07

378 86 0
                                    

"Kau dan Yoshida kelihatan semakin dekat belakangan ini"

Mendengar kata kata sahabatnya, tangan [name] berhenti menyuap bekal makan siangnya. Matanya melirik perempuan itu dengan tatapan dingin seolah olah tak ingin pembicaraan ini untuk berlanjut.

"Aku tahu, hanya saja kau biasanya selalu mengeluh tentang Yoshida. 'Yoshida itu menyebalkan', 'Dia selalu menggangguku', dan lain lain. Tapi kemarin kau sama sekali-"

[name] meletakkan telur gulungnya ke kotak bekal sohibnya yang seketika diam seribu bahasa. Sial, dia selalu tahu kelemahannya.

"Jangan mengangkat namanya saat aku sedang makan. Nafsu makanku hilang jadinya"

"Kalau begitu bekalmu untukku saja"

"Aku lebih memilih memberikannya pada orang lain"

"Lalu siapa orang itu? Yoshida?~" perempuan berambut sebahu itu mengangkat sebelah alisnya, dia puas melihat temannya yang kebingungan seperti sekarang.

"Siapapun kecuali kalian berdua"

"Ohoho? Denji kalau begitu?"

"Ingin kotak bekalmu kulempar sekarang juga?"

Tak lama kemudian seseorang berjalan mendekati mereka. Tidak, dua orang lebih tepatnya dimana Denji nampak diseret oleh Yoshida dengan kotak bekal di tangannya.

"Boleh kami bergabung?"

Jadilah acara makan siang itu terasa canggung dimana [name] harus duduk bersama Yoshida dan temannya nampak menikmati acara makannya dengan Denji.

Lebih tepatnya mereka saling berbisik tentang hubungan [name] dan Yoshida.

"Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu. Kau tak keberatan menemuiku di perpustakaan setelah bel pulang berbunyi?"

[name] hanya melirik Yoshida, tak biasanya wajah serius itu dia pasang saat bersama dengannya. Jujur saja, laki laki di sampingnya menjadi lebih mengerikan belakangan ini.

"Jika kau memasang wajah itu berarti itu hal yang penting, bukan?" Yoshida berpikir sejenak.

"Mungkin."

[name] menutup kotak bekalnya dan pergi untuk mencari vending machine terdekat. Denji menyikut Yoshida yang sedari tadi terdiam, tak biasanya dia akan berdiam diri saat [name] pergi.

"Jika kau tak ingin mengikutinya aku bisa menggantikanmu." Denji memberikan senyuman percaya dirinya. Sepertinya ini kesempatan besarnya untuk PDKT dengan [name].

Keduanya pergi meninggalkan Yoshida dan teman [name] yang bisa merasakan hawa mengerikan di sekitar laki laki itu.

"Kau teman [name], bukan?"

"Hu-huh? Y-ya..."

"Kau mengenal seseorang bernama Takeda Ryo?"

Takeda Ryo? Bagaimana Yoshida mengetahui nama itu? Seingatnya, dia hanya memberitahu nama itu pada Denji beberapa hari yang lalu. Mungkin firasatnya benar, laki laki itu sudah mengetahuinya.

"Ya..."

"Di kelas mana dia berasal?"

"Kenapa kau menanyakan semua ini padaku?"

Yoshida terdiam, tentu saja dia tak bisa diam saja saat seseorang yang berharga baginya dilukai dengan alasan yang konyol, kan?

"Aku tahu kau mengetahuinya juga. Cukup beritahu aku kelas mana dia berasal."

Perempuan itu sama sekali tak ingin menjawab, dia bisa mencium masalah lain akan datang jika dia memberitahunya.

Tak mendapat respon dari lawan bicaranya, Yoshida memutuskan untuk pergi. Bukan untuk menyusul [name], dia tahu jika [name] menangkap basah dirinya, perempuan itu tak akan pernah ingin bersamanya lagi.

"Jangan memberitahu [name] aku pergi untuk menemuinya, oke?"

Senyuman itu... Dia memiliki firasat buruk saat melihatnya.

**********

"Luka di pipimu..." Denji menunjuk pipi [name] yang kini sudah tak tertutupi oleh plester.

"Sudah membaik, tenang saja." Denji sangat ingin mengetahui wajah laki laki bernama Takeda Ryo yang sudah menampar wanita cantik di sampingnya. Menyalahkan mantanmu atas kematian pacar barumu? Yang benar saja.

"He-hei... Uhh... Jika aku boleh tahu, siapa yang melakukannya padamu?" Denji berusaha agar tak terlihat mencolok namun [name] terlihat tak ingin membicarakan hal itu sekarang ini.

"Aku senang lukamu mulai membaik." Mendengar suara yang familiar di telinga mereka, keduanya sontak berbalik dan mendapati Yoshida bersama dengan temannya yang tampak... Ketakutan?

"Kau baik baik saja? Wajahmu terlihat pucat." Ucap [name] pada temannya yang sudah berkeringat dingin sekarang.

"Tenang saja, aku hanya mengajaknya jalan jalan sebentar. Kami juga tengah mencari vending machine terdekat." Perempuan di sampingnya hanya menjawab dengan anggukan.

Sesuatu terjadi di atas sana selama dia pergi? Dia akan menanyakan ini setelah pulang sekolah. Dia meletakkan minumannya di tangan temannya, mungkin itu bisa menenangkannya.

"Kau bisa menemuiku jika sesuatu mengganggumu, oke?" Lagi lagi hanya anggukkan yang ia dapati.

"Jangan lupa janji kita di perpustakaan, oke?" Yoshida kembali berjalan dengan 'teman' barunya ke arah vending machine.

"Anak itu... Dia benar-benar mengerikan." Ucap Denji yang masih memperhatikan Yoshida dari kejauhan.

"Menjauhlah darinya, oke? Lihat apa yang dia lakukan pada temanmu sampai wajahnya pucat seperti itu."

Dia ingin, hanya Yoshida pasti akan kembali mengikutinya bahkan laki laki itu selalu tahu dimana dia berada.

"Kita tunggu mereka di atap saja, aku lupa membawa kotak bekalku."

********

"Berjanji padaku kau tak akan mengatakan apa pun padanya soal tadi siang." Lagi suara itu membuat bahu perempuan itu bergidik ngeri. Rasanya seperti dia baru saja bertemu dengan mimpi buruk barunya.

"Y-yaa..." Yoshida kembali menarik senyumannya.

"Aku tahu kau memegang kata katamu." Yoshida pergi untuk menemui [name] di perpustakaan.

Perempuan itu menyesali semua yang telah dia lakukan. Kenapa juga dia harus mengikuti laki laki itu tadi?

Ponselnya bergetar, menandakan sebuah pesan masuk. Hatinya merasa lebih lega saat mengetahui siapa yang mengirim pesan itu.

[name]
Kau masih berada di sekolah?

Ya, aku akan segera pulang. Maaf aku tak bisa menemanimu kali ini

[name]
Tak apa, aku mengerti.
Soal tadi siang, kau baik baik saja? Apa panas matahari membuatmu sakit lagi?

Tidak, hanya Yoshida baru saja menceritakan cerita seramnya soal sekolah ini

[name]
Kukira sesuatu terjadi selama aku pergi. Kalau begitu hati hati di jalan.

Ya, hati hati di jalan...

******

Just You [Hirofumi Yoshida x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang