Chapter 1: Pertemuan Keluarga

2K 411 57
                                    


Jika harus memilih satu hal yang paling Ital benci di dunia ini, dia dengan lugas pasti akan menjawab pertemuan keluarga.

Bukan hanya karena dia harus bertemu dengan Tante-Tantenya yang super rese, dia juga harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan memuakkan yang akan selalu dia dengar tiap kali bertemu dengan mereka.

Ital kapan nikah?

Ital gajinya berapa sekarang?

Ital yakin mau nunggu si Ivan?

Ital kenapa nggak stay di Jakarta aja? Gajinya kan lebih gede.

Dan masih banyak pertanyaan nggak penting lainnya.

Meskipun Ital nggak begitu mempedulikan pertanyaan-pertanyaan saudara Mamanya yang terkesan seperti omong kosong itu, Ital tetap keki kalau pertanyaan macam itu bermunculan terlalu sering tiap kali dia datang (secara terpaksa) ke acara perkumpulan keluarga besar.

Nggak jawab, pasti dikatai sombong. Giliran dijawab, malah dituduh kasar.

Kalau Ital sudah kelewat batas ketika menghadapi Tante-Tantenya, biasanya Kapi atau Echa akan menjadi orang yang menyelamatkan dia sebelum kekacauan yang lebih besar terjadi.

Percaya deh, Ital itu orangnya nggak ada takut-takutnya, dan kadang perkataan dia dalam menanggapi orang tua yang rese bakal terkesan kelewatan. Meskipun Ital nggak peduli dengan imejnya di mata saudara-sudara Mama, Kapi dan Echa tetap sebisa mungkin membuat Ital menghindari hal-hal yang nggak diinginkan.

Tampang lempeng Ital itu benar-benar mematikan, asal kalian tahu saja.

"Kak, udahlah biarin aja. Tau sendiri Tante Vina mah mulutnya nggak bisa direm." kata Echa setelah mengintrupsi obrolan Ital dan Tante Vina di ruang tengah rumah Nenek, pura-pura bilang kalau Ital dipanggil Mama, padahal nggak.

Echa cuman mencuri dengar kalau pembahasan Ital dan Tante Vina sudah menjorok ke hal-hal yang rawan menciptakan pertengkaran.

Singkat cerita, Tante Vina punya anak perempuan yang sebaya dengan Ital, lebih tua satu tahun. Anak perempuannya itu sudah menikah tahun lalu, dan Tante Vina nggak berhenti menggembar-gemborkannya di depan keluarga besar ketika lebaran tahun lalu, kalau Dini—nama anaknya—dinikahi lelaki kaya dan berpendidikan tinggi yang mapan (katanya lebih tua 5 tahun dari Dini).

Eh, belum lama mereka menikah, seingat Echa sih belum ada satu tahunan ya, tahunya Dini malah cerai dengan suaminya itu karena merasa dibohongi. Usut punya usut, lelaki kepala tiga yang dinikahi Dini adalah duda beranak satu, tapi berbohong pada Dini kalau dia masih bujang, hingga akhirnya kebohongannya tersebut terbongkar setelah beberapa bulan pernikahan.

Kalau pakai logika sih ya, menurut Echa, selama lelakinya lelaki baik-baik dan nggak melakukan kejahatan selama berumah tangga, fakta kalau lelaki itu punya anak nggak akan membuat Echa sampai menceraikan suaminya (ini cuman perumpamaan, Echa belum punya suami, ngomong-ngomong). Bikin kaget dan nyaris pingsan sih iya, tapi kalau dibicarakan baik-baik pasti ada jalan keluarnya, kok.

Dini, nggak berpikir demikian. Dia langsung memutuskan untuk bercerai saat itu juga, dan sekarang resmi menjanda selama hampir 4 bulan—padahal usianya cuman lebih tua setahun dari Ital.

Karena malu, Dini nggak pernah mau hadir di perkumpulan keluarga besar, tapi Tante Vina beda cerita. Untuk membersihkan nama anak perempuannya yang sekarang menjanda, Tante Vina sibuk menutup-nutupi kasus tersebut agar nggak terkesan anaknya punya imej yang buruk.

Padahal nggak ada yang berpikiran begitu, Tante Vinanya saja yang ketakutan. Memang sih, Dini punya kepribadian yang jelek (buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya), tapi nggak ada yang secara terang-terangan men-judge dan mengatai Dini janda, mungkin namanya kepalang malu, mau bagaimana lagi.

Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang