Prolog

850 49 4
                                    

Copyright © The Rocker That Holds Me by TerryAnne Browning

-

Aku hanya mengubah agar bahasanya tidak terlalu kaku seperti novel aslinya.

Cerita ini diambil dari sudut pandang 'aku' alias main cast kita, Kim Sunoo.

-

Please read the tags carefully

-

Happy reading^^

-

Saat itu hujan.

Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat. Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh.

Mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan lelaki hidung belang.

Sepertinya hari ini aku kurang beruntung. Ibuku murka, dua kali. Kemurkaan karena ada badai diluar dan monster dalam diri Ibuku yang mengamuk.

Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa wanita itu akan pergi tidur seperti biasa. Tapi sepertinya Tuhan tidak mendengarkan doaku saat ini.

Tampaknya Tuhan tidak pernah mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya. Aku mulai bertanya-tanya apakah Dia benar ada? Seperti yang selalu di sampaikan pendeta bahwa...

Dia ada.

Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya kepada-Nya.

Hujan membasahi kaos tipis dan celana legging-ku. Aku menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai menjadikanku samsak tinjunya.

Hujan menyapu air mataku dan darah yang mengalir dari luka berbilur dan memar yang diberikan ibuku, aku sudah terbiasa dengan rasa sakitnya.

Sesaat setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar rumah, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang membatasi rumahku dan rumah Heeseung.

Aku berdoa semoga ibunya belum membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci jendelanya. Heeseung selalu membiarkannya tidak terkunci untukku, sekedar berjaga-jaga.

Naik pada drum tua berukuran sedang yang kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa ibunya sudah membersihkan kamarnya. Jendelanya terkunci.

Aku menggigil karena hujan bertambah deras. Aku lupa memakai alas kaki, payung, bahkan tempat hangat untuk berlindung.

Tidak ada gunanya mencoba berkeliling di rumah-rumah sekitar.

Ayah Jongseong ada dirumah, aku tidak akan pernah masuk kesana ketika ada kesempatan tuan Park bisa menemukanku. Rumah Jaeyun dan Sunghoon hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka membantuku.

Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan rambut basah dan kusut dari wajahku, berjengit ketika aku menyentuh pipiku yang membengkak.

Ibuku adalah seseorang yang ahli dalam menampar wajah, dan hari ini dia tepat sasaran. Mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang habis ditenggaknya.

𝑺𝒂𝒏𝒄𝒕𝒖𝒂𝒓𝒚 • 𝑯𝒆𝒆𝒔𝒖𝒏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang