Tiga pemuda baru saja keluar dari masjid, mereka baru saja selesai menunaikan shalat isya di masjid. Tidak lain dan tidak bukan mereka adalah Hildan, Jenal dan Ali. Ketiganya jalan berbarengan dengan Hildan di tengah, Ali di sebelah kiri dan Jenal sebelah kanan Hildan."Li, tadi adek gue cerita, sandal lo ketuker sama sandal Bapak. Gue ma--"
"Iya, gue maafin," potong Ali.
"Tapi, gue bukan mau minta maaf."
"Lah, lo kan bilang gue mau ma--maaf kan maksudnya?"
Hildan dengan cepat menggeleng. Karena memang bukan yang akan diucapkannya.
"Lo maen potong aja sih! Gue mau tahu kronologinya gimana, gitu maksud gue."
Ali menghela napas kasar.
"Gak habis thinking gue, bisa-bisanya temenan sama orang kayak gini."
Hildan dan Jenal tertawa melihat wajah masam Ali.
"Ucapan maafnya udah sama adek gue tadi."
"Eh, kagak ada ya, kagak ada tuh adek lo bilang maaf. Ngeselin yang ada," kesal Ali.
"Yaudah deh, maaf ya ... Bapak gue emang gitu. Lo bukan satu-satunya korban Bapak, gue aja anaknya pernah jadi salah satunya." Hildan ngusap pelan pundak Ali. Keluarga yang sangat-sangat kompak, pikir Ali.
"Li, lo udah nemu kosan kosong deket sini?" tanya Hildan.
"Udah, tapi gue belum tau tempatnya. Tadi cuman ketemu sama pemiliknya bareng Jenal. Besok gue sama dia mau ke sana."
Ali memutar pecinya ke samping. Cosplay jadi Kabayan, mungkin.
"Loh, lo gak periksa dulu kondisi kosannya?"
"Itu loh Dan, kosan Bu Teti yang gak jauh dari rumah Bah Endang. Kebetulan satu kosannya sama si Renaldi," jelas Jenal.
Hildan tiba-tiba berhenti ketika mendengar nama Bah Endang. Karena ada hal yang bersangkutan dengan Bah Endang yang tidak bisa ia lupakan.
"Jen!" Jenal lantas menoleh pada Hildan.
"Anjing!"
Sontak saja Ali memukul tangan Hildan yang membuatnya meringis kesakitan. Bisa-bisanya Hildan berkata kasar, padahal baru pulang dari masjid.
"Lo pulang dari masjid aja ngomongnya begitu, apalagi kalo pulang dari kebun binatang."
"Lo kebiasaan ya, salah paham sama orang. Gue gak berniat ngomong kasar. Maksud gue Bah Endang punya Anjing. Anjingnya suka ngejar orang yang lewat rumah Bah Endang," jelas Hildan yang masih ngusap-ngusap tangannya.
"Anehnya yang sering banget dikejar itu gue, Hildan, Nayzira sama si Cakra," ucap Jenal.
Dulu semasa ia dan Hildan masih kelas 12 dengan Nayzira dan Cakra yang masih SMP, sepulang sekolah mereka sering dikejar anjing Bah Endang. Bukan anjingnya yang galak, merekalah yang usil. Sampai-sampai Bah Endang pernah memarahi mereka karena membuat anjingnya jatuh ke dalam selokan. Mereka berani seperti itu karena dulu anjingnya belum sebesar seperti sekarang.
Setelah ia dan Hildan kuliah, dan berangkat menggunakan motor, tidak ada lagi yang namanya pulang sekolah dikejar anjing Bah Endang. Anjing coklat dengan ras Labrador Retriever."Gue jadi rindu masa-masa itu. Denger teriakan cempreng si Cakra, lihat Nayzira yang ngewer roknya, lihat Jenal nyeker."
Ketiganya tertawa dengan penuturan Hildan.
"Dulu tuh ya, pas dikejar gue ngerasa lagi maen sinetron GGS. Biar pun nyeker larinya tetep cepet," ujar Jenal.
"Tapi, gue gak pernah lihat pemain GGS nyeker."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bertemu Jodoh Lewat Sandal Bapak [Jaemin]
Teen FictionAli tak pernah menyangka akan jatuh cinta pada anak dari laki-laki yang sandalnya tertukar dengannya. Bagaimana bisa hatinya luluh oleh gadis yang baru berusia 17 tahun? Memang benar apa yang dikatakan Hildan. "Kalau cinta sudah melekat, tai kucing...