Chapter 2: Tongkrongan Kapi

1.9K 321 95
                                    


Selama 4 tahun kuliah, Kapi punya banyak circle pertemanan di kampus, tapi yang awet dan nggak pernah absen ke mana-mana bareng ya cuman Iman.

Bukan karena orang-orang di sekitarnya pergi dan yang tinggal cuman tersisa Iman, bukan. Tapi emang dasarnya Kapi ngerasa udah terlalu nyaman aja dengan keberadaan Iman yang notabene sudah jadi sobat dari jaman-jaman mereka masih alay selfie pakai Camera360.

Selain itu, Kapi juga cukup pilih-pilih ketika berteman dengan seseorang. Dia bisa aja kelihatan nongkrong di kampus bareng kating-kating yang sampai semester 14 belum kelar skripsi, tapi bukan berarti dia juga mengikuti jejak mereka untuk malas-malasan. Dia cukup tahu dan handal memilih teman untuk iseng, untuk serius, dan untuk bersenang-senang. Makanya kenapa, kalau di kampus Kapi sering kelihatan nongkrong dengan circle yang beda-beda, karena pada dasarnya dia memilah mana yang baik dan mana yang b aja.

Iman nggak termasuk ke dalam teman yang Kapi pilah karena cowok itu memang udah template bakal selalu ada bareng Kapi. Ya mereka nggak yang 24/7 nempel bareng kayak perangko sih, pasti ada saat-saat di mana Kapi lagi sama geng A dan Iman lagi sama geng B, kemudian mereka nggak kelihatan bersama.

Tapi hal tersebut nggak lantas menjadi alasan orang-orang melihat mereka sebagai makhluk yang terpisahkan. Tetap aja kalau papasan dengan Kapi, yang ditanya bakal, "Kap, mana si Iman?" dan kalau papasan dengan Iman, pasti ditanya, "Man, mana si Kapi?", betul-betul definisi saling melengkapi, sampai kadang Kapi bahkan nggak menyanggah waktu Echa ngejekin mereka pasangan homo.

Masalahnya, Echa tuh menyaksikan kebersamaan mereka dari dua bocah itu sama-sama SMP, terus sekarang kuliah semester 9, gimana nggak eneg coba?

Bahkan di antara banyaknya circle pertemanan yang Kapi miliki, orang yang sering dibawa ke rumah tuh cuman Iman seorang. Nggak heran Echa sering menaruh curiga, kan?

Makanya kenapa Echa jarang kenal teman-teman Kapi yang lain, selain Iman, karena cowok itu juga dasarnya nggak pernah mengenalkan. Kalau papasan di kampus, beberapa dari teman Kapi kenal pada Echa karena Echa adiknya Kapi, tapi Echa nggak kenal siapapun yang menyapa dia kecuali Iman.

Sekarang yang menjadi problematika adalah, nggak ada angin nggak ada hujan, Kapi tiba-tiba membawa teman-teman tongkrongannya untuk main ke rumah.

Echa agak berjengit begitu masuk gerbang dan mendapati di teras rumah terdapat beberapa pasang sepatu asing yang tergeletak berserakan, serta 3 motor nggak dikenali terparkir di carport.

Apa, nih? Pikir Echa. Nggak biasanya kakaknya itu membawa rombongan ke rumah. Terakhir kali, seingat Echa waktu Kapi masih SMA cowok itu membawa teman-temannya untuk kerja kelompok, setelah itu Echa nggak pernah melihat lagi Kapi membawa teman kecuali Iman.

Makanya, karena Kapi tanpa pemberitahuan membawa teman-temannya ke rumah, Echa langsung bad mood dan nggak berhenti mencak-mencak.

Suara berisik cowok-cowok langsung kedengaran begitu Echa melewati ruang televisi dan mendapati dua sampai tiga orang dengan wajah baru—selain Iman, tengah mengisi sofa panjang dengan masing-masing stick PS di tangan mereka.

Awalnya Echa mau bersikap tak acuh, tapi kemudian satu orang dengan wajah yang cukup familiar membuat Echa kembali menoleh dengan gerakan cepat.

"Kak Arsa?" gumam Echa pelan yang tentunya nggak bakal kedengaran di tengah bising suara sorakan teman-teman Kapi tersebut.

Dengan langkah terburu Echa langsung berlalu ke dapur, dan benar saja dia mendapati kakak lelakinya itu tengah sibuk mengacak-ngacak dapur untuk membuat hidangan yang bikin sakit mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang