[5] Hate

187 24 3
                                    


Semalaman Dita tidak dapat tertidur sama sekali dan hanya berbaring di ranjang, melamun sambil memeluk selimutnya itu. Matanya memerah sembab karena tidak tidur dan terus menangis.

Sungguh, ia merasa Jinny benar-benar telah mempermainkannya. Jinny selalu berlaku seenaknya dan dia pikir Dita itu boneka apa bisa dimainkan seenaknya?

Memikirkannya saja hati Dita menjadi panas, apalagi sekarang wajah bengisnya itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Dita benci semua itu, hatinya kini dendam dengan gadis bernama Jinny tersebut.

"Akhhh" Dita merasakan kepalanya yang pusing, ia memegang lalu memijat-mijat pelipis kepalanya sendiri dengan jari-jarinya itu.

Otaknya terus mencerna kejadian yang terjadi malam itu, ia merasa dirinya tak mampu untuk menampung semua beban tersebut. Dan ini semua terjadi karena dia harus tersesat di hutan ini.

Tentu jika dirinya tidak hilang dari rombongan keluarganya pasti Dita tak akan berada di tempat seperti ini. Entah kapan dia akan kembali dirinya sendiri saja tidak tau.

Ia juga tidak tau apakah gadis itu akan melepaskan Dita lagi begitu saja setelah Dita mengetahui tentang jati dirinya. Karena pasti Jinny takut jika Dita membocorkan tentang identitasnya kepada semua orang.

Namun kalaupun Dita berbicara demikian, mungkinkah orang-orang akan mempercayainya? Bisa saja nasibnya akan sama seperti ibunya Zuu.

Ceklek.

Suara pintu dibuka. Dita menoleh sejenak melihat siapa yang masuk dan ternyata itu adalah Jinny, lantas Dita langsung meringkuk dan membelakangi Jinny. Ia tak mau melihat wajah dari gadis tersebut.

Jinny membawakan nampan dengan semangkok bubur dan segelas air putih, ia tau Dita belum makan sama sekali dan entah inisiatif dari mana gadis tersebut sengaja memasakkan bubur itu untuk Dita.

Dia juga membawakan satu pasang pakaian santai.

"Fajar segera datang dan seperti yang kau tau, kastil ini akan menghilang. Pakailah pakaian ini karena aku yakin kau tidak ingin bertelanjang dada seharian" ujar Jinny lalu menaruh sweater rajut berwarna maroon dan celana panjang itu di sebelah bantal Dita.

"Aku juga memasakkan mu bubur, makanlah" ucapnya lagi sambil masih memandang Dita yang memunggunginya, bagian punggung itu telanjang dan tentu Jinny dapat melihatnya jelas.

Ia menaruh bubur itu di atas nakas lalu beranjak pergi.

"Apa kau harus bersikap begini?" Ucapan Dita itu membuat Jinny seketika menghentikan langkahnya.

"Mengingat tentang semua yang telah kau lakukan semalam, dan sekarang kau malah bersikap sok peduli padaku. Sebenarnya apa maumu, huh?"

Mendengar kalimat Dita, Jinny lantas berbalik menghadap Dita yang masih memunggunginya. Ia lalu menarik bahu Dita membuat Dita telentang dan menghadapnya.

Lantas Jinny menaruh kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepala Dita, menopang berat tubuhnya pada kedua lengannya tersebut hingga sekilas nampak Jinny berada di atas Dita, namun dengan kaki yang masih berpijak pada lantai.

Ia menatap wajah Dita dengan sorot mata tajamnya, namun sayang sekali kali ini Dita tak gentar sedikitpun, ia sudah tidak takut lagi kala Jinny menatapnya begitu.

"Aku bukannya sok peduli, tapi aku memang benar-benar tidak peduli. Asal kau tau, gadis yang bersamaku semalam, aku telah membayarnya mahal untuk menyerahkan tubuhnya itu. Dan aku yakin kau pasti tak akan mau menerima sepeserpun uang dariku" ucap Jinny dengan nada yang mulai tersulut emosi hingga nafas hangatnya jatuh pada muka Dita.

"Aku tidak mau uang kotor darimu"

"Aku tau itu, Dita. Selama ini aku sudah berusaha bersikap baik padamu"

My Bloody [Dijin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang