Alunan melodi sayup-sayup mengalun di dunia tanpa cahaya. Seorang gadis berambut kelam meringkuk di tengah kegelapan, kelopak matanya sedikit bergerak-gerak. Bukan, bukan karena mengusik tidur panjangnya yang membosankan. Tapi, melodi itu memunculkan suatu memori yang mengusik hatinya. Perasaan familiar dengan melodi tersebut menggelitik kebosanan abadinya. Perlahan kepala yang ia benamkan ke lutut yang dipeluk erat terangkat. Matanya melirik enggan, toh Ia tahu tak ada siapapun di dunia gelapnya. Mana mungkin ada yang memainkan melodi di dunia dimana tak pernah dia melihat seseorang selain dirinya. Tak mungkin juga monster jelek yang hanya tahu memakan atau dimakan akan memainkan melodi. Gila saja, namun entah kenapa dia sedikit tertarik untuk mendengarnya lebih
.
.
.
.
Langkah remaja lelaki berambut blonde dengan jas putih rapi tak lupa pita merah yang menggantung di kerah lehernya sejenak terhenti. Tangannya masih menggenggam arloji saku antik yang ditemukannya dipagi hari. Dibukanya lagi arloji antik tersebut. Melodi yang familiar itu kembali terdengar lirih. Terasa seperti ada hal yang tersembunyi dan memintanya untuk menemukan kembali.
'apakah arloji ini memanggilku?'
"Ve!" teriakan pria paruh baya sembari melambaikan tangannya ke sosok pemuda berambut pirang membuyarkan lamunannya.
"Paman Oscar!" Sahut pemuda itu. "Memanggilku?" berlari dengan wajah cerianya.
"Oh! Mari kuperkenalkan denganmu Ve. Ini anak perempuan Duchess Rainsworth, Nona Sharon Rainsworth."
Sosok gadis manis berambut brunette bergelombang. Gaun ungunya terlihat anggun dan elegan seirama dengan warna irisnya. Ve tersipu ketika gadis itu tersenyum manis dengan tatapan hangatnya.
"Sebuah kehormatan untuk bisa bertemu denganmu." Suara lembut gadis itu memecahkan keterpukauan Ve. Membuat tubuhnya sedikit terlonjak dan gugup.
"Huh!? Uh... Yaa!!"
"Umm.. Umm... Akankah kau mengikuti pesta?" tanya Ve dengan senyum kikuknya. Kedua telapaknya Ia gosok-gosok menutupi kegugupannya.
"Tidak, Ibuku yang diundang untuk acara disini." Jawab gadis itu masih dengan senyum elegan khas bangsawan. Namun, tiba-tiba raut mukanya berubah, kepalanya menunduk dan suaranya melemah.
"Tapi beberapa hari lalu, ibuku jatuh sakit. Sebagai anak perempuannya, aku datang untuk menyampaikan permintaan maaf terdalam, dan memohon padamu untuk mengizinkannya tidak hadir dalam acara ini." Air mukanya tiba-tiba berubah lagi, takut mengganggu pikiran Ve.
"Pasti sangat menyenangkan jika aku dapat menggantikan tempat ibu, tapi biar bagaimanapun aku masih belum berumur 15 tahun." Senyumnya kembali terukir.
'Lebih Muda!!!'
Jeritan Ve ketika dewa cinta tepat memanah hatinya.
"Ah haha! Lisanna juga sedih, karena dia tidak dapat pergi ke pesta." Sahut Paman Oscar, mengelus kepala Lisanna yang menempel memeluk kaki jenjangnya.
"Tuan Ve, aku akan berusia 15 tahun depan." Ujarnya dengan wajah ceria.
"Ketika waktu itu tiba, dengan segenap hati berdansalah denganku." Imbuhnya.
'Ya, tentu saja dengan segenap hatiku!'
Sorak sorai penuh kemenangan riuh di hati Ve. Nampak dari senyumnya yang lebar dan matanya yang berbinar.
"Kalau begitu, sepertinya sudah hampir waktunya." Suara lembut Sharon membuyarkan lamunan Ve. Gadis itu mendekat, meraih jemari Ve yang tergantung di samping badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora Hearts
Fiksi UmumPetualangan dan perjuangan Ve dan Kanina untuk menemukan jati dirinya. Keduanya dipaksa untuk menguak tragedi seratus tahun lalu yang melenyapkan satu kota. Ketika kenangan Kinana memanipulasi dimensi maka muncul fakta-fakta mengerikan yang mempert...