Dove Sono? (Dimana Aku?)

15 2 0
                                    

Kubuka mataku dan ku amati apa yang kulihat di atasku. Apakah aku sudah mati? Aku menggerakkan tanganku. Rumput. Aku memegang rumput. Tubuhku tidak terasa sakit sama sekali. Kududukkan badanku, yang ternyata aku sedang berada di hamparan padang rumput. Fix sih ini aku mati.

Hufft. Ternyata nirwana memang indah. Tidak ada ayah ibu dan para saudara tiriku. Tidak ada kata-kata menyesakkan papa dan mama tiriku. Sejenak aku tersenyum. Lega sekali rasanya aku sudah berada di Nirwana.

Lelaki berjubah hitam mendekatiku. Tingginya mungkin sekitar 180 meter. Aku mendongak. Gila, cakep banget. Sepertinya dia 2 tahun lebih tua dariku. Apakah ia malaikat maut atau sejenisnya?

"Ciao! Buon giorno! Namaku Arves Paguro. Kau?" tanya cogan tersebut, tapi logatnya aneh banget. Terlalu formal, but it's okey dia ganteng.

Ia mengarahkan tangannya padaku, sepertinya ia ingin menyalamiku. Aku menggapai tangannya sambil bertumpu untuk berdiri.

"Oh, ya! Namaku.." siapa namaku? Kenapa aku tiba-tiba lupa? Aku terdiam sejenak mencoba mengingat - ingat.

Ayolah kenapa aku tidak ingat namaku sama sekali, padahal aku masih sangat ingat sakitnya perlakuan keluargaku kepadaku. Bahkan masih sangat detail di kepalaku. Tapi namaku?

"Kau lupa namamu? Tenang saja, pertama kali aku datang di tempat ini, aku juga lupa namaku," ucap cogan itu.

Pertama kali datang di tempat ini? Sepertinya dia bukan malaikat maut, tapi ia sama sepertiku. Aku menunduk sejenak. Mengamati pakaian yang sedang ku kenakan, voila! sama persis ternyata dengan yang Arves pakai.

"Apa betul ini Nirwana?" kenapa kata-kataku jadi ikutan formal? Hadeh, yaudahlah nggakpapa. Kayaknya di Nirwana mulutku jadi reflek formal ketika berbicara..

"Apa itu Nirwana?" tanya cogan tersebut, keheranan.

"Surga? Apa kita di surga?" balasku, balik bertanya.

"Kau benar-benar lucu," Arves si cogan tertawa kecil.

"Kita ada di Sognare," ucap Arves.

"Tempat apa ini?" tanyaku penasaran. Bisa-bisanya aku lupa namaku di tempat ini.

"Ayo, ikuti aku," ajak cowok tersebut.

Aku mengikuti langkahnya. Padang rumput ini begitu luas, namun aku tak melihat bahwa hamparan padang rumput ini berada di belakang sebuah bangunan.

Arves mengajakku masuk ke dalam bangunan besar nan megah itu dari pintu gerbang belakang. Bangunan ini tampak seperti rumah susun, namun rumah susun negri dongeng kali ya.

Sebelum masuk ke pintu gerbang belakang, Arves seperti berbicara sebentar dengan seseorang yang menjaga gerbang tersebut. Berbeda dengan kami berdua, kostum si penjaga berwarna putih.

Setelah masuk ke dalam, Arves memberiku sesuatu.

"Ini buatmu," ia menyodorkan benda pipih seperti id card. Bertuliskan MIDDLECA VISCONTI.

"Ini namaku?" tanyaku padanya.

"Si," jawab cowok itu singkat sambil tersenyum.

Aku tetap mengikuti langkahnya saat ia hendak masuk ke dalam salah satu pintu di bangunan tersebut. Namun ia menghentikan langkahnya.

"Berhenti mengikutiku, kamu bisa pakai kartumu sendiri untuk mencari dimana kamarmu," ucap Arves. Tanpa kusadari ternyata pintu yang hendak dimasukin Arves memang tertuliskan namanya disitu.

"Lalu aku harus berjalan kemana? Dan kenapa tempat ini begitu sepi?" tanyaku. Aku amat bingung berada disini. Bisa-bisanya tempat ini begitu hening.

"Ini masih pagi, aktivitas disini berawal di sore hingga malam hari. Pagi adalah waktu bagi semuanya untuk tidur. Cari sendiri ya, kamar yang bertuliskan namamu, aku sungguh mengantuk," jelasnya. Hadeh, formal amat sih.

Aku mengangguk dan memutuskan berpisah darinya lalu mencari kamarku sendiri. Aku tak tau ini tempat apa. Sepertinya aku sedang bermimpi. Huffft.. Ya sudahlah aku ikuti saja mimpi konyol ini.

Ku cari pintu kamar bertuliskan MIDDLECA VISCONTI. Anjir, namaku jadi nama cewek luar negri nih sekarang.

Ku susuri jalanan di dalam bangunan ini. Dalamnya sih seperti rumah-rumah susun. Setiap garis bangunannya ada lampu-lampu warna-warni. Sepertinya disini kebalikannya, kalau di dunia ini adalah tengah malam.

Akhirnya ku temukan pintu yang bertuliskan MIDDLECA VISCONTI. Ada bentuk persegi di gagang pintunya. Oh rupanya aku harus menempelkan id card ku yang diberikan sama cogan tadi.

Pifff... kutempelkan kartuku dan pintu terbuka.

Demi apa? Isinya amat sangat menakjubkan. Membuatku tidak ingin mengakhiri mimpi ini dengan cepat.

Sebuah tempat tidur, sebuah meja belajar, sebuah lemari, dan lampu tidur kuno ada di dalamnya. Ada sebuah kaca besar setinggi badanku. Dan tunggu dulu, saat kubuka lemarinya, sudah ada beberapa baju terlipat rapi disana. Tentu saja warnanya gelap semua. Hadehh...

Di meja belajar aku melihat ada banyak sekali buku dan... sebuah laptop! Tunggu, tapi ternyata tidak ada hape disini. Tak apa, sepertinya ini tempat healing yang amat sangat menyenangkan.

Di ujung ruang ada jendela berbentuk bulat, entah dimana tembusannya, tapi saat aku melongok ke jendela, ada sebuah air terjun berwarna biru langit sedang mengalir deras. Suaranya amat sangat menenangkan.

Ini mimpi atau apa sih sebenarnya? Aku belum tau aku ada dimana? Dan apakah ini nyata? Tapi ini terlalu mustahil untuk menjadi kenyataan.

Kuputuskan untuk naik ke tempat tidur sambil menunggu sore tiba. Menunggu penghuni Sognare bangun dan beraktivitas, barulah aku akan mencari tau aku ada dimana. Dan siapa tau dengan aku tidur, aku bisa terbangun dari mimpi yang aneh ini meskipun aku tak ingin mimpi ini berakhir cepat.

****

*Ciao : Halo
*Buon Giorno : Selamat Pagi
*Si : Iya

SOGNAREWhere stories live. Discover now