"Ayah dirawat di sini udah tiga hari. Lo ngapain?"
Merayakan malam pergantian tahun baru di luar rumah dengan seorang teman, adalah salah satu hal yang tidak pernah Kayana bayangkan. Bersama Sheera, Kayana kembali ke rooftop rumah sakit dengan jagung bakar di masing-masing tangan.
Tidak ada kursi, mereka duduk di lantai dengan kardus bekas sebagai alas.
"Gue punya kembaran, namanya Gheera."
Penjelasan awal berhasil membuat Kayana menoleh tertarik. Seketika ia memikirkan di mana Gheera sekolah? Apakah karakter mereka sama? Atau wajah mereka serupa?
Kayana terkikik geli dengan pertanyaannya sendiri.
Sheera menghela napas berat. Ia menengadah menatap langit malam yang ramai. "Tapi dia sakit, tepat tiga tahun yang lalu dia meninggal setelah rumah sakit ini berusaha keras menunda kematiannya."
Kayana melambatkan kunyahan jagung bakar pada mulutnya. Ia memperhatikan bagaimana Sheera bercerita. Tatapannya menerawang jauh, sendunya tak dapat disembunyikan.
"Gheera terlalu baik, dia selalu dimanfaatin sama temen-temennya. Kalo gue banyak temen, Gheera kebalikannya. Adek gue itu ... persis banget sama lo, Kay. Gue bisa liat adik gue saat liat lo. Itu yang buat gue selalu pengin deket sama lo belakangan ini."
Kayana menunduk sekilas. Akhirnya, alasan Sheera mendekatinya dirinya karena Gheera. Kayana tidak terluka sama sekali. Bukannya tidak penting apapun alasannya, karena yang terpenting, Kayana akhirnya memiliki seorang teman?
"Gue kangen banget sama Gheera, Kay," ujarnya santai. Senyum miris tercipta di sana. Sheera menunduk meratapi jagung di tangan, lalu berkata, "Makanya setiap tahun, gue di sini. Berharap gue bisa rasain kehadiran Gheera."
Kayana tidak tahu harus berperilaku seperti apa. Situasi ini membuatnya bingung. Karena itu, dia tidak sekalipun menyela. Ia membiarkan Sheera bebas bercerita. Barangkali Sheera memang hanya butuh didengar.
"Gheera udah nggak sakit lagi, 'kan, di sana? Dia hebat bisa bertahan sampai sejauh itu. Gue bangga punya adik kayak dia."
Kayana menyimpan jagung bakar yang hampir habis. Ia memandang Sheera lurus. Pandangan mereka bertemu pada satu titik. Entah dari mana Kayana mendapat keberanian untuk menatap netra yang kini sayu itu.
"Gheera juga pasti bangga sama lo, Sheera."
Hanya sepersekian detik, Kayana kembali menunduk. Ia menggaruk pelipisnya gerogi kala tidak ada respons sama sekali dari Sheera. Dehaman pun tak mampu ia tahan. Cowok itu memutar otak untuk mengakhiri situasi canggung di antara mereka. Sementara Sheera terlihat menahan tawa karena tingkah Kayana yang tidak biasa.
Nahas Sheera tak mampu menahan tawanya lebih lama. Ia terpingkal, terlebih melihat semu merah di pipi Kayana. "Lo aneh kalo kayak gini, Kay."
Sedetik kemudian keduanya terlonjak kala kembang api dengan suara luar biasa menyentak kuping mereka. Keduanya tertawa, Sheera sampai meremas perutnya sakit. Cewek itu menjatuhkan tubuhnya hingga berbaring menatap langit leluasa. Sedang Kayana menggeleng kecil karena tingkah mereka.
Hangat.
Kayana suka malam pergantian tahun kali ini.
"Eh, tadi kita sempet beli kembang api juga, 'kan?" Sheera bangun. Ia berdiri di hadapan Kayana lantas mengulurkan tangan di udara. "Mana sini, mau gue nyalain."
Kayana meraih kembang api di kantong kresek persis di sampingnya. Setelah ada di tangan, Sheera lantas menghampiri tembok pembatas dengan korek api yang telah ia beli juga sebelumnya.
"KAY! AHAHA SINI!" teriaknya senang. Sheera terlihat lebih cantik saat gelak tawa menghiasinya.
Kayana tidak mampu menahan lengkung di bibir. Ia menggeleng sekali sebelum setengah berlari menghampiri Sheera. Sungguh, ini malam terbaik untuknya.
Tuhan, jika boleh Kayana meminta, setelah malam ini ... ia ingin Sheera tetap menjadi temannya.
***
YEAY! Akhirnya selesaaaai~
Nggak bisa banyak berkata karena deadline semakin mendekat, awoakaoak.
Intinya, terima kasih sudah mau membaca sampai di sini!
Happy new year, Gaes!Salam,
Rismacakap.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the New Year
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam projek akhir tahun bersama jurusan Teenfiction The WWG.