3. Jangan Lama-Lama, Mas.

362 54 8
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hana kembali menunduk saat mendapati Matt yang masih menatapnya dengan curiga. Oke, kalau sepuluh menit lagi masih enggak ada jawaban gue akan pergi cari orang Indonesia lain daripada ngabisin waktu di sini, batin Hana.

Tangan kanan Hana meremas ponsel yang ada di dalam saku jaketnya, seketika itu Hana ingat berbagai hal yang telah di abadikan di dalam benda pintar itu. Hana masih ingat bagaimana perjalanan menuju Susukino yang terasa menakjubkan dengan salju tipis yang turun di langit Sapporo. Waktu makan malam hampir lewat sedangkan dia masih dalam inspeksi apakah layak mendapatkan pinjaman uang dari pria tampan di depannya. Hana berharap dapat menunda rasa laparnya dengan mengingat kembali perjalanannya untuk menikmati ramen kemarin malam.

Hana merapatkan jaketnya saat keluar dari pintu Stasiun Susukino. Kehangatan jalan bawah tanah berubah menjadi hawa dingin yang menusuk. Hana menghentikan langkahnya sebentar untuk mengabadikan hujan salju yang turun. Ponsel itu tidak pernah lepas dari tangan Hana karena terlalu banyak hal menarik yang harus diabadikan. Hana tidak tahu kapan akan ke Hokkaido lagi sehingga tidak ingin melewatkan sedikit pun hal menarik di sepanjang jalan yang dilewati.

Hana kembali melangkah mengikuti petunjuk dari Google Maps. Jarak Ramen Alley dari stasiun Sukusino dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama satu menit, tapi Hana membutuhkan lebih banyak waktu. Sepatu khusus musim dingin lebih berat dibanding sepatu olahraga biasa sehingga membuat Hana berjalan lebih lambat karena kakinya belum terbiasa.

Pedestrian yang dilewati oleh Hana bersih dari salju karena salju-salju itu sudah dibersihkan dan dikumpulkan di samping jalan. Saat melangkah rasanya seperti membelah lautan salju. Meskipun bersih dari salju, bukan berarti aman karena pedestrian itu becek dan licin oleh salju yang meleleh. Hana melangkah dengan hati-hati supaya tidak terpeleset.

Dari kejauhan Hana melihat billboard kuning yang menyala terang yang menjadi tanda Ramen Alley. Sesuai dengan namanya, Ramen Alley adalah sebuah gang sempit sepanjang empat puluh dua meter yang berada di antara gedung-gedung. Terdapat tujuh belas kedai ramen di Ramen Alley yang selalu dipadati oleh wisatawan baik siang maupun malam, dan saat tengah malam dikunjungi oleh pelanggan lokal yang makan ramen sebagai penutup setelah minum-minum.

Hana berhenti di bawah billboard itu kemudian bergumam, "Ganso Ramen Yokocho, since 1951." Hana hanya membaca tulisan latinnya saja karena tidak bisa membaca huruf Katakana, Hiragana apalagi Kanji.

Hana menepuk salju di atas topi wol yang menutupi kepalanya sebelum masuk ke Ramen Alley. Hana tidak menyangka kalau Ramen Alley malam ini disesaki pengunjung. Dari pintu masuk saja Hana dapat melihat turis yang mengantri di luar pintu kedai ramen.

Hana melangkah masuk dengan perlahan, matanya membaca satu per satu menu yang ditempel di kaca di depan kedai. Ramen Alley salah satu tempat yang ramah untuk turis mancanegara karena tiap ramen yang ditawarkan ditulis juga dalam bahasa Inggris bahkan ada menu yang ditulis dalam aksara Thai.

Will You Remember Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang