Empat

100 1 0
                                    

Kembali ke rutinitas setelah berlibur, yaitu bekerja. Jam menunjukan pukul enam tiga puluh, cuacanya mendung cocok untuk tiduran saja di rumah. Inginnya sih seperti itu, tiduran, rebahan, makan, tapi jika menuruti keinginannya yang terus malas-malasan. Kasus yang tim nya tangani tak akan kunjung selesai.

Maya memarkirkan motor miliknya yang sudah kembali sehat setelah beberapa bulan menginap di bengkel langganannya.

Kini netranya mengedarkan pandangan ke sekeliling polres, ternyata baru segelintir kendaraan yang sudah terparkir.

Setelah kemarin malam sedikit berdiskusi melalui pertemuan online, hari ini timnya akan mengadakan rapat bersama dengan Pak Dirga. Membahas kelanjutan mengenai penculikan yang dilakukan Jamal.

Kasus ini diduga berkaitan dengan kasus yang masih sampai saat ini mereka usut, yaitu kasus perdagangan manusia. setelah mengorek informasi lebih dalam, Jamal menyebutkan tiga nama lain yang dicurigai memiliki keterkaitan dengan kasus yang sama sehingga mereka perlu berdiskusikan bersama dengan pak Dirga.

Maya masuk ke dalam polres, dirinya tak segan- segan menyapa setiap sesama anggota maupun staf yang berpapasan dengannya di tengah perjalanan menuju ruangan rapat. Sebelum sampai di ruang rapat, dari kejauhan terlihat pintu ruangan sudah terbuka lebar. Maya tidak perlu menebak ada siapa disana, karena jawabannya sudah jelas pasti Pak Dirga

Beliau memang selalu datang beberapa menit lebih awal setiap hari. Sama halnya dengan Maya, beliau juga tidak suka dengan orang yang ngaret dan membuang-buang waktu.

"Selamat pagi, Ndan" Maya memberi hormat.

"Pagi" jawabnya ramah. setelah hormatnya diterima oleh Dirga, kini Maya mengambil tempat yang bersebrangan dengan beliau.

"Sarapan dulu, May" beliau menawarkan sarapannya, melihat sebentar ke arah Maya kemudian kembali fokus membaca sesuatu yang ada di layar Ipad-nya sambil terus mengunyah makanan.

ada sesuatu yang membuat Maya menjadi salah fokus. kotak bekal milik pak Dirga, berbentuk karakter Keroppi. Maya terkekeh kecil, membuat pak Dirga mendongak heran.

"Kenapa kau ini?, pagi-pagi tiba-tiba tertawa"

"Maaf ndan, Kotak bekalnya lucu sekali" jawab Maya sambil bercanda seraya menarik kursi untuk ia tempati.

"Oh ini, istri saya yang ngasih bekal. Jadi pasti selalu yang imut-imut, katanya supaya saya lebih terlihat manusiawi. memangnya saya roh halus?"

"Izin, jujur saja tapi Sekarang anda sudah terlihat lebih manusiawi, ndan" canda Maya. Mereka pernah menjadi patner satu tim dulu, dan sudah akrab sehingga Maya berani bercanda seperti itu dengan mentornya.

Perawakan pak Dirga memang dikategorikan agak lain dari orang-orang indonesia pada umumnya, memiliki tinggi badan 190 cm, memiliki otot yang cukup kekar dan berwajah tegas tentu membuat orang-orang diluar sana takut dan segan. Apalagi anak kecil.

Maya setuju dengan perbuatan istrinya yang selalu memasangkan benda benda lucu dan imut untuk beliau.

Pak Dirga berdecak kecil "Ternyata kau sama saja dengan istri saya, Mayang"

Kursi ditarik mundur, supaya Maya bisa menempati kursi tersebut "Kapan-kapan saya boleh main dengan ibu dan Sania?"

"Tentu boleh, apalagi anak saya ngefans sekali sama kamu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About time (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang