Part 4 (Mangga)

6 2 0
                                    

Happy Reading
-
-
-
-

Eira menatap segumpal selimut yang mencoba menjauh darinya. “Chan marah dengan master?” tanya Eira. Tapi gumpalan selimut itu tidak memberi respon. Eira mencoba mendekati gumpalan selimut itu. Gumpalan selimut yang menyadari hal itu mencoba menjauh dari Eira.

“Baiklah, es krim ini akan master makan sendiri.” Eira beranjak dari duduknya.

“Chan juga mau es krimnya.” suara cicitan dari dalam selimut itu membuat Eira tersenyum kemenangan.

“Jika ingin makan es krim seseorang itu harus berhenti marah kepada masternya terlebih dahulu.” Eira berbalik dan menatap gumpalan selimut itu.

“Chan tidak marah kepada master. Jadi Chan bisa mendapatkan es krim itu sekarang.” Sebuah kepala keluar dari selimut itu dan menampilkan wajah manis yang menatap Eira, ah bukan Eira tetapi es krim yang ada ditangan Eira dengan tatapan memuja.

“Baiklah es krimnya akan menjadi milik Chan jika Chan berjanji.” mata berbinar Chan berubah menjadi rasa kesal. Anak itu tidak suka berjanji. Dia lebih suka mendapatkan janji.

“Chan harus berjanji Chan tidak boleh melakukan apapun sesuai keinginan Chan seperti tadi atau Chan tidak akan mendapatkan es krim lagi dikemudian hari.” Wajah Chan semakin merengut kesal.

Melihat tatapan kesal anak itu Eira segera menggodanya dengan satu cup besar es krim rasa green tea. “Chan tidak mau dengan es krim ini?” Eira membuka tutup cup es krim itu. Seketika aroma teh hijau menyeruak. Mata besar Chan melotot melihat kelakuan masternya. Hidung kecilnya mengendus endus aroma teh hijau itu.

“Chan mau, Chan mau.” Tangan kecil itu mulai menjangkau Eira. Eira yang melihat itu menyeringai licik.

“Berjanji dulu!” Eira menyembunyikan es krim itu dan menyodorkan kelingkingnya.  Tatapan Chan masih mengarah kepada es krim yang berada di belakang tubuh Eira.

“Janjinya mana Chan?” Eira semakin menyembunyikan es krim itu karena Chan mentapnya seperti seekor hewan yang kelaparan. Ah, Chan memang hewan, lebih tepatnya manusia setengah kuda.

Chan terlihat berfikir namun mata besar itu masih memerhatikan cup besar es krim dibelakang Eira. Eira yakin bahwa sekarang Chan tidak sedang berfikir melainkan mencoba menahan diri agar membuat janji dengan masternya.

“Janji?” Eira semakin menyodorkan kelingkingnya. Chan dengan ragu memberikan kelingkingnya. Eira tersenyum bangga melihat kedua jari itu menjadi satu.

“Mana es krim Chan?” tuntut Chan. Eira meberikan cup besar itu kepada Chan. Tentu saja lelaki kecil itu segera menarik cup itu dan memakannya.

Mulut itu sekarang sudah penuh dengan es krim hingga mengotori selimut yang ada.

“Apa kau ingin menyusahkan bibi Lily dengan mengotori selimut ini?” Eira menunjuk noda yang ada di selimut itu. Sedangkan sang pelaku tidak memperdulikan hal itu. Eira mengerti bahwa anak itu masih marah kepadanya. Dia membiarkan Chan memakan es krimnya terlebih dulu.

Selesai dengan es krimnya, Chan mencampakan cup itu begitu saja di lantai. Eira terlihat meringis melihat cup besar es krim yang tadinya berisi penuh sekarang sudah berada diperut Chan.

“Chan mau bobok dikamar lain.” Chan mengusap mulutnya menggunakan selimut. Ah, biarkan saja, selimutnya sudah kotor sejak tadi.

“Master ingin bicara dengan Chan!” Eira mulai dalam wajah serisnya.

“Tapi Chan tidak ingin bicara dengan master.” Dari raut wajah Chan yang menampakkan keseriusan. Berbeda 180 derajat dari Chan saat sedang makan es krim 15 menit yang lalu. Menyadari perubahan wajah itu, Eira sedikit khawatir tetapi tidak menunjukkannya.

The Perfect Hybrid (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang