"Hi! Gue boleh duduk di sini?"
Atensi yang semula fokus pada lembar demi lembar bacaan di atas meja, kini beralih pada sesosok cewek tak asing yang berdiri di hadapan. Semula Kayana melirik sekitar, meyakinkan diri bahwa dirinyalah yang diajak bicara di jam istirahat pertama di perpustakaan.
Bingung dengan situasi yang tengah dihadapi, Kayana mengangguk sekali setelah menatap binar itu sedetik. Ia berusaha kembali pada aktivitas sebelumnya walau pikiran sudah terjajah oleh kehadiran Sheera, cewek cukup terkenal di kalangan kelas sebelas.
"Gue sering liat lo di sini, tau."
Gue juga, balasnya dalam hati. Sampai saat ini, Kayana tidak mengerti apa yang membuat Sheera datang ke sini. Apa ada cowok sekelas yang diincar, lalu membutuhkan Kayana untuk membantunya? Tapi, Kayana terlalu kurang berbaur untuk dijadikan sebagai pemberi informasi.
"Lo Kayana, 'kan? 11 IPS-3? Gue Sheera, 11 IPS-2."
Sheera merupakan salah satu murid populer, tak heran jika banyak orang yang mengetahui dirinya. Namun, melihat Sheera mengetahui namanya, berhasil membuat Kayana semakin bertanya-tanya. Anggukan ringan ia tunjukkan seraya menutup rasa penasarannya.
"Lo emang sering ngabisin waktu istirahat di sini ya, Kay?"
"Iya," jawabnya singkat. Sesekali cowok itu mengedarkan pandang, berjaga barangkali ada yang memperhatikan interaksi mereka. Kayana hanya tidak ingin menjadi bahan perbincangan.
"Gue juga, kadang. Gue suka perpustakaan, walau entah kenapa kelamaan di sini bikin perut gue mules," kikiknya.
Kayana tersenyum singkat, perutnya merasa sedikit tergelitik.
"Sayang banget bentar lagi masuk jam pelajaran," sesal Sheera. Cewek itu merogoh ponsel pada saku rok seragamnya, mengetikkan sesuatu lantas menunjukan pada Kayana seraya bertanya, "Ini nomor lo, kan? Gue dapet dari grup angkatan. Boleh gue save?"
Kayana dibuat speechless sesaat. Hingga pada akhirnya, tidak ada respons lain selain anggukan kaku. Situasi ini terlalu asing untuk Kayana. Selama dia menduduki bangku SMA, baru sekali ia dipertemukan dengan cewek seperti Sheera.
Belum sampai di sana, Sheera bangkit seraya menggantung lengan dengan kepalan di udara. Kayana tak berkutik. Ia dapat melihat lesung pipit karena lengkung manis yang tercipta di sana.
"Fist bump?"
***
Pembagian kelompok. Adalah salah satu hal yang paling tidak Kayana sukai. Apalagi, sang guru membebaskan para murid untuk membentuk kelompoknya sendiri. Sudah dapat dipastikan, Kayana berakhir luntang-lantung seorang diri.
Pernah sekali, Kayana berada di kelompok dengan tiga anggota, saat kelompok lain terdiri dari delapan orang. Kumpulannya berisikan orang-orang yang tidak diinginkan. Padahal, Kayana tidak terlalu bodoh dari segi akademis. Hanya saja, teman-temannya menganggap Kayana terlalu kaku dan tidak banyak bicara. Hal itu juga yang membuat Kayana kadangkala mendapat olokan dari mereka.
Dalam situasi seperti ini, guru yang mengerti akan membantu Kayana agar dimasukkan ke dalam kelompok terpilih, meski sebagian besar dari teman sekelasnya tidak ada yang mengharapkan kehadirannya. Di kelompok mana pun, Kayana akan merasa tersudut. Menjadi anggota yang tidak diinginkan keberadaannya.
Sedang guru yang lain, memperbolehkan jikalau ada siswa-siswi yang ingin mengerjakan tugas kelompok sendirian. Kayana merasa beruntung karena untuk kali ini, ia tak perlu pusing karena tidak mendapat regu. Ia akan berusaha sendiri jika tugasnya memang bisa dikerjakan mandiri.
Kayana tidak merasa sedih, ia sudah terbiasa menghadapi hal semacam ini. Namun sesekali, dia ingin merasakan menjadi teman yang diinginkan. Teman yang pertama dihampiri saat ada tugas beregu seperti ini.
Mengingat karakter yang melekat pada dirinya, hal itu sepertinya akan sulit untuk terjadi.
Selepas pak Andra memberikan tugas yang harus dikerjakan, beliau pergi bahkan sebelum jam pelajarannya habis. Empat puluh menit sebelum menuju istirahat kedua. Artinya, kelas mereka mendapatkan sedikit jam kosong—satu hal lagi yang tidak Kayana sukai.
Karena ketika orang lain saling berkumpul di titik yang berbeda, berbincang ria dengan topik yang berbeda setiap harinya, juga beberapa anak cowok yang memilih mabar di pojokan kelas, sedang sisanya hanya bertingkah konyol tidak jelas ... Kayana selalu berakhir dengan kebingungan tentang apa yang seharusnya ia lakukan.
Teman-temannya terlihat menghabiskan waktu dengan menyenangkan, sedang dirinya terus memandang arloji berharap waktu berlalu lebih cepat. Waktu di mana ia tidak harus berada di sini, di antara keramaian namun dirinya dilanda sepi.
Kayana juga tidak mengerti, kenapa dirinya begitu sulit untuk menjadi seperti orang lain. Bebas, tanpa kecanggungan yang seringkali datang kala harus berinteraksi satu sama lain.
Kayana mengerjap kala ia mendengar gelak tawa luar biasa tak jauh dari kursi yang ia duduki. Mendadak perasaannya menjadi tidak enak, kala tatapan sekumpulan orang di sana mengarah ke arahnya.
"Bheem ki shakthi, dhoom machaye ... saamne koi, tiknapaaye. Chota bheem, chota bheem, chota bheem, chota bheem. Bheem bheem bheem ... chota bheem chota bheem."
Kayana tahu apa yang sedang ramai di salah satu aplikasi video musik dengan filter jenaka dan latar belakang suara yang baru saja terdengar olehnya barusan. Ia juga mengakui, tren tersebut cukup lucu untuk diikuti. Namun, perasaannya sedikit terusik saat mengetahui dirinya dijadikan bahan bercandaan oleh teman-teman, tanpa persetujuan darinya terlebih dahulu.
Masihkan bisa disebut bercanda, jika Kayana sendiri tidak tertawa atas lelucon yang teman-temannya ciptakan tentang dirinya?
Kali ini seperti biasa, Kayana mencoba tak acuh. Ia menganggap hal seperti ini tidaklah penting untuk diladeni. Toh, cowok itu sudah biasa mendapat perlakuan yang sama tempo hari.
Kayana memilih meninggalkan kelas, ia berniat menghabiskan sisa jam kosong dengan membaca buku di perpustakaan. Keheningan di sana jauh lebih baik daripada kelasnya yang ramai namun dirinya tetap merasa sepi.
Tuhan, sampai kapan Kayana harus ada di tempat ini?
***
Pukul sembilan malam, Kayana sudah berbaring dengan menatap lurus langit-langit kamar. Tak lupa lengan kanan ia tumpukkan di atas kening.
Besok ia harus bangun pagi untuk menjalani hari-harinya yang membosankan, juga menyesakkan. Kayana suka sendirian, tapi tidak dengan kesepian. Terkadang cowok itu iri dengan orang-orang yang memiliki teman. Bukan tak mau, rasanya menjadi orang yang pandai bergaul sangat sulit untuk Kayana lakukan.
Kayana baru saja hendak memejamkan mata kala bunyi notifikasi mengurungkan niatnya. Ia meraih ponsel di nakas lantas melihat pesan masuk dari nomor yang belum ia simpan sedari siang.
Malam, Kay.
How's your day?Sheera.
Bukankah sebelumnya ... Kayana ingin memiliki teman? Apakah ini salah satu jawaban dari doanya?
***
Bagian dua, yuhuuu!
Kurang dari sepuluh jam sebelum tahun 2022 berakhir, wkwk.
Terima kasih sudah mampir! ^^Salam,
Rismacakap.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the New Year
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam projek akhir tahun bersama jurusan Teenfiction The WWG.