Kapi, si Anak Tengah; 02

1.8K 409 37
                                    


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Gue Kafi, tapi karena gue keturunan Sunda, nama gue lebih sering kedengeran kayak 'Kapi'.

Sekarang gue masih kuliah di jurusan Geofisika, lagi skripsi, semester 9.

Iya bener, gue adalah beban keluarga.

Jangan terlalu skeptis sama gue, meskipun gue nggak bisa lulus tepat waktu, bukan berarti gue bego atau gimana. Gue cuman, salah jurusan. Iya, mainstream.

Gue nggak pernah mau masuk jurusan ini dari awal. Semuanya terjadi karena gue keterima jalur SNMPTN ketika guru BK gue menyarankan gue untuk memilih jurusan yang paling cari aman dan berkemungkinan besar untuk lolos.

Gue nggak lolos di FK—yang paling gue pengenin waktu itu. Alhasil gue keterimanya di pilihan kedua, Geofisika. Awalnya gue hepi—yang penting kuliah.

Tapi pas menjalaninya, gue ternyata lumayan kesulitan. Sekarang topik skripsi gue juga rasanya memberatkan, sehingga akhirnya skripsi gue stuck di situ-situ aja, sedangkan beberapa teman gue udah bepergian lulus dari kampus.

Nggak ada yang namanya solidaritas tanpa batas ketika lo menginjak semester akhir. Semuanya cuman pengin cepat-cepat lulus dan cepat-cepat selesai kuliah, sedangkan gue, mau cepat-cepat juga malah nggak ada hasilnya.

Sekarang penelitian gue nggak ada kemajuan di Bab 4. Setiap bimbingan, selalu salah, sampai dosen pembimbing gue yang muak itu akhirnya nyuruh gue buat pergi riset langsung ke Sumatera Utara.

"Mending bulan depan kamu ke Sumut aja langsung. Saya tau penelitian kamu bisa dilakukan lewat data anomali yang ada, tapi ada baiknya kamu langsung lihat kondisi Gunung Sinabungnya bagaimana. Mungkin akan lebih membuka pikiran kamu."

Keluar dari ruang dosen, gue sedikit pengin menitikkan air mata.

Sesek banget dada gue. Gini ya, rasanya nggak berguna di mata orang lain.

Nyoba buat menenangkan diri, gue duduk dulu di bangku panjang yang letaknya nggak jauh dari ruang dosen, terus gue ngelamun.

Mitos katanya anak tengah selalu yang paling beda, itu sebenarnya bukan sekadar mitos.

Gue ngerasain itu selama 22 tahun hidup,

Kakak dan adik gue, mereka academically smart.

Kak Ital public speaking-nya juara. Meskipun dia cukup pendiam dan nggak terlalu terbuka ketika berada di rumah, semasa sekolahnya Kak Ital termasuk aktif mengikuti lomba-lomba akademik. Dia juga mandiri, dan beberapa kali pernah menjuarai lomba debat.

Echa—adik gue, anaknya seneng belajar hal-hal baru, terutama belajar bahasa. Dia lancar bahasa Inggris, Korea dan Jepang karena belajar secara otodidak. Sekarang dia kuliah jurusan Sastra Perancis, cuman gara-gara iseng pengin nyoba belajar bahasa baru. Waktu sekolah dulu, Echa juga sering menjuarai lomba menulis.

Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang