Terkejut dengan Keadaan

3 0 0
                                    

"Terlilit utang? Tapi bagaimana bisa?" tanya Zavina.

Zavina memandang Vara dengan pandangan yang heran. Baru saja bibirnya bungkam, namun beberapa saat kemudian Zavina mulai berbicara lagi.

"Bukannya kau kaya bisa membeli ini itu dengan harga tunai," kata Zavina.

"Aku memang bisa membeli barang-barang dengan uang tunai. Tapi tahukah kalau itu hasil dari mengutang," ujar Vara.

Vara berhenti mengujar. Kedua matanya memandang kepada Zavina dengan tegas. Vara memperhatikan wajah Zavina yang tampak mencemaskan dirinya.

"Kalau begitu, coba kamu hentikan kebiasaanmu berbelanja. Mungkin karena itulah kamu sampai terlibat dalam utang," kata Zavina.

"Jangan coba menasihatiku, Zav. Aku akan belanja sesuai apa yang aku inginkan. Dan kamu tidak ada hak untuk melarangku," ujar Vara.

Zavina menghela napas usai mendengar ujaran Vara. Masih saja Vara mempertahankan kebiasaan buruknya untuk berbelanja habis-habisan. Padahal sudah tahu dirinya tak cukup mampu untuk membiayai semua harga belanjanya.

"Tapi kamu ini sudah punya banyak utang, Var. Masih saja terus belanja," ucap Zavina.

"Aku tidak butuh nasihatmu, Zav. Yang kubutuhkan adalah uang. Bisa kamu membantuku untuk meminjamiku uang? Nanti jika sudah gajian, akan aku lunasi," kata Vara.

"Yang benar saja kamu, Var. Aku tidak punya banyak uang untuk bisa kau pinjam," ujar Zavina.

"Kalau tak bisa, boleh aku meminjam pada Andrea, tunanganmu itu?" tanya Vara.

Zavina mengecap lidah. Ia kemudian dengan tegas menggeleng. Jelas Zavina tidak menyetujui jika Vara meminjam uang pada tunangannya.

"Andrea juga tak ada uang sebanyak yang kau butuh. Lagipula dia sedang mengumpulkan dana untuk biaya pernikahan kami nanti," kata Zavina.

"Oh, ayolah, Zav. Aku tidak tahu lagi harus meminjam pada siapa. Aku hanya butuh lima ratus ribu," ucap Vara.

Zavina memandang wajah Vara. Temannya yang satu itu tidak pernah terlihat memelas hingga sampai saat ini. Baru kali ini ia melihat wajah Vara yang begitu memohon padanya.

"Baiklah. Aku ada sedikit uang. Mungkin aku bisa meminjamimu senilai lima ratus ribu, Var," kata Zavina.

"Serius kamu, Zav? Kau sedang tidak bercanda kan?" tanya Vara.

"Tentu aku serius. Bentar ya, aku ambilin dulu," kata Zavina.

Usai berkata demikian, Zavina langsung merogoh dompetnya. Beberapa saat kemudian, keluarlah beberapa lembar uang bernilai ratusan ribu. Lantas diberikannya kepada Vara.

"Nih, uangnya. Kamu bisa pakai untuk bayar utang," ucap Zavina.

Vara segera menerima beberapa lembar uang dari Zavina. Seketika muncul lah senyum di bibir Vara. Vara menghitung uang tersebut dan mengangguk setelah jumlahnya pas. Vara kembali memandang ke arah Zavina.

"Terima kasih ya, Zav. Kamu baik banget sudah mau pinjami uang ke aku," ucap Vara.

Zavina hanya mengangguk. Senyumnya di bibir terpaksa ia keluarkan. Walaupun ia sudah memberikan uang kepada Vara, namun entah kenapa saat melihatnya Zavina jadi sedikit tidak ikhlas.

"Pakai uang itu untuk melunasi utangmu. Jangan dipakai yang tidak-tidak lagi," kata Zavina.

Zavina menelan air liurnya. Bibirnya mengatup dan ia mulai mengatur napas. Tatapan matanya kemudian beralih menuju Vara.

"Ingat, Var. Aku ini sudah tidak ada uang lagi untuk membantumu. Jadi pergunakan uang itu sebaik-baiknya," ujar Zavina.

Vara hanya terkekeh senang. Kepalanya masih berangan-angan untuk belanja. Seperti tidak menghiraukan perkataan Zavina, Vara malah mengerlingkan matanya. Ia kemudian menyeruput minumannya.

"Kau dengar apa yang aku katakan kan, Var?" tanya Zavina.

Entah mengapa Zavina menjadi ragu saat melihat kelakuan Vara. Zavina paham betul bagaimana sikap Vara. Ia pun menghela napas. Sedikit cemas kalau Vara malah memakai uang pemberiannya untuk keperluan lain.

"Kau tahu sendiri, Var. Uang yang kupunya untuk tabungan pernikahan. Jadi aku tidak bisa sering-sering membantumu," sambung Zavina.

Mendengar Zavina yang sedari tadi bercakap, Vara langsung berdecak. Ia lantas mengibaskan tangannya di depan muka Zavina. Seolah mudah bagi Vara untuk menepis kekhawatiran Zavina.

"Halah, kamu tenang saja lah, Zav. Nanti uangmu itu akan kupakai untuk membayar keperluanku. Jika masih kurang, nanti aku akan meminjam bank!" seru Vara.

Zavina hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ucapan Vara. Zavina kemudian mengerutkan keningnya, lantas ia memandang cemas kepada Vara. Zavina tidak habis pikir kalau Vara akan melakukan pinjaman ke bank. Senekat itu dia.

"Aku tidak mau kau melakukan pinjaman ke bank, Var. Bagaimana kalau nanti pinjamanmu membengkak dan kamu tidak sanggup membayar," ucap Zavina.

"Ya itu sudah nasib, Zav. Bagaimana lagi, aku punya sahabat yang tidak bisa diandalkan," kata Vara.

Vara kemudian menatap tajam ke arah Zavina. Seolah menuduh Zavina karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Setelah menatap tajam kepada Zavina, Vara langsung menegak habis minumannya.

"Sudahlah, Zav. Tidak perlu mengkhawatirkan aku kalau kamu nggak bisa bantu. Aku pulang dulu," ucap Vara.

Vara kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia lantas keluar dari kafe dan meninggalkan Zavina seorang diri. Bahkan Vara lupa untuk membayar tagihan pesanannya. Terpaksalah Zavina yang membayar semuanya.

Zavina langsung pulang ke rumah. Ia keluar dari kafe dan menuju ke mobilnya. Setengah jam melakukan perjalanan, akhirnya Zavina sampai di rumah. Setibanya di depan rumah, Zavina langsung mendapat sambutan dari Andrea.

Zavina tidak menyangka kalau Andrea sudah ada di depan rumahnya. Ekspresi Andrea yang tertekuk, membuat Zavina yakin bahwa Andrea sedang menunggu kedatangannya.

"Hai, Ndre. Sudah lama kau di sini?" tanya Zavina.

"Aku menunggu kamu sedari tadi. Kamu habis dari mana saja sih, Zav," ucap Andrea.

"Aku habis ketemu Vara. Dia butuh pinjaman uang padaku," kata Zavina.

Mendengar ucapan Zavina, Andrea langsung menepuk dahinya. Terlihat kesal dan sebal, Andrea pun berdecak kasar. Ditatapnya Zavina dengan nyalang. Sesaat kemudian, Andrea beringsut bicara.

"Kamu berikan dia pinjaman, Zav?" tanya Andrea.

Tanpa membuang banyak waktu, Zavina langsung mengangguk. Anggukan lemah itu adalah sebagai jawaban dari pertanyaan Andrea. Melihat anggukan dari Zavina, Andrea langsung marah.

"Kenapa kau berikan dia pinjaman sih, Zav! Kau kan tahu kalau kita ini lagi butuh biaya untuk pesta pernikahan impian kita," ujar Andrea.

"Dia itu sahabatku, Ndre. Wajar jika aku membantunya. Aku tidak tega melihat dia punya utang seperti itu," kata Zavina.

"Tapi bagaimana dengan biaya pernikahan kita? Apa kau tidak berpikir sedikit saja tentang hal itu," ucap Andrea.

Zavina menahan napasnya. Rasanya udara tercekat di paru-parunya. Setelah berhasil menenangkan diri, Zavina mengatur napasnya. Ia kemudian memandang ke arah Andrea.

"Aku memikirkannya, Ndre. Karena itu lah aku bekerja keras demi mendapatkan uang untuk biaya pernikahan kita nanti," ujar Zavina.

Andrea terdiam seketika. Sesaat kemudian, Andrea menatap Zavina dengan frustrasi. Dia mengacak-acak rambutnya dan kemudian berkata.

"Lain kali kamu jangan berikan pinjaman kepada temanmu itu lagi," ujar Andrea.

Pernikahan Impian ZavinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang