentaknya.
Asya yang tak ingin semakin mengacaukan mood Aby pun lantas hanya menganggukkan kepalanya saja.
Kini mereka pun tiba dikelas Asya, Abyan segera menyuruh kekasihnya tersebut untuk masuk kedalam kelas. Ia sempat mengacak rambut Asya dengan gemas, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelas gadisnya itu.
"Wes! darimana aja bro?" ujar Tian, sambil menepuk bahu Abyan saat melihatnya memasuki kelas dengan wajah datar khas nya itu.
Ithar menoyor kepala Tian dengan telunjuknya "Bego kok dipelihara!"
"Ya abis apelin ayang lah!" sambungnya.
Lalu Tian tertawa melihat respon Abyan yang memutar bola matanya malas. Abyan selalu saja begitu.
Tian adalah salah satu dari sahabat Abyan, yang merupakan fuckboy kelas kakap. Ia kerap kali menggoda cewek-cewek yang ada di sekolah itu, entah bagaimana caranya malah banyak pula yang menyukai lelaki brengsek modelan Tian.
Lalu di samping Tian, terlihat seorang gadis cantik yang sangat menempel dengan pemuda itu. Namanya Kala, gadis ini adalah pacarnya Tian yang ke ratusan atau ribuan? entahlah tak ada yang tahu pasti.
Kemudian yang menoyor kepala Tian dengen telunjuknya adalah Ithar, pemuda yang ceria, penghibur bagi Abyan dan Tian meski kelakuannya tak berbeda jauh dari Tian.
Abyan menuangkan handsanitizer pada tangannya. Tian dan Ithar yang melihat itupun langsung paham bahwa si jamet kecentilan Jessie itu baru saja berusaha menggoda Abyan.
Setiap kali Jessie bertingkah, Abyan selalu memakaikan handsanitizer pada tangannya, guna menghilangkan bakteri gatal yang ada pada tangannya yang dipegang Jessie.
"Si Jessie gatau malu banget deh buset," ujar Tian.
Ithar mengedikkan dagunya "Tau tuh, gatel. Garukin sono gih!" sahut Ithar.
"Dih, lo aja sono," jawab Tian.
Ditengah perdebatan antara Tian dan Ithar, suara bak kaleng rombeng memecah konsentrasi.
"Byannnn," teriak Jessie dari ambang pintu kelas. Ia lalu berlari menuju arah dimana Abyan berada.
Ya! Mereka ada di dalam satu kelas yang sama!
Untungnya tempat duduk mereka tidak berdekatan.
Kali ini Jessie lebih berhati-hati, ia memilih duduk di bangku samping kiri Byan. Jessie menyodorkan roti dan yoghurt untuk pemuda itu.
Namun Tian segera merampas hak yang seharusnya menjadi milik Abyan itu. Tidak masalah, toh Abyan tidak memperdulikan mereka, lagipula belum tentu Abyan ingin menerima pemberian dari gadis tidak tahu malu itu.
"Jessie Jessie, tau diri kek jadi cewe. Gatel banget kaya gak ada cowok lain aja!" ujar Cia, salah satu teman sekelas mereka.
"Sok asik lo!" sahut Jessie.
"Dasar gatau malu!" sahut Riko, ia juga merupakan salah satu anak kelas ini.
"Huuuuuuu," sorak anak-anak dikelas bersama, mereka memang sangat dendam terhadap Jessie, nama Jessie itu sudah tercoreng dimana mana.
"Berisik!" ujar Jessie dengan menahan tangis, melihat wajah Jessie yang sudah memerah tetap tidak membuat mereka simpati, yang ada malah semakin emosi.
Siapa sih yang tak tahu dengan Jessie si drama Queen di sekolah ini, dari dulu hingga kini ia tak kunjung merubah sikap diri.
Abyan yang muak melihat drama ini lantas ingin pergi keluar kelas, namun langkahnya terhenti ketika Pak Hidayat sang guru Infotmatika memasuki ruang kelas mereka.
"Pagi anak-anak!" sapa pak Dayat.
"Pagiii paakkk," jawab mereka kompak.
Pak Hidayat tersenyum dengan cengiran khas-nya "Bapak kasih kalian tugas kelompok, di kumpulkan minggu depan. Karena bapak ada tugas dinas di luar jadi bapak minta ketua kelas koordinir ya!" ujarnya panjang lebar.
Banyak murid yang mendesah kecewa, mereka lebih senang saat Pak Dayat mengajar daripada harus diberikan tugas kelompok seperti ini.
"Yah gak asik ah pak!" celetuk salah seorang siswa.
"Tenang, mingdep bapak masuk kok. Santuy santuy," jawab Pak Hidayat.
"Nah, sekarang bapak bagi nama-namanya,"
"Jumlah siswa ada tiga puluh enam, berarti ada enam kelompok dengan jumlah enam orang per- kelompok ya!"
"Okeee pakk."