03 Rumah

62 23 11
                                    

5 komen untuk lanjut, tidak akan update sebelum terpenuhi.
...

"Kabarmu gimana, Biyan? Sehat-sehat kan?"

"Sehat, Mah."

"Kamu di mana ini?"

"Cilacap, memang di mana lagi?"

"Bukan itu, Mama kira kamu masih di laut."

"Tadi ke sana," Abyan sedang meredamkan suhu tubuh di ruangan ber-AC sebelum berkeliling mengecek kilang minyak. "Mama di mana?"

"Di rumah."

"Rumah? Kayak bukan rumah."

"Rumahnya Inge."

"Loh Mama ke Jakarta? Gak bilang-bilang."

"Sek sek, Mama mau ngecek Saddam, tadi pulang gasik dianter sama tukang ojek, katanya pusing." Ibu berjalan menuju kamar dengan video call tersambung pada Abyan.
"Masih pusing, Nak?"

Terlihat Saddam menggeleng dengan kedua mata sayu menatap Eyang putrinya.

"Yang dirasain apa?"

"Ngantuk...," Saddam membuka kedua mata.

"Alasan aja itu, paling pengen pulang cepet," Abyan menatap wajah memberengut Saddam.

"Enggak ya! Aku beneran pusing, Om."

"Halah paling pusing dikit terus dijadiin alesan pulang," Abyan menggoda keponakan yan cukup lama tidak bersua karena kondisi pandemi covid.

"Om resek ih, sanain hapenya, Yangti!"

Ibu tersenyum melihat Saddam ngambek menutupi wajah dengan guling. Bocah laki-laki itu telah berusia sebelas tahun ini, tak terasa tiga tahun sudah Aruna berhasil hidup mandiri dengan kedua anak tanpa asuhan orang tua sang suami, padahal semua orang tau bagaimana terpuruknya perekonomian karena pandemi.

"Minggu depan ketemu sama Om Biyan, kamu mau minta apa, Dam?"

"Paling Om Biyan gak bisa, janji doang."

"Kata siapa? Coba tanya ke Om Biyan, minggu depan datang gak ke nikahan Tante Anyelir." Ibu berusaha menyingkirkan guling dari muka Saddam meski gagal.

"Gak ah, Om Biyan mah tukang pehape." logat Saddam mulai terlihat seperti anak Ibu kota, yang namanya anak kecil pasti lebih mudah meniru lingkungan.

"Kamu mau apa, Dam?"

"Gak mau apa-apa."

"Om serius mau beliin apa yang kamu mau."

Saddam mengintip dari balik guling, terlihat pipinya yang mulai berkurang lemaknya, "beneran nih Minggu depan ketemuan?"

"Iya, kamu ikut Yangti ke Surabaya kan? Nanti Om pulang juga."

"Emang boleh sama Bunda?"

"Bolehlah, kan liburan."

Saddam menyingkirkan guling dari wajah, "eumm apa, ya?"

"Yang mahal sekalian, mumpung ketemu." Ibu menyarankan. Dia tahu kalau Abyan mampu membelikan apa yang Cucunya mau.

"Gak mahal sih, tapi dua barang. Boleh, Om?"

....

"Minggu depan jadi ke Surabaya, Ar?"

"Maunya gitu, tapi kayaknya Elea bakal susah diajak. Dia sibuk sama temen-temennya."

"Mau ikut kompetisi lagi?"

Aruna mengangguk,
"anak sekarang kalau dilarang bisa lebih galak dari Ibunya."

Cinta SetamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang