***
"Kamu bilang apa?" Matt meminta Hana mengulangi ucapannya karena meragukan kemampuan kupingnya untuk mendengar. Jauh-jauh ke Jepang dan ada yang ingin meminjam uangnya.
"Saya mau pinjam uang, Mas," ulang Hana dengan nada yang mengiba. "Dompet saya jatuh. Semua uang cash, kartu ATM dan kredit Papa saya hilang sedangkan saya masih dua minggu lagi di Jepang."
Matt mengamati penampilan Hana dari atas sampai bawah. Penampilan Hana tidak terlihat seperti orang susah, wajahnya juga cantik seperti boneka dari Rusia. Tapi Matt tidak ingin percaya begitu saja karena banyak orang yang menggunakan kelebihan wajahnya untuk menipu.
Jantung Hana berdegup kencang karena rasa gugup dan berlari. Hana tidak pernah menyangka kalau nasibnya akan berada di tangan orang yang baru dia tabrak kemarin. Seandainya tidak membaca pesan dari papa yang memintanya pulang karena firasat tidak enak yang dirasakan mama sejak siang. Hana tidak akan meminjam uang, tapi meminjam kartu ATM saja.
Hana menunduk karena risih dengan tatapan menilai dari Matt yang rasanya seperti sedang diintimidasi oleh pihak yang berwajib.
Untuk menghilangkan rasa risih itu lebih baik Hana mengingat kembali hal yang membahagiakan kemarin saat dirinya tiba di Sapporo. Kebahagiaan yang singkat itu kembali berputar di kepala Hana.
"Akhirnya sampai juga di Sapporo."
Hana meregangkan tubuhnya di atas tempat tidur lalu memandangi interior kamar hotelnya yang terlihat asing. Rasa asing yang menyenangkan sampai membuat Hana menendang-nendang selimutnya dengan gemas hingga selimut itu terjatuh dari tempat tidur.
Single ladies room yang dipesan Hana berukuran kecil jika tidak mau dikatakan sempit. Ukuran kamar hotel di Jepang berbeda dengan Indonesia, tapi kamar hotel di Jepang memang standarnya seperti ini.
Di kamar yang Hana pesan tersedia tempat tidur dengan bed cover, satu set meja kerja lalu kamar mandi lengkap dengan perlengkapan mandi, handuk dan hair dryer. Hana bangkit dari atas kasur untuk mencabut kabel humidifier saat melihat benda itu mengeluarkan uap air di atas meja untuk menjaga kelembaban ruangan. Lebih baik dicabut selagi ingat daripada lupa dan menimbulkan kebakaran.
Hana berbalik untuk menatap pemandangan di luar hotel melalui jendela tinggi di samping kasur. Bangunan pertama yang Hana lihat adalah stasiun kereta Sapporo. Hana menepuk-nepuk pipinya untuk menyakinkan dirinya kalau semua ini adalah kenyataan, bukan foto yang sering dilihat melalui website. Kemarin, Hana masih menginjak tanah kelahirannya yang beriklim tropis dan saat ini dia berada di negara empat musim yang dipenuhi salju.
Salju adalah salah satu hal terbaik yang dapat Hana rasakan secara langsung. Selama ini Hana hanya dapat melihatnya melalui layar kaca. Hana menempelkan tangannya di jendela besar itu seolah sedang menyentuh salju di luar sana. "Keluar sekarang aja. Hampir jam lima sore."
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Remember Me?
General FictionYokoso Japan! Hana sangat senang, mimpinya untuk melihat salju dan makan Pocky semua rasa di negara asalnya terwujud. Segala rencana Hana berjalan lancar hingga satu kejadian tak terduga membuat liburannya berantakan. Ia nyaris menjadi gelandangan. ...