"Untuk apa kau berdiri di hadapan wanita gila ini?" Tanya Keyla yang sudah berada di sampingku."Hehehehe...pelakor ya?" Rahma menunjuk - nunjuk wajah Keyla sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Pelakor pelakor pelakor..." Rahma berteriak sambil jingkrak-jingkrak. Wajah Keyla memerah diteriakin pelakor oleh wanita gila yang masih berstatus sebagai istri sahku.
Rahma makin mendekati Keyla lalu mentoel hidung Keyla, membuat amarah Keyla kian memanas. Gerakan tangan Keyla cepat menyambar boneka yang digendong Rahma. Lalu dibantingnya boneka itu ke tanah dengan sangat keras hingga kepalanya terpisah dari tubuhnya.
Seketika Rahma bersimpuh untuk mengambil boneka yang dianggap sebagai anaknya itu. Pekikan tangis langsung mendera. Air matanya bersimbah.
"Nak..."jerit Rahma sembari mengambil boneka itu. Ia lalu menoleh kepada Keyla dengan tatapan sedih.
"Kau...kau pelakor yang sudah mengambil suamiku, masih juga membunuh anakku. Satu satunya harta yang kumiliki kini. Hiks hiks hiks..." Dengus diiringi deraian tangis dengan artikulasi yang begitu sedih nan mendukakan. Membuat hatiku sesak dirundung kesedihan yang menyayat.
"Key..." Bentakku sembari menatap taham. "Jangan bersikap kasar kepadanya. Tindakanmu sudah berlebihan dan keterlaluan."
"Kau yang keterlaluan, mas. Membiarkan istrimu diteriakin pelakor dan oleh orang gila. Badannya bau sampah gini. Seharusnya kau mengusirnya. Bukan masih membelanya."
"Badan wanita ini bau dan tak terurus karena ulah kita, Key. Ulahku. Rahma sudah tidak memiliki apa apa.bahkan jiwanya."
"Baiklah. Wanita ini harus dijauhkan dariku. Dari kita. Dia telah merusak suasana pagi kita yang penuh kemesraan." Boneka yang sudah dalam genggaman Rahma direbut kembali oleh Keyla. Tapi kali ini Rahma berusaha mempertahankan boneka itu. Terjadilah tarik menarik. Keyla memenangkannya. Boneka itu kembali berpindah tangan ke tangan Keyla.
Sebuah pickup tiba tiba melintas di hadapanku. Keyla berlari mengejar pick up untuk melemparkan boneka ke dalam bak pick up. Rahma berlari menyusulnya dengan deraian tangis yang kian menjadi. Aku ikut mengejar keduanya. Jadilah kami kejar kejaran memperebutkan boneka.
Keyla menghentikan langkah kakinya setelah berhasil melemparkan boneka itu ke dalam bak pick up.
Ia berdiri sembil berkacak pinggang dengan tatapan sinis kepada Rahma.
"Apa salahku, mbak? Kenapa kau tega nemisahjan diriku dengan anakku setelah sebelumnya kau memisahkan diriku dengan suamiku?"
"Pulang kau wanita dekil." Bentak Keyla dengan mendorong tubuh Rahma hingga terjerembab dan hidungnya mencium tanah.
Aku sudah tak sampai hati melihat sikap keterlaluan Keyla.
"Kurang ajar kau. Dia telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Seharusnya kau tak perlu kasar kepada wanita yang sudah sangat lemah tak berdaya ini."
"Orang gila ini harus kita usir. Akan kupanggil satpol PP ataupun security-nya untuk mengusirnya dari sini."
Aku meraih Rahma dan memberdirikannya.
"Hi hi hi. Kau ternyata masih ingat denganku, ya." Rahma menunjuk - nunjuk hidungku. Meski mulutnya terlihat menyeringai, tetapi tatapan matanya mencerminkan keadaan jiwanya yang ditindih penderitaan dan nestapa yang luar biasa.
"Kau masih meladeni wanita gila itu."
"Kau tau, Key. Yang dialami Rahma ini hanyalah gangguan kejiwaan. Ada saraf yang terputus yang membuatnya bertingkah seperti ini. Dan pemutus saraf itu adalah diriku, diri kita. Rahma sekedar menyandang gelar almubtala, tertimpa musibah. Musibah oleh ulah kita. Sedangkan gelar gila itu adalah gelar yang sedang kita sandang. Nabi bersabda:
Orang gila ialah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan yang merendahkan, yang membusungkan dada, berharap akan surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepadanya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman, dan kebaikannya tidak pernah diharapkan.Itulah orang gila yang sebenarnya. Dan kau telah memandangnya Rahma sebegitu rendahnya. Aku telah berbuat durhaka dan dholim kepadanya hingga menyebabkannya menhadi seperti ini. Maka predikat gila yang sebenarnya, kitalah penyandangnya."
"Artinya kau sudah jelas jelas menyebut istrimu gila."
"Ya. Bukan hanya kamu. Aku juga. Kita. Aku hanya ingin berkata, berhentilah merendahkan berbuat aniaya pada wanita malang ini. Hidupnya sudah sebatang kara, melarat bukan hanya pada raganya, lebih lebih jiwanya. Jangan lah kita membebaninya lebih berat lagi dengan cemoohan cemoohan dan kelakuan kita."
Aku harus membentak Keyla oleh dorongan nuraniku yang mulai bersinar, yang selama ini suram diselimuti oleh ego dan hawa nafsu.
Rahma masih terisak dalam simpuhnya. Ia meraung - raung memanggil boneka yang sudah terbawa pickup tadi.
"Aku akan panggil security untuk mengangkut wanita gila ini." Rahma meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
Sementara aku kembali berjongkok memandangi Rahma yang rambutnya kian acak - acakan. Aku memeluknya. Rahma kian menjadi dalam tangisnya. Air mataku luruh lebih deras dari sebelumnya
"Maafkan aku"
Oke segitu aja Bubay:)
