Chapter 5

4.3K 113 5
                                    

Seiring tetes terakhir dari air seni Indra habis, akal sehatnya juga berangsur kembali.

Bobot dari situasi yang baru saja terjadi kian mengendap, jantungnya seakan mau copot, rasa panik melandanya bagai siraman air dingin.

Indra menggeleng-gelengkan kepala seraya menatap keadaan korbannya. Pak Brengos tergeletak di lantai, terisak-isak, pakaian yang dikenakannya tercabik-cabik, seluruh tubuhnya basah kuyup oleh kencing, dari duburnya mengalir cairan putih kental.

"P..Pak!!!" serunya seraya menghampiri Pak Brengos. "Maafkan aku Pak!? Aku tidak bisa mengontrol tubuhku!"

Masih tak percaya dengan apa yang telah diperbuatnya, dengan tangannya yang bergetar ia mencoba menegakkan Pak Brengos ke posisi duduk. Kondisi pria itu masih setengah semaput karena racikan obat. Indra membuka bajunya sendiri untuk mengelap wajah Pak Brengos yang bersimbah air seni.

Apa yang telah aku perbuat!? Aku telah memperkosa Pak Brengos!

Mulut Indra terbuka seakan mau mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, ia tidak tahu harus mulai minta maaf dari mana. Apapun yang dia katakan tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik.

Dipacu adrenalin, pikirannya menjadi liar memikirkan akibat dari situasi ini, tanggung jawab yang harus dibayarnya. Hatinya disayat-sayat oleh rasa besalah.

Tiba-tiba Pak Brengos bergerak. Indra mengira Pak Brengos akan memukulnya, atau membantingnya, apapun itu ia siap menerima hukumannya, tapi kedua lengan kekar pak Brengos malahan memeluknya.

Apa yang terjadi?! Pikir Indra.

"Terima kasih Nyo..." bisik Pak Brengos lembut di telinganya.

Apa aku nggak salah dengar? Pikir Indra.

Indra bisa merasakan tubuh pak Brengos berguncang dalam isakan tangis, debar jantung Pak Brengos berdebar sama kencangnya dengan jantungnya. "Terima kasih...terima kasih...terima kasih...."

Indra tidak tahu bagaimana harus berbuat apa dengan reaksi Pak Brengos yang tidak disangkanya.

"Aku kira aku akan membawa rahasia ini sampai aku mati," bisik Pak Brengos.

Hah?! Apa yang dikatakannya? Pikir Indra.

"Aku..., aku homo," bisik Pak Brengos, suaranya bergetar, tapi matanya menatap menyala, "Aku homo!" ulangnya, kali ini, berproklamasi dengan lantang, walau air mata berlinangan di matanya.

Tentu saja Indra kaget, ia sama sekali tidak menyadarinya, Ia bahkan tidak tahu harus merasakan apa, badai emosi riuh melanda di dalam dadanya.

Lalu dengan air mata berlinangan Pak Brengos lalu berkata, "Sejujurnya dari dulu aku tahu kalau hati di dadaku ini adalah hati yang mencintai sesama laki-laki, dan orang seperti ini selalu dicemooh, dijadikan bahan lelucon. Agar diterima oleh dunia, aku terpaksa memakai topeng, dan ya memang, aku berhasil mengelabuhi dunia, tapi tidak bisa mengelabuhi hatiku sendiri!"

Di era informasi sekarang saja, dimana pernikahan gay sudah legal di luar negri, masih ada orang yang menganggap menjadi gay itu sekedar pilihan, Indra tidak bisa membayangkan bagaimana hidup menjadi gay waktu dulu, pikir Indra.

"Bapak hanya melakukan hal yang harus dilakukan untuk bertahan hidup," kata Indra.

Mendengar kata-kata itu, wajah Pak Brengos mengkerut, berusaha menahan diri untuk kuat, menahan tangis, Mungkin ini pertama kalinya ia mendapatkan validasi dari penderitaan yang dipendamnya.

"Maka aku mulai mengubur hatiku sedalam-dalamnya. Seperti yang diharapkan padaku oleh dunia, aku menikah, dan aku benar-benar berharap bisa bahagia.... "

"Apa bapak bahagia?"

Pak Brengos menghela nafas dan menggeleng lemah.

"Memang jaman semakin lama semakin berubah, aku bisa melihat di TV orang sepertiku bisa di terima, tapi kupikir semuanya sudah terlambat bagiku, Aku hanya bisa ikut berbahagia untuk kebahagian orang lain, dan hidup dengan lubang menganga di hatiku." kata Pak Brengos, "Aku tidak tahu betapa kesepiannya aku, sampai aku bertemu kamu Nyo, dan ketika kita bercinta tadi, aku merasakan koneksi batin yang tidak pernah kurasakan sebelumnya! Dan semua ketakutanku, keraguanku hilang. Pak Brengos yang lama sudah mati, sekarang aku adalah manusia baru yang akan hidup sesuai dengan hatiku yang sejati!"

Perasaan Indra terenyuh mendengar pengakuan Pak Brengos, ia mempererat pelukannya di tubuh pria kekar itu.

Setelah puas menangis, Pak Brengos berulang kali berterima kasih kepada Indra karena menyelamatkannya, hingga tubuhnya tidak mampu lagi melawan pengaruh obat, dan ia pun terlelap.

Tak terasa setetes air mata pun mengalir di matanya. Rasa bersalahnya sudah menguap sama sekali, ia merasakan kebahagiaan yang meluap-luap. Ia juga merasakan koneksi yang sama seperti yang diakui oleh Pak Brengos.

Seumur hidupnya ia bertanya-tanya mengenai kewarasannya sendiri, tapi ternyata ia tidak gila, setelah mendengar cerita Pak Brengos, ia mulai mengerti alasan mengapa ia bisa mengendus wangi ini.

Eh tapi...Tunggu! Hidung Indra bergerak mengendus-endus, mencoba mengendus Pak Brengos, namun yang tercium hanya bau pesing dari air seninya.

Hilang!

Tapi tidak, ia masih bisa mendeteksi wangi itu walau samar. Terasa jauh! Jantungnya kembali berdebar kencang ketika menyadari bahwa sumber aroma itu sudah pindah.

Apa maksudnya ini!? pikir Indra.

Bersambung

PELAKORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang