Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara adzan dikumandangkan untuk terakhir kalinya di atas liang sebelum tertutup tanah. Tatapan nanar terlihat dengan bibir bergerak lambat mengucapkan lafal nama lelaki yang kini menyandang sebutan almarhum di awal nama.
"Allahu akbar allahu akbar..., lailahaillallah."
Pandangan Aruna terhalang air mata yang mengucur deras, kedua tangan menggenggam telapak mungil buah hati di sisi kanan dan kiri.
"Astagfirullah," berkali-kali ia memohon ampun atas segala kesalahan yang pernah ia dan suami perbuat. Tapi nyatanya ayah dari kedua buah hati tidak akan kembali ke rumah seperti hari lalu.
"Yang sabar ya." Ibu mengusap pipi Aruna, "kamu kuat, Nduk."
Aruna menatap plas tanah yang perlahan menutup liang kubur, ia sengaja mundur untuk memberikan ruang para pekerja gali kubur untuk menyelesaikan tugasnya. Lalu setelah nisan tertancap, ia meminta bunga untuk ditaburkan di atas gundukan tanah.
"Kakak ambil bunganya," titahnya pada si Sulung. "Adek juga, ditaburin disini," Aruna menuntun tangan mungil si Bungsu untuk menaburkan bunga seperti yang lain.
"Bunda," Elea- si Sulung menoleh ke samping, "Ayah mana?" pertanyaan menghunus relung hati Aruna. Menghapus air mata, ia memeluk kedua buah hati. Elea jelas belum mengerti karena usianya belum genap empat tahun, sementara si Bungsu terpaut dua tahun lebih muda. Bahkan untuk membaca tulisan di batu nisan saja, Elea belum sanggup.
"Ayah?" tanyanya sekali lagi, dia sedari tadi sibuk bermain dengan saudara-saudara yang tidak biasanya kumpul di rumah seramai hari ini.
"Ayah sudah tidur, Kak."
Kedua alis si Sulung berpaut, "masih pagi kenapa tidur?"
Aruna menggeleng, sekuat tenaga ia memberanikan diri menatap bola mata Elea, "Kakak mulai sekarang harus nurut sama Bunda. Adek juga, karena Ayah sudah menitipkan Kakak sama Adek ke Bunda."
"Nurut Ayah Bunda?"
Aruna berusaha tersenyum, lantas memberikan sebuah anggukan. "Sekarang duduk di sini di samping Bunda, kita doakan Ayah." Aruna mengangkat kedua telapak tangan Elea seperti yang selalu mereka lakukan selepas Sholat.
Kedua balita tersebut hanya menurut seolah ikut berdo'a meski tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Saddam- si Bungsu, mengulurkan kedua tangan pada seseorang yang sedari tadi sibuk turun ke liang lahat sampai mengadzankan suami Aruna.
"Adek mau ke mana?" Aruna menahan tubuh Saddam yang hendak pergi dari sisinya.
"Om Biyan," jawab bocah lelaki tersebut.
Abyan membersihkan sisa tanah yang menempel di telapak tangan, dengan sigap ia mengambil tubuh Saddam untuk dipeluk. "Doa dulu, naburin bunganya nanti lagi."