2. Coklat panas

4 0 0
                                    

Matahari mulai menunjukan sinarnya yang terang begitu hangat dan nyaman. Terdengar suara kicau burung yang lucu saling bersautan. Seperti tengah bernyanyi untuk menyombongkan suara nyaringnya yang merdu.

Kamar yang tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, belum juga menunjukan tanda tanda sipemilik telah bangun. Semerbak bau manly yang begitu khas, membuat kamar serba minimalis itu menjelaskan jika penghuninya adalah seorang laki laki. Gorden abu yang menjuntai, samar samar dimasuki paksa oleh cahaya matahari dari luar sana.

Hari ini hari libur terakhir, membuat Ryan ingin bermalas malasan saja di rumah. Terlebih lagi Ayahnya tidak ada dirumah sedari pagi karena pergi ke Surabaya untuk menghadiri acara pernikahan sepupunya.

Ryan tidak ikut? Tentu saja tidak.

"Jam berapa ini?" Dengan suara serak Ryan menoleh pada jam yang berdiri tegak di atas meja nakas, "Ah, jam 9." Merasa harus bangun, Ryan mengucek ngucek mata sipitnya yang silau karna cahaya matahari, seperti menerobos paksa melalui sela sela gorden jendelanya.

"Pagi Molly" sapa Ryan pada anjing coklat kesayangannya yang setia tidur disebelahnya. Meringkuk manja dengan ekor yang digoyang goyangkan. Lucu sekali.

Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, Ryan turun dari ranjang dan menyeret kakinya untuk segera membuka gorden kamarnya. Diluar sana terlihat Kakek Jeon yang asik dengan selang airnya tengah menyiram tanaman - tanaman yang Ryan tidak tau namanya. Yang Ryan tau, hanya bunga mawar dan kaktus saja, selebihnya ia tidak terlalu tau dan paham mengenai nama nama bunga.

Ryan masih menguap dengan tungkai kaki yang saat ini melangkah ingin segera membasahi tubuhnya dengan air hangat. Membuka kaos oversize miliknya dan menaruh di keranjang pakaian kotor disudut dekat pintu kamar mandi. Tidak lupa membawa handuk yang tergantung diatasnya.

Setelah mandi, Ryan turun ke lantai satu menuju ruang makan. Setelah duduk, Ryan meraih sandwich di atas meja makan buatan sang Ayah yang tadi pagi sempat dibuatkan untuknya. Sarapan pagi ini cukup sepotong sandwich saja ditambah segelas susu coklat yang ia seduh.

"Mau kemana hari ini?" Karna tidak ada acara apapun hari ini, Ryan berfikir dengan makanan yang masih ada didalam mulutnya. "Apa Raja ada dirumah?" Katanya yang kini tengah meneguk susu coklat.

Setelah selesai mengisi perutnya, Ryan pergi keruang tengah untuk bermain game disana. Mengisi waktu liburnya seorang diri dengan beberapa snack yang tergeletak diatas meja depan televisi.

Perlu digaris bawahi, Ryan itu sangat suka sekali bermain game. Jadi, tidak heran jika lelaki berkulit putih itu betah duduk berlama lama didepan laptop atau ponsel, maupun televisi seperti saat ini.

Ryan begitu asik seorang diri hingga waktu sudah menunjukan pukul tiga sore. Cuaca diluar pun cerah begitu cocok untuk sekedar berjalan jalan sore. Tidak hujan dan tidak terlalu panas.

"Gue bosen," celetuk Ryan yang saat ini terbaring di atas sofa. Tangannya pegal karena sudah berjam jam memegang stick playstation miliknya. "Kayanya gue ke kafe Dimas aja." lanjutnya beranjak untuk bersiap siap pergi ke kafe milik adik kelasnya disekolah.

***

Dengan jaket kulit hitam dan topi yang senada, Ryan berjalan santai menuju halte bus. Memang jarak dari rumah dan halte bus sangat dekat. Cukup hanya menyebrang jalan saat keluar dari komplek rumahnya. Sehari hari, Ryan memang menggunakan bus umum sebagai alat transformasinya.

Tidak perlu menunggu lama seperti menunggu antrian tiket kereta yang panjangnya bukan main, bus pun datang. Terlihat ada beberapa orang yang sudah bersiap menyambut pintu bus terbuka. Ryan yang bersandar ditiang halte, segera masuk ke dalam bus. Tak lupa menempelkan kartu bus pada sensor dan duduk dipojok paling belakang.

Like a StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang