Aku hanya diam. Menahan air mataku agar tidak terjun ke pipi. Membiarkan rambutku berantakan diterjang hembusan angin. Membiarkan tubuhku kedinginan diselimuti lembutnya angin. Membiarkan Arza mengebut dengan motornya. Hei, apakah dia tidak melihat ada seorang perempuan yang sedang memboncengnya?
Kami akan pergi ke rumah sakit. Kami meninggalkan rapat OSIS yang tengah berlangsung. Bagi kami, Aksa lebih penting.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bau obat obatan menusuk hidungku. Semua orang terlihat tenggelam dalam kesibukan. Seorang wanita berambut pendek tampak larut dalam tangisnya. Bersender pada kursi panjang rumah sakit yang dingin sambil sesekali menepis deras air matanya. Aku mengenalnya.
"Tante Retha," aku berlari dan jatuh ke pelukannya. Memecah tangis yang sedari tadi kubendung. Arza hanya diam. Menatap kami berdua dengan penuh kesedihan.
Wanita berambut pendek itu adalah Mama Aksa. Aku benar benar merasa pedih saat ia memeluk erat tubuhku. Tangisnya meraung, mengiris perih hatiku. Aksa adalah satu satunya lelaki dalam keluarga kecilnya. Papa Aksa telah pergi ke surga saat Aksa berusia 10 tahun. Bangunlah Aksa sayang, berjanjilah kepada kami, jangan terlebih dahulu pergi jauh menembus awan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terlihat sepasang suami istri berjalan berdampingan sambil memasang paras khawatir. Sedikit berlari kecil di atas lantai putih rumah sakit yang licin. Ayah dan Bunda. Mereka datang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
