Hujan membasahi Rafardhan dari kepala sampai ujung kaki. Namun dia tidak memperdulikan itu semua, karena sekarang matanya hanya bisa fokus menatap bagaimana mereka menguburkan semestanya.
Pemakaman, tempat yang tidak pernah dia hadiri sebelumnya maka hari ini dia menghadiri untuk mengantar jenazah sang ibu kepada ke tempat peristirahatan terakhir manusia.
Penampilannya sekarang bisa dibilang menyedihkan, bahkan masih memakai baju seragam sekolahan.
Lihatlah lelaki yang selalu dibilang gagah dan berani oloh seluruh siswa-siswi sekolahan mereka, sekarang terlihat begitu menyedihkan.
Air terus mengalir dari pipinya tapi tidak jelas apakah air hujan atau malah air mata.
Orang-orang yang datang sudah pergi dan hanya menyisakan Rafardhan sendirian. Atau mungkin tidak?
Namun memangnya Rafardhan peduli? Dia bahkan tidak bisa mendengar apapun sekarang selain suara rintik hujan.
Dan matanya masih tidak lepas memandang tanah yang ditumpuk membukit sedikit dengan lekat.
Sampai dia kemudian merasakan bahwa hujan tidak lagi mengenai tubuhnya, lalu dirasa ada seorang yang berdiri disebelahnya.
Ditatapnya wanita itu yang sedang memegang payung melindungi gerimis hujan dari mereka berdua, Rafardhan ingat sekali bahwa wanita ini jugalah yang mengabari serta menjemputnya tadi.
Merasa ditatap wanita itu juga menatap Rafardhan sekilas, lalu kembali menatap kuburan.
"Sedih keterlaluan juga bakal jadi beban buat bibi.. "
"Gue tau." potong Rafardhan, wanita itu bahkan belum menyelesaikan ucapannya.
"Ga papa aku ingatin aja, kali aja kamu lupa kan." ucap perempuan itu ngaco.
Rafardha melirik sekilas dan tidak berucap lagi, keadaan pun menjadi hening kembali.
Beberapa saat kemudian mereka masih saling diam sampai akhirnya perempuan itu berkata.
"Mungkin kamu ga suka dengernya..."
"Tuh tau jadi ga usah ngomong, lo pulang aja gue mau sendirian." potong Rafardhan lagi.
Kali ini wanita itu menatap Rafardhan dengan serius, "sebenarnya aku juga tau kamu butuh sendirian tapi dengan kamu kaya gini bibi di sana malah bakal punya beban berat." katanya.
"Mau gimana pun kamu nangis, atau bilang dalam hati ini semua cuma mimpi kek tar kalau bangun bibi hidup lagi, itu semua ga merubah kenyataan kalau bibi udah meninggal dia ga bisa sama kamu lagi." jelas gadis itu panjang lebar, namun dengan suara lembut.
Radafardha terdiam lama sekali, dan kali ini si perempuan tidak berucap juga membuat mereka dalam keheningan sekali lagi.
Beberapa menit kemudian
"Gue bahkan ga datang saat mamah pengen ketemu gue." suara Rafardhan serak seperti akan menangis.
"Gue juga ga sempat liat dia saat dia udah jadi jenazah..." tidak tahan lagi air mata mulai mengalir.
Dan tanpa berkata berkata-kata Rafardhan memeluk wanita itu dengan erat, meletakan kepalanya di perpotongan leher gadi itu.
Bisa perempuan itu rasakan kalau Rafardhan menangis, namun tanpa suara. Dia hanya memeluk gadis itu dengan erat tanpa melepaskannya.
"Hera itu namaku, kau bisa menangis sesukamu tapi jangan terlalu lama. Sebentar lagi malam. " ucap gadis itu sambil membalas pelukan cowok itu.
"Uhm,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendamping Kala Hujan
Cerita PendekKita tidak akan pernah tau takdir itu akan berjalan seperti apa entah itu kehidupan, kematian, juga jodoh. Kita tidak pernah tau kapan semua itu akan datang dan pergi. Seperti itu juga Rafardhan yang tidak pernah tau kalau wanita yang selama ini tid...