Ayah sering bercerita tentang oma dan dalam tiap paragrafnya selalu dibumbuhi pujian dan sanjungan. Oma adalah wanita, istri dan ibu terbaik. Kalimat itu yang selalu diucapkan Ayah.
Oma Nar bukan kembang desa atau pujaan para pemuda tapi dia bisa menarik hati opa Za yang saat itu adalah pewaris tunggal sebuah pabrik kertas terbesar di Indonesia. Opa Za kaya, tampan dan cerdas. Gadis mana yang bisa menolaknya, termasuk oma. Tapi orang sering bilang, semua itu hanya nasib baiknya oma saja karena semula opa Za akan dijodohkan dengan adik oma, oma Upik. Bahkan ada yang menuduh oma main dukun. Jahatnya.
Kata Ayah, oma Pik itu pintar bicara dan mengambil hati orang dan aku bisa melihatnya. Diumurnya yang sudah berkelapa enam sekarang, dia sering berlebihan membanggakan anak-anak lelakinya yang katanya sukses kepada beberapa rekannya yang punya anak gadis . Aku juga sempat mendengarnya bercerita tentang emas dan tanahnya yang ada diman-mana. Tapi oma Pik jarang tersenyum dan selalu mengomel termasuk kepada Ayah yang sering terang- terangan memuji oma Nar.
Ayah opa, kakek buyutku, yang blesteran Belanda lebih menyukai wanita aktif yang banyak bicara dan energik, sementara Oma Nar adalah gadis desa yang pemalu. Oma Nar dan oma Pik, dua saudara yang sangat berbeda. Tapi dipertemuan itu juga opa menolak dengan sopan, alasannya dia merasa tidak hormat bila menikahi perempuan yang masih mempunyai kakak gadis. Tapi menurut Ayah, opa sudah terpesona duluan dengan cara oma menyedukan teh ketika opa bertamu, cara oma menyapa dan tersenyum pada opa, pemuda yang baru dikenalnya. Aku akan membayangkannya, pakaian sopan, rambut yang dikepang, wajah yang tertunduk malu, mata yang hanya melirik, senyuman tipis yang tetap indah, penuh tata krama dan tetap anggun, budaya timur yang selalu mama agungkan.
Lalu dihari selanjutnya opa dan keluarganya datang lagi untuk melamar oma. Aku coba berkhayal lagi. Mungkin pesta lamarannya bangsa kolonial lebih meriah. Tapi memang orang Belanda juga kenal lamaran.
Sampai seminggu kemudian mereka menikah dan membuat pesta besar-besaran, 7 hari 7 malam. Lalu Ayah akan menambahkan bahwa pesta besar-besaran itu dibuat opa karena begitu bangga mendapatkan oma. Hal itu juga yang membuat Ayah menyanggah semua persebsi orang tentang oma yang nasib-nasib’an mendapatkan suami kaya. Ayah malah mengganggap Bapak-nyalah yang beruntung mendapatkan istri yang tulus dan berbakti seperti oma. Kecuali dalam satu hal, seorang anak perempuan.
Tiga anak lelaki gagah yang semuanya mencerminkan sifat opa menemani di 5 tahun pertama pernikahan mereka, termasuk Ayah yang merupakan anak ke2. Mereka semua berbadan besar, tinggi juga cerdas. Tapi opa menginginkan seorang anak perempuan, entah dengan alasan apa dan lagi- lagi Ayah menyanjung oma,
“ Itu karena opa ingin seorang anak gadis yang tumbuh layaknya oma, istri tercintanya. “
Mungkin juga begitu, opa ingin membuat seluruh keluarganya seperti oma , gadis desa penganut budaya timur dengan rahasia keindahan wanitanya.
Tapi ketika oma mengandung anak keempat mereka, opa meninggal dunia diusianya yang ke 34 tahun dan oma-lah yang harus megurus perusahaan opa. Lima bulan setelah hari berkabung, oma melahirkan seorang putri cantik yang mungil, tante Yati. Beratnya hanya 1,4 kg. Sangat sensitive. Sebenarnya wajar saja, oma sangat terpukul atas kepergian opa sehingga mempengaruhi keadaan janinnya.
Andai saja saat itu opa masih ada. Dia pasti akan bertambah bahagia, seorang putri mungil yang dia idamkannya telah lahir sebagai kloning Siti Naridah Aisyah, oma Nar.
Tak ada yang bisa menyangkal oma sangat kehilangan opa. Mungkin itu juga yang membuat oma langsung menyibukkan diri mengurus perusahaan yang terpuruk akibat kepergian opa tepat setelah pulih habis melahirkan.
Begitu sampai dicerita ini, Ayah tidak bersemangat lagi. Aku harus membujuknya berhari-hari agar meneruskan cerita dan berhenti membuatku penasaran.
“ Oma berusaha keras membangkitkan kembali peninggalan opa yang berharga itu.” Lanjut Ayah
Sejak itu oma jarang dirumah. Tante Yati yang masih butuh perawatan intensif diserahkan pada pengasuh khusus yang menjaganya 24 jam.
Apalagi saat perusahaan yang dipimpin oma mengalami kemajuan bahkan lebih baik dari kepemimpinan opa.
“ Oma memang wanita hebat. Dia bisa melakukan semua hal yang orang pikir tidak mungkin dia lakukan. Saat bisa menikah dengan opa yang tampan, kaya dan cerdas. Lalu dia bisa menjadi wanita desa yang sukses memimpin perusahaan besar.” pujian Ayah.
Tapi oma jadi semakin jauh dengan anak-anaknya. Ayah dan ke-2 saudaranya juga disiapkan masing-masing pengasuh. Mereka hanya bisa melihat ibu-nya pagi saat sarapan atau bahkan tidak bisa bertemu seharian penuh.
“ Kami jadi anak pengasuh.” Ujar Ayah tanpa rasa sesal ataupun sedih.
Sementara tante Yati tumbuh menjadi wanita anggun layaknya oma saat muda walau tanpa bimbingan oma. Hidung mancung dan alis tebal layaknya Opa. Lesung pipi, cantik dan cerdas seperti oma.
“ Kamu akan melihat oma yang berumur 15 tahun bila mendengarnya bicara.” Tambah Ayah. Tante Yati yang berbadan mungil, sopan, ramah dan pendiam tapi pandai bicara.
Satu hal lagi yang aku pertanyakan dari cerita pendek ini, kesemua anak – anak oma tidak ada yang protes dengan perubahan sikap oma yang kaku. Semua saudara Ayah menjadi orang sukses dan tidak ada yang mengecewakan. Entah memang tidak ada, atau aku yang tidak tahu.
Sampai sekarang sifat oma masih tertutup dan penyendiri. Dia selalu menyibukkan diri dengan mengurus perusahaan yang sebenarnya sudah lebih dari cukup diurus 3 orang lelaki tangguh yang begitu mengaguminya dan seorang wanita cantik serupa dirinya. Mereka semua mencintai oma. Aku bisa melihatnya. Entah oma tahu atau pura-pura tidak tahu.
Malah aku sempat berpikir mungkin oma yang selama ini ada dicerita Ayah bukan oma Nar yang selalu serius dan jarang menyapaku. Mungkin itu juga sebabnya aku sulit membanyangkan raut wajah oma bila tersenyum.
Setiap orang bisa berubah kapan saja. Tapi aku bangga punya oma seperti oma Nar, bukan karena dia sensitive atau tidak pernah memanggil namaku atau bahkan lupa kalau aku ini cucunya, melainkan karena dia wanita tangguh meski dalam kesendiriannya, dia tetap diam meski orang beranggapan buruk tentang pernikahannya dengan opa Za, dia berhasil membuat perusahaan hampir failed jadi semakin maju dari sebelumnya meski hanya dipimpin seorang janda beranak 4 yang pendiam dan tidak berpendidikan tinggi, dia tetap sabar dan setia menghadapi opa yang otoriter tapi penyayang serta keras tapi manja.
Ini sepenggal epos keluargaku. Tokoh utamanya oma Nar. Wanita berani, istri setia dan ibu paling beruntung dengan 4 orang putra-putri yang penuh pengertian. Tiap orang punya siklusnya masing-masing dan aku yakin suatu saat oma akan kembali ke posisi awalnya, “ wanita, istri dan ibu terbaik serta oma yang suatu saat akan bercanda denganku dan cucu-cucunya yang lain “ sesuai cerita ayah.
Panta rei, tidak ada yang tidak berubah. Semuanya mengalir juga dengan sifat seseorang.Satu pertanyaanku untuk menutup cerita ini.
“ Darimana Ayah dapatkan cerita selengkap ini?”
“ Oma Pik.” Jawab Ayah singkat sambil tersenyum tipis lalu pergi.